Sudah satu minggu Raka menjalani pengobatan setelah sadar dari komanya. Sejak sadar, kondisi kesehatan semakin menurun. Bukan hanya karena ia menderita karena kedinginan tetapi juga karena gaya hidupnya yang tidak sehat saat bersembunyi di apartemen dulu. Waktu itu Raka tidak pernah memperhatikan kesehatanya sehingga saat dirawat kedua kalinya tubuhnya langsung drop karena kerusakan lama. Bisnis perusahaannya menjadi terbengkalai dan banyak kliennya protes karena produk yang dihasilkan pabriknya kualitas nya kurang baik dan kurang di minati pembeli. Alhasil saat ia kembali ke Jakarta, banyak toko-toko yang bekerja sama dengannya memutuskan kontrak mereka secara sepihak meskpun mereka harus membayarkan ganti rugi. "Andi, bagaimana dengan toko-toko yang lainnya? Apa mereka juga mau memutuskan kerja sama karena masalah ini? Karena rata-rata toko yang memutuskan kerjasama itu adalah toko yang ada di kawasan Manggarai dan Kuningan," tanya Raka pada Andi saat mereka baru sampai
Bima membawa sang Nyonya dan rombongannya ke restoran seafood yang diinginkan Anaya. "Bima, ayo ikut makan bersama kami!" ajak Anaya pada sopirnya itu dengan ramah. "Terimakasih, Nyonya! Saya makan di luar saja dan kumpul bersama para satpam di sana," tolak Bima dengan sopan. Gladys cemberut karena Bima menolak makan bersama mereka, padahal ia sudah antusias membayangkan makan enak ditemani cowok tampan seperti Bima. 'Bisa mati ditembak aku sama Tuan Summer jika berani menerima ajakan makan istrinya! Meskipun Nyonya muda baik dan ramah, Tuan Summer sangat mengerikan jika dia cemburu! Jadi sopirnya aja aku panas dingin karena tatapan tajamnya selalu mengintimidasi setiap memberikan instruksi nya padaku,' batin Bima bergidik ngeri. Anaya mengulum senyum saat melihat ekspresi muka Gladys yang tampak tidak senang saat Bima menolak ajakannya untuk makan. Saat Gladys menoleh, Ibu hamil itu pura-pura tidak tahu dan tidak melihatnya. Ia pura-pura mengaduk-aduk isi tasnya mencari se
Anaya terkejut melihat Bu Yati tersungkur ditampar Gladys. Melihat dari tumbangnya wanita tua itu, sepertinya Gladys menggunakan setengah tenaga laki-laki nya untuk mendidik mantan mertuanya itu. Amira terkejut melihat Ibu mertuanya di pukuli dengan begitu keras, sehingga wanita yang sedang hamil besar itu berusaha membantu mertuanya untuk bangkit dengan sedikit susah payah. Sudut mulut Bu Yati pecah dan mengeluarkan sedikit darah, dengan cap lima cari menempel di pipi keriputnya. "Anaya, apa ini sikap menantu pada mertuanya? Kau mempermalukan Ibu di depan umum dan membiarkan temanmu memukuli Ibu! Dimana hati nurani mu itu, Anaya!" ucap Amira dengan sok peduli dan menuduh Anaya dengan suara yang dibuat sekencang mungkin. Suara kencang Amira membuat beberapa pengunjung rumah sakit menoleh ke arah mereka, dan bahkan sebagian berhenti untuk melihat karena kepo akan urusan orang lain. Anaya tersenyum sinis melihat ulah Amira yang sengaja mengeraskan suaranya agar orang-orang sim
Sudah dua hari Anaya dan keluarganya pulang dari liburan di Lembang, Bandung. Mereka kembali menjalani aktivitas sehari-hari seperti biasanya dan Liam kembali sibuk di kantornya bersama Naren. Dua tangan kanannya Gladys dan Uno masih tetap di tahan Liam karena Uno dijadikan rekan Naren di kantor, sedangkan Gladys ia tugaskan untuk menjaga Anaya kemana wanita itu pergi sebagai bodyguard. Saat ini Gladys diminta Liam untuk mulai bekerja di samping istrinya dan perempuan itu saat ini lagi berdiri di depan Anaya dan Roxy, yang menatap Gladys dengan tatapan tajam. "Daddy keterlaluan! Masa bodyguard Mommy yang cantik kayak gini! Lihat Mom, dandanannya aja kayak jalang-jalang yang mondar-mandir di klub malam!" ucap Roxy dengan pedas sambil menatap remeh perempuan yang dikerjakan Daddy nya sebagai bodyguard sang Mommy. "Kakak! Jangan keterlaluan bicaranya!" tegur Anaya dengan tegas tetapi tetap lembut nada suaranya. Gladys terpaku mendengar suara Anaya yang lembut tetapi tidak
Selama seminggu menghabiskan sisa liburan mereka, Anaya dan Liam hanya berdiam diri di Villa tanpa kemana-mana.Meskipun hanya di Villa saja tidak bepergian, merek menghabiskan waktu dengan bahagia. Kadang mereka berenang berdua saat cuaca cerah, kadang mereka ikut berkebun bersama pengurus Villa meskipun Anaya hanya diam memperhatikan saja, dan terkadang mereka berdua membaca buku di balkon kamar sehingga sesekali keduanya barbeque berdua saja di taman belakang. Pastinya apa yang mereka lakukan selalu menyenangkan buat Anaya yang tidak diperbolehkan banyak bergerak. Anaya hanya diperbolehkan suaminya berjalan sendiri saat di dalam kamar saja. Namun jika keluar kamar, Liam selalu menggendongnya kemana saja tanpa merasa lelah ataupun malas. Diperlakukan seperti itu oleh suaminya membuat Anaya merasa dirinya orang lumpuh, tetapi memikirkan tentang bayi-bayi nya ia hanya bisa menurut dengan patuh sampai ia bisa kembali mandiri seperti dulu. "Kenapa mukanya cemberut gini? Mommy ada ya
"Tolong! Tolong! Ada mayat! Tolong!" teriak salah satu warga saat membuka gubuk tempat ia beristirahat saat lelah bekerja mengurus kebun singkong sang pemilik lahan. Sapri, pekerja lepas yang hendak beristirahat terkejut saat membuka gubuk tempat dirinya beristirahat ada sesosok mayat manusia tanpa pakaian berbaring dengan tubuh terikat, meskipun ikatannya sudah dilepaskan simpulnya. Ia bahkan tidak sempat mendekati orang itu untuk memastikan apakah dia masih hidup atau beneran mati saking takutnya. Ia berlari menuju jalan besar sambil terjatuh berkali-kali karena tidak fokus dibarengi berteriak-teriak tanpa henti meminta tolong. Beberapa rekannya sesama pekerja juga mulai berdatangan dan bergegas turun dari motor lalu menghampiri pria itu. "Sapri, kenapa kau malah ke sini? Kau tidak jadi istirahat? Kenapa juga mukamu pucat kayak mayat hidup?" cecar rekannya dengan banyak pertanyaan pada Sapri. "Ada mayat, ada mayat di sana! Mayat!" jawabnya sambil tetap teriak menun