Reality shows are one of the most popular television shows where the contestants compete for money and every week the contestant gets eliminated one by one through voting. But there's a one reality show where it was aired at the specific channel at 3 am where the contestants compete for the prize of thirty million dollars except the elimination method is different where the first person who died during the challenge will be automatically officially out of the game. So get ready as the show is about to start. Lights Camera and Action!
View More“Tu-Tuan Muda? Ke-kenapa Tuan Muda ada di kamar saya?” tanya Nina dengan takut-takut. Hawa malam itu sangat mencekam. Ruangan sempit yang awalnya adalah gudang, disulap sedemikian rupa menjadi sebuah kamar. Ya, kamar untuk Nina sebagai asisten rumah tangga yang baru saja bekerja di rumah itu semingguan lebih.
Pria yang bernama Bryan Lawrence itu sedang berdiri di depan pintu kamar Nina yang tadinya tertutup. Bryan adalah anak tunggal dari majikan Nina, pemilik rumah tersebut. Penampilan Bryan amat berantakan karena ia baru saja pulang dari klub malam, tetapi Bryan masih terlihat tampan. Walaupun bau alkohol tercium jelas di tubuhnya.
“Berikan aku makanan! Aku lapar!” titah Bryan.
Nina yang tadinya baru saja ingin beristirahat kemudian bangkit dari kasurnya. Nina sempat bergerutu dalam hati sebab ia menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari dan anak majikannya itu tiba-tiba memasuki kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu dan meminta makan. Namun, Nina juga bernapas lega karena prasangka buruk yang sempat ia pikirkan ternyata tidak benar.
“Baik, Tuan Muda. Saya siapkan dulu,” jawab Nina tanpa merasa curiga.
Bryan akhirnya keluar dari kamar diikuti oleh Nina menuju dapur. Nina dengan cekatan mengolah semua bumbu serta bahan yang tersedia menjadi sebuah masakan yang lezat. Satu jam berlalu, akhirnya kerjaan gadis itu telah selesai. Dan saatnya ia memanggil sang majikan yang sudah menunggunya dari tadi.
TOK TOK TOK
“Permisi, Tuan Muda. Makanannya sudah siap,” ucap Nina dengan suara lantangnya.
“Masuk!” teriak Bryan dari dalam kamar.
Nina kemudian membuka pintu lalu berjalan perlahan. Ia masuk ke dalam kamar besar nan megah dengan pencahayaan yang minim. Ia melangkah sembari menundukkan kepala. Terlihat Bryan sedang meneguk segelas alkohol. Dada bidangnya sudah terekspos jelas alias pria itu sedang tidak mengenakan bajunya.
“Tuan Muda, makanannya sudah siap,” ujar Nina lagi, dengan nada yang amat sopan. Ini hari pertamanya ia bertemu dengan Bryan, anak dari pemilik rumah mewah tempatnya bekerja. Sebab dari seminggu yang lalu ia bekerja, pekerja yang lain mengatakan bahwa Bryan sedang berada di Singapura, menuntut ilmu S-2 nya. Dan sekarang Bryan tengah libur kuliah selama 3 bulan, maka dari itu ia kembali ke Jakarta, ke rumah orangtuanya.
“Kenapa lama sekali?” tanya Bryan sembari melemparkan tatapan dingin pada Nina.
“Ma-maaf, Tuan Muda. Sa-saya tadi harus merebus ayam terlebih dahu—”
“Aku tidak meminta makanan yang itu,” potong Bryan cepat. Ia menatap gadis lugu di hadapannya itu. Ditatapnya penuh gairah sembari ia berjalan mendekati Nina.
“Tu-Tuan Bryan, Tu-Tuan mau ngapain?” tanya Nina tergugup.
“Ssstt! Santai saja! Jangan tegang! Yang berhak tegang di sini cuman burungku. Heheh.” Bryan masih sempat terkekeh saat Nina benar-benar ketakutan. Nina terus berjalan mundur ketika Bryan terus mendekatinya hingga tubuh Nina mentok di dinding kamar.
Nina menatap wajah tampan tuan mudanya yang saat ini sangat dekat dengan wajahnya. “Tuan?”
