"Nyonya," tegur Andi keluar dari tempat persembunyiannya begitu melihat Amira keluar dari hotel. "Astaga!" seru Amira dengan wajah terkejut sambil memegang dadanya yang berdebar kencang. Ia melirik kiri kanan melihat keberadaan Faraz dan saat tidak menemukan siapa-siapa, ia tanpa sadar menghela napas lega. Gerak geriknya itu ditangkap jelas oleh mata jeli Andi, yang pura-pura tidak tahu dan mengabaikannya. "Bagaimana kau tahu aku ada di sini?" tanya Amira dengan tatapan curiga, tapi nada suaranya terdengar gugup karena takut ketahuan. Bagaimanapun juga, Andi adalah sekretaris Raka yang paling setia. Ia tidak mau Andi melaporkan yang tidak-tidak pada Raka sehingga bisa merugikan dirinya sendiri. "Saya ada pertemuan dengan klien semalam, jadi menginap di hotel ini! Saya kira salah orang, dan ternyata itu benar Anda! Jika pagi ini Anda mencari Pak Raka kesini, Anda tidak akan berhasil. Tadi malam Pak Raka langsung pulang karena katanya tidak bisa tidur selain di rumah," jawab A
Prang! Raka melemparkan asbak rokok yang ada di atas meja ke sembarangan arah hingga terdengar bunyi pecah belah yang memekakkan telinga. Napas pria itu memburu, matanya memerah dan kantung matanya yang muncul membuat penampilan pria itu sangat mengerikan. Ia membuang foto-foto yang di keluarkan dari dalam omplop hingga bertebaran di lantai. "Dimana wanita sialan itu, Andi?" tanya Raka dengan wajah menggelap. "S-Saya tidak tahu, Pak! Apa mungkin bersembunyi di dalam kamar?" jawab Andi sedikit gugup sambil menebak keberadaan Amira. Raka langsung berjalan menuju kamar tempat Amira itu tinggal selama pernikahan mereka. Brak! "Amira! Bangun kamu!" teriak Raka dengan emosi sambil membuka kasar pintu kamar Amira. Kamar yang dulu ditempati dirinya dan Anaya sudah berubah seratus persen dengan selera Amira yang membuat amarah Raka semakin besar. "Amira, dimana kamu! Jangan bersembunyi, Sialan!" teriak Raka sambil memasuki kamar tersebut untuk pertama kalinya sejak di huni wan
"Astaga! Kenapa jadi begini?" seru Sugandi saat memasuki rumah Raka pagi itu. Pria itu subuh-subuh langsung keluar apartemen nya guna menemui orang yang ia bayar untuk menyelidiki kemana saja istri Bosnya Raka pergi saat keluar rumah. Meskipun mulut nya menggerutu karena kesal dibangunkan saat masih mengantuk berat, Andi juga tidak bisa membiarkan orang itu menunggu lama memberikan informasi yang ia butuhkan saat ini. Begitu memegang amplop yang diberikan orang bayarannya itu, Andi langsung meluncur ke rumah Raka untuk memberikan bukti yang ia dapatkan. "Melihat sedikit pasti tidak apa lah ya?" gumamnya dengan rasa penasaran yang tinggi. Ia masih di dalam mobilnya begitu sampai di depan rumah Raka. Antara ragu dan penasaran, ia perlahan membuka tali yang menutupi amplop tersebut hingga ikatannya terbuka. "Maaf Pak Raka, saya izin melihat lebih dulu biar saya tidak salah kasih buktinya pada Bapak nanti," ucapnya berbicara sendiri dengan suara lirih seakan-akan ia meminta i
Tubuh Bu Yati gemetar sendiri tanpa ia sadari saat mendengar pertanyaan yang selama ini tidak pernah ia pikirkan. Alarm berhahaya langsung muncul di otak kecilnya untuk segera melindungi dirinya sendiri. Karena ia kesulitan untuk bicara, ia mencoba memalingkan muka agar Raka tidak menyadari kegugupannya. Ia sampai meremas daster nya hingga kusut karena bingung mau menjawab apa. Seketika ia bersyukur atas apa yang terjadi padanya sehingga ia tidak perlu mencari alasan untuk tidak mau bicara. Raka berjalan memasuki kamar Mamanya, dan Bu Yati reflek mundur sendiri. Dengan cepat Raka memegang kedua bahu Mamanya dan menatap tajam wanita paruh baya itu. "Aku tidak peduli Mama tidak bisa bicara atau bagaimana! Sekarang jawab pertanyaanku! Apa Mama yang sudah membuat Anaya tidak bisa mengandung anakku selama pernikahan kami? Jawab iya atau tidak!" teriak Raka dengan mengguncang tubuh mamanya. Bu Yati menangis terisak karena cengkeraman Raka pada bahunya benar-benar menyakitkan
Raka terkejut melihat penampilan ibunya yang begitu mencengangkan saat ia kembali ke rumah. "Ma, apa yang terjadi? Kenapa muka Mama jadi seperti ini?" "Kamu! Kenapa kamu tidak menjaga Mama selama saya keluar kota!" tuding Raka dengan menatap tajam Amira yang sedang duduk santai di sofa. "Mas, jadi orang itu harus sadar diri! Kamu pikir aku ini pengasuh nenek-nenek? Ini semua salah mantan istri kamu itu! Semakin hari tingkah semakin arogan saja! Mana perutnya juga buncit lagi, atau jangan-jangan dia sekarang jadi simpanan Om-om!" balas Amira dengan memarahi Raka balik dan menyalahkan Anaya sambil menghina perempuan itu dengan nada sinis. "Kamu...,""Udah deh Mas, urus tuh Mama kamu! Aku mau pergi dulu, bosan di rumah!" sahut Amira dengan wajah muak dan bangkit dari sofa dengan susah payah. Kemarahan Raka tertahan karena kehamilan perempuan itu. Emosinya membuncah saat mendengar perkataan Amira tentang Anaya yang memang sedang hamil. Tangannya terkepal erat menahan amarah di hatin
Sudah satu minggu Raka menjalani pengobatan setelah sadar dari komanya. Sejak sadar, kondisi kesehatan semakin menurun. Bukan hanya karena ia menderita karena kedinginan tetapi juga karena gaya hidupnya yang tidak sehat saat bersembunyi di apartemen dulu. Waktu itu Raka tidak pernah memperhatikan kesehatanya sehingga saat dirawat kedua kalinya tubuhnya langsung drop karena kerusakan lama. Bisnis perusahaannya menjadi terbengkalai dan banyak kliennya protes karena produk yang dihasilkan pabriknya kualitas nya kurang baik dan kurang di minati pembeli. Alhasil saat ia kembali ke Jakarta, banyak toko-toko yang bekerja sama dengannya memutuskan kontrak mereka secara sepihak meskpun mereka harus membayarkan ganti rugi. "Andi, bagaimana dengan toko-toko yang lainnya? Apa mereka juga mau memutuskan kerja sama karena masalah ini? Karena rata-rata toko yang memutuskan kerjasama itu adalah toko yang ada di kawasan Manggarai dan Kuningan," tanya Raka pada Andi saat mereka baru sampai