Home / Romansa / Kutukan Mantan Terindah / Langkah Yang Goyah

Share

Langkah Yang Goyah

Author: Syamwiek
last update Last Updated: 2025-04-23 14:13:38

Langit siang ini terasa terik. Matahari bersinar terang, tapi tidak membuat semangat Zain membaik. Udara Jakarta yang panas dan padat hanya menambah rasa penat. Di tangannya, laporan keuangan tampak penuh angka merah. Kantor kecil yang dia sewa di Cipete terasa pengap, seolah semua masalah menumpuk sekaligus.

“Mas Zain,” panggil Niko, asisten sekaligus staf keuangan yang sudah ikut sejak awal Zain membangun perusahaan sendiri. “Vendor material dari Bekasi nelpon lagi. Mereka mengancam mau berhenti kirim barang kalau minggu ini belum dibayar.”

Zain menghela napas. “Kita kan udah minta tenggat tambahan minggu lalu?”

“Iya, dan mereka udah kasih. Ini udah lewat tiga hari. Kita nggak bisa terus-terusan minta pengertian, Mas,” jawab Niko pelan.

Zain menatap laporan itu. Defisit lagi. Beberapa proyek kecil yang mereka tangani belum cair, dan pembayarannya masih dua bulan lagi. Sementara cicilan alat berat, gaji, dan sewa kantor harus dibayar sekarang.

“Masalahnya bukan kita nggak kerja,” gumam Zain. “Tapi pembayarannya selalu telat.”

“Ya, itu risiko kalau mainnya proyek kecil. Cash flow-nya nggak stabil,” kata Niko.

Zain berdiri dan berjalan ke jendela, melihat jalan sempit di depan kantor. Dua tahun lalu, saat dia keluar dari Juhar Group, banyak orang bilang dia nekat. Meninggalkan posisi tinggi dan hidup yang nyaman. Tapi dia ingin diakui karena dirinya sendiri, bukan karena nama keluarga. Dia ingin membangun sesuatu dari nol.

Dua tahun berlalu, dan ternyata tidak semudah yang dia kira.

“Mas, ada satu proyek renovasi rumah masuk minggu lalu. Di Bintaro,” kata Niko. “Nilainya kecil, tapi cukup buat nutup operasional dua bulan ke depan.”

Zain menoleh. “Ambil. Kirim penawarannya hari ini. Jangan kasih margin terlalu tinggi.”

Niko mengangguk dan keluar, meninggalkan Zain sendirian.

Di sekelilingnya, ada meja penuh tumpukan dokumen, whiteboard penuh coretan, dan foto kecil Maminya di pojok meja. Kalimat yang selalu dia ingat dari ibunya, “Nggak usah malu mulai dari bawah. Tapi jangan puas berhenti di bawah.”

Zain menarik napas panjang.

Perusahaan kecil ini—Atap Karya—adalah impiannya. Tapi akhir-akhir ini, dia mulai ragu apakah ini masih layak dipertahankan.

Ponselnya bergetar. Pesan dari sepupunya, Rico.

📩Rico: “Zain, Papi minta kamu datang ke meeting keluarga minggu depan. Bahas masa depan Juhar. Tolong datang, ya.”

Zain mengepalkan tangan. Masa depan Juhar. Topik lama yang terus diulang. Papi Barra masih berusaha menariknya kembali ke perusahaan keluarga. Tapi buat Zain, kembali berarti menyerah. Menyerah pada tekanan, pada aturan, dan pada hidup yang tidak dia pilih sendiri.

Tiba-tiba, pintu diketuk. Niko masuk lagi, kali ini dengan ekspresi lebih serius.

“Mas, klien dari proyek Bekasi nelpon. Katanya pemborong lokal yang kita rekrut kerjanya lambat. Mereka ancam putus kontrak kalau minggu ini progresnya nggak naik.”

Zain diam beberapa detik. Proyek Bekasi adalah proyek terbesar mereka sekarang. Kalau sampai gagal, semuanya bisa berantakan.

“Besok pagi kita ke lokasi. Aku mau cek langsung,” jawabnya.

Setelah Niko keluar, Zain kembali duduk. Dia bersandar dan memejamkan mata. Lelah. Banyak hal yang harus dipikirkan.

Tiba-tiba dia teringat Zura.

Percakapan mereka di kedai mie tempo hari masih jelas di kepalanya. Saat mereka bicara tentang hidup, tekanan, dan rasa lelah yang disimpan sendiri.