“Kamu cantik sekali, Nina,” goda Bryan sebelum menempelkan bibirnya ke bibir gadis itu. “Boleh aku menciummu, Nina?” Mata Bryan terus tertuju pada bibir merah Nina, gadis itu menjawab pertanyaannya dengan sebuah gelengan kecil, namun Bryan tidak peduli dengan tolakan tersebut. Bryan langsung menempelkan bibirnya pada bibir Nina.
Nina tersentak kaget dan langsung menjauhkan bibirnya dari Bryan. “Tuan Muda, apa Tuan sedang mabuk?” tanyanya dengan napas yang tersengal saking gugupnya.
Bryan mengangguk. “Yes, baby. Aku mabuk karenamu.” Bryan langsung menempelkan kembali bibirnya dan melumat lembut milik Nina. Bryan menahan tengkuk Nina agar gadis itu tidak melepaskan ciuman mereka lagi.
Satu tangan Bryan mulai mengusap dan meraba punggung Nina. Bryan mulai nakal menyelinap masuk ke dalam baju Nina kemudian membuka pengait bra gadis itu. Bryan lalu menenggelamkan wajahnya, menghirup aroma wangi di leher mulus Nina.
“T-Tuan Bryan, jangan lakukan ini. Saya mohon… H-hentikan ini, Tuan. Lepaskan saya!!” teriak gadis itu. Ia terus melawan, namun percuma saja, tenaganya tidak sebanding dengan pria itu. Kini Bryan telah berhasil melucuti pakaian gadis itu.
Bryan mendekap mulut Nina agar gadis itu mau diam. “Ssstt. Jangan teriak Nina, nanti yang lain terbangun. Kalau kamu teriak sekali lagi, aku bakal suruh Papa untuk mecat kamu!”
Nina hanya mengangguk lemah setelah Bryan mengancamnya.
Bryan tersenyum penuh kemenangan. “Aku beruntung sekali, baru pulang tadi pagi langsung disambut dengan seorang ART baru seperti kamu. Cantik dan tentunya masih muda,” bisiknya. Pria itu kemudian membawa Nina dan melemparkan tubuh Nina ke atas ranjang. Dengan sigap, Bryan merangkak naik ke atas tubuh Nina, menguasai sepenuhnya tubuh indah sang asisten rumahnya.
“Ngghh… aahhh… Tu-Tuan Bryan… Hentikan ini, Tuan,” pinta Nina dengan wajah memelas. Sesekali ia mendesah. Entah apa yang dirasakannya saat ini.
“Why, Nina? Do you like it?” tanya pria itu dengan sikap genitnya. Gerakan tangan Bryan semakin liar. Tangan yang kokoh itu sedang sibuk meremas-remas kedua tumpukan daging kenyal yang menjadi aset sang gadis. Bibir Bryan tak kalah lincahnya kini menciumi leher Nina yang lembut.
“Hmmpss… ahh….” Nina tak lagi memberontak. Gadis itu terbuai dengan sentuhan-sentuhan yang diberikan oleh majikannya. Nina yang awalnya meronta meminta agar Bryan berhenti, kini ia pasrah dan justru tubuhnya merespon seolah-olah meminta lebih.
Tidak dapat menahan lebih lama, Bryan membuka celananya sendiri. Nina menggelengkan kepalanya kala melihat tuan mudanya kini mengeluarkan senjata yang berurat maksimal. Nina berniat merapatkan kedua kakinya, namun Bryan menahannya.
“Ja-jangan lakukan ini, Tuan. Saya tidak mau. Hentikan ini, Tuan,” pinta Nina ketakutan.
Bryan berpura-pura tidak mendengarnya. Pria bajingan itu justru memasukkan anaconda besarnya ke milik Nina.
“Mmmmpph… ahh… Tuan… sa… sakit… Tuan Bryan, tolong…” Nina meremas seprai kasur Bryan hingga berantakan. Nina terus-terusan menjerit kesakitan kala Bryan memompa kejantanannya hingga masuk ke tempat yang paling dalam milik Nina. Sakitnya sungguh berasa hingga tak sadar membuat Nina meneteskan air mata.
