Share

Mungkin Karma

Author: Syamwiek
last update Last Updated: 2025-04-21 06:47:19

Zain duduk di ruang kerjanya, menatap layar laptop yang berisi laporan proyek yang hampir gagal. Dia bukan lagi direktur utama di Juhar Group, perusahaan konstruksi besar milik keluarga. Keputusan itu dibuatnya dua tahun lalu, saat hatinya lebih memilih prinsip ketimbang kekayaan dan kekuasaan yang ditawarkan Papi Barra. Kini, dia memimpin sebuah perusahaan kontraktor kecil yang meskipun stabil, tak bisa dibandingkan dengan kemewahan Juhar Group.

Hidupnya terasa datar, seolah berjalan tanpa arah, meskipun di luar sana segala sesuatunya tampak sempurna. Keluarga besar, harta melimpah, dan semua yang seharusnya bisa membuatnya bahagia—kecuali satu hal: dirinya sendiri. Dia merasa terperangkap antara kenyataan yang harus dijalani dan mimpi-mimpi yang perlahan memudar.

Tiba-tiba pintu kantornya terbuka dengan keras. Mami Narumi, ibu kandung Zain, masuk dengan ekspresi serius—lebih serius dari biasanya.

“Mami, ada apa?” tanya Zain tanpa menoleh, matanya masih terpaku pada layar laptop.

“Apa kamu sudah dengar kabar? Mami baru saja sampai dari Jepang,” kata Mami Narumi, dengan gaya berbicara yang penuh ketegasan. “Dan ada yang harus segera kita bicarakan.”

Zain memiringkan kepalanya, bingung. “Bicara tentang apa?”

Mami Narumi duduk di kursi depan meja kerjanya, menatap Zain dengan tatapan yang sulit diterjemahkan. “Tentang kamu, Zain. Tentang kamu yang sudah terlalu lama menghindar dari kenyataan.”

Zain mengerutkan kening. Dia sudah bisa menebak arah percakapan ini. Seperti biasa, Mami akan memaksanya untuk kembali ke Juhar Group atau menikahi seseorang yang dianggap layak oleh Mami. Tapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Mami Narumi tampak sangat fokus.

“Ada yang lebih penting dari itu. Kamu tahu Mami sudah tua dan ingin melihat kamu settle down, kan?” tanya Mami, memulai percakapan dengan nada serius.

Zain mengangguk malas. “Aku tahu, Mami. Tapi aku belum siap untuk—”

“Ini bukan soal siap atau tidak siap, Zain. Kamu sudah cukup lama sendiri. Mami ingin melihat kamu bahagia. Mami punya calon untukmu,” ujar Mami dengan penuh keyakinan. “Dia adalah seseorang yang sudah lama Mami kenal. Seorang gadis yang sempurna. Mami yakin kamu pasti cocok dengan dia.”

Zain merasa ada sesuatu yang tidak beres. “Calon? Mami, aku tidak butuh calon. Aku sedang fokus dengan pekerjaanku sekarang.”

Mami mengabaikan penolakan Zain. Dia melanjutkan dengan penuh semangat, “Aisha. Gadis manis, cerdas, dari keluarga baik-baik. Mami yakin kamu akan sangat nyaman dengannya. Dan dia bisa jadi pasangan hidup yang baik untukmu.”

Zain menahan napas. Ada sesuatu yang membuatnya teringat kembali pada masa lalu yang kelam. Dia tidak bisa memahaminya. Kenapa Maminya begitu yakin tentang perempuan itu? 

“Mami, aku tidak ingin berurusan lagi dengannya,” ujar Zain dengan suara datar, berusaha menahan kekesalannya. “Aku lebih memilih fokus pada pekerjaanku dan—”

Sebelum Zain bisa melanjutkan, Mami Narumi mengeluarkan foto dari tasnya. “Lihat ini,” katanya, memperlihatkan gambar seorang wanita muda dengan senyum yang sangat memikat. “Gadis ini tidak hanya cantik, tapi juga pintar dan berbakat. Bukankah dulu kamu pernah dekat dengannya—setelah kepergian Aletta?”

Zain menatap foto itu, dan dia berusaha mengalihkan pandangan, “Mami, aku—” 

“Mami sudah bicara dengan Amma Gista, dan akan bertemu dengan mereka akhir pekan ini. Sudah waktunya kamu berumah tangga, Zain. Jangan buang waktu lagi,” sahut Mami Narumi.