“Kita kayak orang gagal yang pura-pura kuat,” kata Zura waktu itu. “Tapi mungkin pura-pura itu juga salah satu cara bertahan.”

Zain menghela napas pendek. Kalimat itu masih membekas.

Mungkin benar. Untuk saat ini, pura-pura kuat adalah satu-satunya pilihan. Dia belum tahu apakah semuanya akan berhasil. Tapi dia tahu satu hal—dia belum mau berhenti.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (24)
goodnovel comment avatar
yesi rahmawati
Jadi pura-pura itu capek zain, apalagi pura-pura bahagia dan pura-pura kuat, itu menyiksa batin dan raga tapi kalau menyerah dan kembali bukan solusi yang efektif
goodnovel comment avatar
yesi rahmawati
Semangat zain, ujian untuk berdiri dengan kaki sendiri itu berat meski ada bayang-bayang dari keluarga besar kamu
goodnovel comment avatar
WidiaYuan
inilah cobaanmu zain mampukah kamu bertahan diantara gelombang atau kamu akan langsung mundur dengan teratur...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kutukan Mantan Terindah   Ekstra Part 1

    Apartemen Zain dan Zura di pagi hari sudah dipenuhi suara-suara yang tidak asing lagi. Alvaro yang kini berumur tiga bulan telah menjadi magnet bagi para kakek dan neneknya. Hari ini, seperti hari-hari sebelumnya, dimulai dengan "perebutan" halus antara Opa Barra dan Kakek Ravi melawan Mami Narumi dan Amma Gista."Alvaro, lihat Opa. Opa bawain mainan baru," kata Opa Barra sambil mengeluarkan rattle berwarna-warni dari kantong belanjanya. "Ayo main sama Opa.""Eh, kemarin kan Opa udah gendong duluan," protes Mami Narumi sambil menghampiri cucu kesayangannya. "Sekarang giliran Mami."Kakek Ravi tidak mau kalah. "Alvaro, Kakek bawa boneka panda. Main sama Kakek aja ya.""Kakek Ravi, dia masih bayi," tegur Amma Gista sambil tertawa. "Belum bisa main mobil-mobilan."Alvaro yang sedang berbaring di bouncer-nya hanya menatap dengan mata bulatnya yang jernih, sesekali mengeluarkan suara "aaa" dan "ooo" seolah memahami perdebatan para orang tuanya.Zain dan Zura yang sedang sarapan di meja mak

  • Kutukan Mantan Terindah   Kelahiran Putra Mahkota

    Hari begitu cepat berlalu. Kini, di tengah malam yang sunyi, Zura mulai merasakan kontraksi yang berbeda dari sebelumnya. HPL masih satu minggu lagi, tapi sepertinya putranya ingin lahir ke dunia lebih cepat."Mas Zain," bisik Zura sambil mengguncang pelan bahu suaminya. "Aku rasa ini kontraksi yang beneran."Zain langsung terbangun dan duduk. "Serius? Seberapa sering?""Setiap sepuluh menit sekali," jawab Zura sambil menarik napas dalam-dalam saat kontraksi lain menyerang. "Udah sejam yang lalu."Zain langsung melompat dari tempat tidur dan menyalakan lampu. "Oke, kita ke rumah sakit sekarang. Tas hospital bag udah siap kan?""Udah, di sudut kamar," jawab Zura sambil mencoba berdiri. "Ahhh—" dia memegang perut saat kontraksi lain datang.Zain panik tapi berusaha tenang. Dia membantu Zura duduk kembali sambil menelpon sopir pribadi mereka."Pak Budi, tolong siapkan mobil. Istri saya mau melahirkan."Sementara menunggu, Zain menelpon Mami Narumi."Mami, maaf ganggu tengah malam. Zura m

  • Kutukan Mantan Terindah   Kamar Dedek Bayi

    Zain dan Zura telah membuat kamar khusus untuk putra mereka. Kamar yang didesain sendiri oleh Zura dengan nuansa hangat berwarna cream dan coklat muda. Dinding kamar dihiasi dengan wallpaper motif awan-awan putih yang lembut, sementara di sudut ruangan terdapat rocking chair kayu berwarna natural yang akan digunakan Zura untuk menyusui nanti.Perlengkapan bayi pun telah dibeli oleh Mami Narumi, Amma Gista dan Zivanya. Ketiganya setiap hari pasti datang membawa paper bag berisi perlengkapan bayi—mulai dari baju-baju mungil, popok, mainan, hingga perlengkapan mandi khusus bayi."Zura, sayang, ini Mami belikan jumper yang lucu," kata Mami Narumi sambil mengeluarkan jumper berwarna biru muda dengan gambar gajah kecil di bagian dada."Wah, bagus sekali, Mi," Zura tersenyum sambil mengelus perutnya yang sudah semakin membesar. Usia kandungannya kini menginjak 8 bulan."Amma juga bawain ini," Amma Gista menyodorkan kotak berisi sepatu bayi yang sangat mungil. "Ini sepatu prewalker, buat nant

  • Kutukan Mantan Terindah   Ya gitu deh...