Bryan melihat tangis kesakitan di mata Nina. Pembantunya itu kemudian berhenti meremas seprai dan beralih mencakar punggungnya hingga berdarah.
Bryan mengecup ujung mata sang gadis dan berbisik, “Apa terlalu sakit, Nina? Bawa enjoy aja. Nanti lama-lama enak kok.”
“Ahh… ahh… h-hentikan….” Tubuh Nina mengejang karena kenikmatan yang baru pertama kali dia rasakan. “Hentikan, saya mo—”
Belum selesai sang asistennya berbicara, Bryan kembali melahap bibir Nina dengan brutal. Lidahnya menerobos masuk dengan ciuman yang berkembang semakin liar. Ciuman penuh gairah dan brutal diterima Nina, sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, gadis itu pun pasrah.
Nina tidak kuat lagi menerima rangsangan bertubi-tubi dari Bryan. Kemaluannya yang diserang dengan barang kokoh milik majikannya, ditambah lagi bibirnya yang tiada henti dicium oleh pria berusia 23 tahun itu.
Beberapa menit berlalu, permainan mereka hampir berada di ujung jalan. Nina tidak sanggup lagi menahan aliran deras hangat yang keluar dari miliknya. Sedangkan Bryan masih terus memompa batangnya hingga dirinya pun mengalami klimaks.
“Ohh, shit! Kamu sangat enak. Bikin nagih.” Begitulah perkataan pria bajingan yang selalu bermain wanita di luaran sana. Ini bukan pertama kalinya Bryan meniduri perempuan. Diberkahi wajah tampan dan harta berlimpah dari orangtuanya membuat siapa saja bertekuk lutut di hadapan Bryan. Gadis mana yang mampu menolak seorang Bryan? Bahkan tak jarang seorang gadis yang masih suci bersedia melepas mahkotanya kepada sosok bad guy itu.
Bryan pun mengerang kenikmatan saat dirinya menyembur cairan cinta ke rahim gadis malang itu. Seiring dengan datangnya rasa nikmat itu, pria berwajah tegas itu langsung lemas dan ambruk di atas tubuh Nina.
Nina kini menangis tanpa suara. Dari raut wajahnya saja bisa dinilai bahwa gadis itu sungguh syok berat atas kejadian ini. Nina menyingkirkan tuan mudanya yang kini terlelap di atas tubuhnya.
“Hiks. Hiks.” Nina menyeka air matanya. Ia melihat ke arah Bryan yang saat ini sudah tertidur pulas di sampingnya. ‘Apa yang harus aku lakukan sekarang?’ lirihnya dalam hati.
Dengan sisa tenaga yang masih ada, Nina beranjak pergi dari ranjang itu. Tempat di mana ia melepaskan kehormatannya secara paksa dengan dibanjiri air mata. Nina mengambil pakaian miliknya yang tergeletak di atas lantai lalu memakainya kembali. Ia menghela napas panjang diiringi deraian air mata yang tak kunjung reda, gadis itu pun keluar dari kamar dan meninggalkan sang majikan seorang diri.