Zain menatap Mami dengan tatapan penuh kebingungan. "Mami, aku butuh waktu untuk berpikir. Aku tidak mungkin menjalani hubungan serius secepat ini setelah pengkhianatan yang dilakukan oleh Maretta. Lagipula setelah kepergian Aletta—aku sadar jika Aisha tak sebaik yang aku bayangkan.”

Namun, Mami hanya mengangguk perlahan. “Terserah, Zain. Tapi ingat, umur tidak pernah menunggu. Jangan sampai kamu menyesal nanti.”

Zain menghela nafas kasar. Lalu memijat keningnya yang terasa pening. Masalah perusahaan tak kunjung teratasi—kini bertambah lagi dengan masalah perjodohan. 

“Mami hanya ingin menantu, Zain—hanya itu saja. Apa susahnya?” Mami Narumi mulai memasang wajah sedih. 

“Maaf ya, Ma,” balas Zain dengan suara lirih. “Mungkin ini balasan atas perbuatanku dulu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (28)
goodnovel comment avatar
yesi rahmawati
Mami udah gak sabar punya menantu dan cucu itu zain, makin mumet lah zain di todong maminya menantu
goodnovel comment avatar
yesi rahmawati
Bentar lah mi, biarkan zain menikmati rasa sedih setelah di khianati dan sendiri dulu. Nanti kalau di paksa nikah cepat yg ada istri zain hanya jadi pelampiasan aja
goodnovel comment avatar
WidiaYuan
ya ampun si mami hari gini nikah masih pake di jodoh - jodoh in kaya anaknya buruk rupa aja sih niii ga bisa cari pendamping hidup sendiri.. n mungkin belom saatnya lhoo mii... nanti waktunya zain pengen berumahtangga juga pasti dia bawa calon ke rumah
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kutukan Mantan Terindah   Malam Pertama Di Rumah Sakit

    Acara resepsi pernikahan Zura dan Zain digelar mewah dan meriah. Ratusan tamu undangan telah memenuhi ballroom ketika pasangan pengantin baru itu bersiap turun.Keduanya kini sedang berada di dalam lift— sebentar lagi akan membuat para tamu terpukau. Sayangnya, pengantin pria tumbang. Gara-gara setiap hari lembur di kantor. Alasannya ingin menyelesaikan pekerjaan agar bisa honeymoon dengan tenang. Zain masih terlihat pucat namun panasnya sudah turun. Meski masih demam tapi suhu tubuhnya tidak tinggi seperti tadi sore. Saat lift terbuka, keduanya telah ditunggu oleh Zivanya dan diarahkan menuju ke ballroom."Kamu yakin kuat?" bisik Zura sambil menggenggam tangan suaminya yang masih terasa hangat.Zain mengangguk pelan, senyum tipis mengembang di bibirnya. "Untuk kamu, aku pasti kuat."Zivanya segera mengecek penampilan keduanya sekali lagi. Make-up artist dengan cekatan memperbaiki riasan Zain yang sedikit luntur karena keringat demam. Sementara itu, Zura tetap terlihat sempurna dala

  • Kutukan Mantan Terindah   Demam Ditengah Resepsi

    Akad nikah digelar di gedung yang sama tempat dilangsungkannya akad nikah. Dimulai pukul 7 malam— dan sekarang baru pukul 5 sore. Masih ada waktu dua jam untuk mempelai pengantin mempersiapkan diri.Namun, tiba-tiba saja Zain mengeluh sakit kepala. Suhu tubuhnya pun tinggi. Dia demam dan membuat istrinya khawatir. Lantas, Zura pun menghubungi Mami Narumi. Dia datang untuk memeriksa keadaan putranya. Meski tak bekerja lagi di rumah sakit— tetap saja dia seorang dokter. Hasil pemeriksaannya— Zain sepertinya terkena tipes. Baru gejala dan sebaiknya langsung dibawa ke rumah sakit. “Tapi, Mi— sebentar lagi acara resepsi dimulai. Bagaimana bisa pengantinnya tak hadir?” debat Zain untuk yang kesekian kalinya. Mami Narumi mendesah kesal. Putranya memang benar— tapi, kondisinya bisa semakin parah jika memaksa menyalami ribuan tamu undangan. “Atau gini aja,” ujar Zura sambil menggenggam erat tangan sang suami. “Kita keluar sebentar ke ballroom, acara inti minta dipercepat dan setelah itu k