    Zain dan Zura pergi ke rumah sakit untuk periksa kandungan. Zura menceritakan keanehan yang dialami oleh sang suami. Dengan sabar dan lembut dokter menjelaskan bahwa hal yang dialami Zain wajar."Jadi, Pak Zain mengalami couvade syndrome atau yang biasa disebut sympathetic pregnancy," jelas Dr. Siska sambil melihat catatan medis. "Ini kondisi yang cukup umum dialami oleh suami dari ibu hamil.""Tapi dokter, perut saya kok beneran buncit? Rasanya kayak ada yang bergerak-gerak," kata Zain sambil mengelus perutnya.Dr. Siska tersenyum lembut. "Pak Zain, dari hasil pemeriksaan fisik tadi, perut buncit bapak disebabkan oleh penumpukan lemak dan gas di perut. Bapak bilang sering makan tengah malam kan?""Iya, dok. Saya nggak bisa tidur kalau nggak makan dulu. Rasanya lapar terus.""Nah, itu dia. Ditambah bapak juga bilang jarang olahraga sejak Bu Zura hamil. Kombinasi makan berlebihan dan kurang gerak menyebabkan perut buncit."Zura mengangguk-angguk. "Pantas aja. Sejak saya dinyatakan hami

  • Kutukan Mantan Terindah   Tasyakuran Empat Bulanan

    Usia kandungan Zura telah menginjak empat bulan. Ada acara selamatan 4 bulanan. Diadakan di kediaman utama Juhar. Mami Narumi dan Amma Gista membuat acara besar dan sangat mewah."Kak Zura, kamu tau nggak? Kak Zain udah jadi bahan obrolan seluruh keluarga," kata Zivanya sambil tertawa kecil."Kenapa emangnya?" tanya Zura sambil mengelus perutnya yang mulai membuncit."Dia lebih ngidam dari kamu! Tadi pagi dia minta Mami Narumi bikinin rujak buah yang ada taburan keju parut. Siapa coba yang makan rujak pakai keju?"Zura ikut tertawa. "Jangan diketawain dong. Dia udah stress sendiri dengan kondisinya.""Tapi lucu banget sih. Kemarin Amma Gista bilang, Kak Zain telepon jam 3 pagi nanya ada nggak yang jual sate padang. Katanya lagi pengen banget.""Astaga, dia nggak cerita sama aku. Kasihan banget Amma Gista.""Nggak apa-apa. Amma malah seneng, katanya lucu punya menantu yang ikut 'hamil'. Eh, ngomong-ngomong, perut Kak Zain kok makin buncit ya?"Zura menoleh ke arah dapur dimana Zain sed

  • Kutukan Mantan Terindah   Papamil

    Dua minggu setelah kabar kehamilan Zura, hal-hal aneh mulai terjadi. Bukan pada Zura—melainkan pada Zain.Pagi ini, Zain bangun dengan perasaan mual yang aneh. Dia berlari ke kamar mandi dan muntah, tepat seperti yang dialami Zura minggu lalu. Zura yang sedang menyiapkan sarapan mendengar suara muntah dari kamar mandi."Sayang! Kamu kenapa?" tanya Zura sambil mengetuk pintu kamar mandi."Aku mual," jawab Zain lemah dari dalam kamar mandi.Zura mengerutkan kening. "Jangan-jangan kamu tertular penyakitku?"Zain keluar dari kamar mandi dengan wajah pucat. "Mungkin. Tapi aneh, aku nggak demam.""Udah minum obat belum? Atau mau aku buatkan teh jahe?" tawar Zura sambil menyentuh dahi Zain."Nggak usah, nanti juga hilang sendiri," kata Zain sambil berjalan ke meja makan.Tapi saat melihat nasi gudeg yang disiapkan Zura, Zain langsung menutup hidung. "Ampun, sayang. Kok baunya aneh banget sih?"Zura mencium gudegnya. "Biasa aja kok. Kemarin kamu malah minta dibuatkan gudeg.""Sekarang aku ngg

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status