Ever since Eshal vanished, Katherine can't help but feel agitated about the situation. Jonathan immediately noticed it so he decided to talk to her. "Katherine, are you okay? You seem always agitated." Jonathan said as he put his hand on her shoulder. "I can't calm myself ever since Eshal vanished without any trace. She reminds me of my little sister. I miss her so much." She sorrowfully said as she lay down on her bed. Jeff watches her having trouble breathing. "It's okay. Just take a deep breath. Follow my breathing pattern and everything will be alright." Jonathan assisted her as he took a deep breath. Jonathan noticed her attempt to take a deep breath. Her breath is too shallow like she's having a panic attack. "Are you also having a chest pain?" Jonathan asks, and she nods. "Just take a deep breath, okay?" Katherine followed his instructions as tears started to fall out of her eyes. "Why this happened to us?" She sobs as she continues to take a deep breath. "I wa
Kathy knocked on the door nervously. She decided to visit him since it was his request. Finally, the door opened, revealing Jeff in his white sleeveless and black cargo pants with white Crocs. He takes a sip of a cigarette and greets him. "Hey, Kathy. What's up?" Without any second thoughts, she grabs the cigarette, throws it on the floor, and stomps it until it is extinguished. "What happened to you? You don't smoke since you have asthma. Tell me." "That's a coping mechanism. I need to man up." Jeff respond. "That's not a healthy coping mechanism. I think you need a therapist or someone to talk to." Kathy said as she put her hand on his shoulder. "That's why I told you to visit me in my house. I really need you." He weakly said as he let him enter his house. Kathy sat down on the couch and looked at his best friend Jeff. "I'm all ears. Just tell me everything." "I love my wife and my daughter but I don't know why this happened to me. Am I not manly enough to love m
Hey, I know it's been a two years since the last update and I would like to apologise to keep you waiting. I lost a motivation to continue this novel so I abandoned it. Does this mean the novel might be incomplete? Absolutely not! I'm going to finish the novel this year, I just went to self care journey with my mental health. Not those shity self improvement where I need to wake up 5am or something like that. But now I find my motivation to finish this novel that I start. Starting today I'll update everyday until it finished. I'm planning to finish it before I start my third year college in psychology. See you on next update.
Eshal stood in fear as Keith slowly approached her. She noticed a knife on a table, so she quickly grabbed it. "Don't take another fucking step, old man." She threatened him, but he didn't listen to her. She tried to stab him, but he successfully grabbed her hand and stole a knife from her. "I know I hate your grandfather, right? I know you knew that as well. You read my journal, you read everything I wrote in my stupid fucking notebook, and you learned that I'm your uncle. Yet this is how you change your point of view? Interesting. " Eshal tried her best to feel imitate as Keith carefully examined the knife. "You know, despite being a part of a wealthy family, you ran away and chose to live as an independent. Oh wait, they want you to get married early because they are fucking misogynists. 'Women should stay in the kitchen, they said.'" Keith added as he slowly put his knife in his pocket. "But I kid you not, even though you're my niece, it doesn't change the treatment. Everyone s
Kathy went into shock as soon as the host finally removed the mask. The host congratulated the remaining contestants, but she noticed one of the contestants went missing. "Congratulations to the remaining contestants." The host congratulated them as he removed the mask, revealing himself. "As a celebration of surviving five weeks, we will hold a celebration on next Saturday, no deadly challenge. Now, let's go back to the assigned house, shall we? The screen went black for a moment, then a word suddenly appeared for five seconds before it went to a static mode. 'Have you checked the notebook already?' Kathy recalled what happened after the funeral. Fortunately, she decided to take the notebook with her, hoping she could bump the person who had accidently left it. She checked her drawer, where she decided to hide it and open it without any hesitation. My Personal Journal. Keith Patterson She was about to read the first page when someone decided to knock on her door. She quickly hi
Today was the fifth challenge, which took place at the stage where Max Moyer and Humero Lozano died. The six remaining contestants looked at the ball that was placed in the middle of the stage. Everyone was confused for a moment, but the host decided to explain the challenge for today."Today's challenge is the supposed third challenge, but due to the incident, I decided to continue the third challenge instead as a fifth challenge. As you can see, the contestant must grab the ball and hold it while the rest of the contestants try to steal it. Whoever the person is who held the ball as the timer ran out, will be saved from elimination. There will be only ten minutes before the timer runs out. "Good luck to everyone."The host positioned the contestant on the left side of the stage while he put the ball on the right side of the stage."Ready?" The contestants position themselves and lock their target on the ball. "Go!" As the timer started up, everyone ran to the other side of the stage
Lights, Camera and Action is a mystery/thriller by hamzadiana about a dangerous reality show and its contestants. Reality shows are one of the most popular television shows where the contestants compete for money, while each week, a new contestant gets eliminated through voting. However, there's one reality show aired on a certain channel at 3 am. In this reality show, contestants compete for thirty million dollars. However, the elimination method is also different; the first person who dies during a challenge is automatically out of the game. Read the novel to know how the reality show goes.
Comments