  • Kutukan Mantan Terindah   Akad Nikah

    Cahaya chandelier kristal menerangi ruangan mewah yang dihiasi dengan rangkaian bunga putih dan emas. Aroma melati dan mawar berpadu dengan wangi dupa yang dibakar khusus untuk upacara sakral ini. Tamu undangan duduk rapi dalam balutan pakaian adat yang elegan—para pria dengan beskap atau jas tradisional, sedangkan para wanita cantik dalam kebaya dengan warna-warna lembut.Di sebelah kanan, keluarga besar Juhar duduk dengan wajah bangga dan haru. Mami Narumi mengenakan kebaya biru navy dengan bordir emas, sesekali mengusap mata yang berkaca-kaca. Di sampingnya, Papi Barra tampak gagah dalam beskap coklat, dadanya membusung penuh kebanggaan melihat putra sulungnya.Di sebelah kiri, keluarga Zura hadir lengkap. Amma Gista duduk di barisan terdepan dengan kebaya cream yang anggun, mata beliau tak lepas dari putrinya. Ayah Ravi dalam balutan jas tradisional hitam, sesekali tersenyum sambil mengangguk pada para tamu yang menyapanya. Dia sengaja menyusup pada barisan keluarga Zura untuk me

  • Kutukan Mantan Terindah   Menjelang Hari Bahagia

    H-1: Kediaman JuharPagi yang SibukRumah keluarga Juhar dipenuhi barang-barang seserahan. Kotak-kotak berisi perhiasan, tas, dan perlengkapan seserahan lainnya memenuhi ruang tamu. Mami Narumi berlalu-lalang dengan checklist di tangannya, memastikan tidak ada yang terlewat."Zivanya, kenapa tasnya cuman satu?" tanya Mami sambil mencentang item di listnya.“Nanti siang diantar sama tokonya, Mi. Karena tas pilihan Mami limited edition jadi agak lama datangnya," jawab Zivanya sambil sibuk mengatur letak bunga hias yang kurang simetris.Di sudut ruangan, Papi Barra sedang sibuk membalas ucapan selamat dari kolega bisnisnya. "Perasaan Zain yang menikah dan masih besok. Kenapa ucapan sudah berdatangan. Terlebih Papi yang diteror ratusan pesan?""Zain mana mau balas pesan selain dari Zura," Mami tersenyum. "Ingat, besok Papi akan lebih sibuk lagi.""Astaga, pesan-pesan ini saja belum semua aku balas."Sementara di kam

  • Kutukan Mantan Terindah   Kabar Mengecewakan

    Papi Barra duduk di kursi kerjanya, menatap layar ponsel dengan ragu. Nomor telepon Appa Gio sudah disimpan sejak lama, tapi baru kali ini dia akan menghubunginya setelah sekian lama tidak berkomunikasi."Demi Zura," gumamnya sambil menekan tombol panggil.Nada sambung terdengar beberapa kali sebelum akhirnya suara familiar menjawab dari seberang sana."Halo?""Gio, ini Barra. Barra Juhar."Hening sejenak. "Oh, Barra. Sudah lama sekali. Ada apa?"Papi Barra menarik napas dalam. "Gio, aku menelepon ingin membicarakan soal Zura. Putrimu, dia akan menikah minggu depan.""Menikah?" Suara Appa Gio terdengar terkejut. "Dengan siapa?""Dengan putraku, Zain. Mereka sudah bertunangan. Dan, kami membutuhkan kamu sebagai wali nikahnya."Hening lagi. Kali ini lebih lama."Gio, kamu masih di sana?""Iya, aku masih di sini. Tapi Barra, aku tidak bisa.""Tidak bisa kenapa?""Aku ada

  • Kutukan Mantan Terindah   Misi Rindu yang Gagal

    Hari kelima pingitan, dan Zain sudah sampai di level desperasi yang mengkhawatirkan. Dia terbangun dengan mata bengkak—efek dari empat hari menangis sambil memeluk boneka Teddy—tapi kali ini ada kilat aneh di matanya."Aku harus ketemu Zura hari ini," gumamnya sambil membuka lemari. "Aku nggak sanggup lagi."Zain mengeluarkan kaos polo orange dan topi baseball. Dia juga mengambil tas delivery yang diberikan oleh Niko—atas permintaannya kemarin, lengkap dengan stiker aplikasi ojek online palsu yang dia buat sendiri."Perfect," dia menatap pantulan dirinya di cermin. "Siapa yang bakal curiga sama kurir makanan pesan antar?"Di dapur, Zain mengambil beberapa box makanan kosong dan memasukkan foto mereka berdua ke dalam salah satu box."Zain, mau kemana pagi-pagi begini?" Mami Narumi muncul sambil menyiapkan sarapan."Aku mau nganterin makanan ke teman, Mi."Mami Narumi melirik kostum anaknya dari atas sampai bawah. "Teman y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status