LOVE A FRIEND

LOVE A FRIEND

last updateLast Updated : 2021-10-13
By:  RinkaniaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
25Chapters
2.8Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Livia Anggel adalah anak dari seorang pengusaha, mempunyai latar belakang yang selalu orang lain dambakan. Begitulah pikir masyarakat. Andai saja seperti itu benar! Namun, semuanya salah. Livia sama sekali tidak bahagia, akibat kejadian bertahun-tahun lalu Livia harus menjadi anak yang kesepian dan

View More

Chapter 1

-AWAL-

° >Kadang hal bahagia yang kita inginkan, bisa dengan cepat orang lain hancurkan!!!

Beberapa tahun lalu tepat orang tua Livia mulai berpisah. Pemandangan yang membuat hati sang anak begitu hancur, melihat kebisingan yang dihasilkan oleh kedua orang tuanya.

"Izinin orang tua lo cerai! Atau lo kehilangan Ibu, buat selama lamanya."

Ancaman yang datang dari benda tipis yang sering disebut handphone itu, selalu terbayang dibenaknya. Tepat beberapa kali wanita itu mengayunkan perkataan kasar terhadap anak perempuan yang masih berumur 7 tahun itu.

"Ma, Pa. J-jangan berantem," Pinta Livia yang gemetar menahan air matanya seakan berontak ingin keluar.

Raka sebagai Kaka kandung Livia, sedari tadi memberikan dekapan erat pada Adiknya itu. Berusaha menenangkan Livia karena situasi ini, mengelus berulang punggung kecil milik Livia.

"Bukannya aku ga mikirin anak-anak mas, tapi aku udah ga tahan liat sikap kamu yang selalu main hati sama Tiara."

Isakan tangis itu menggema di ruangan yang besar, entah itu berasal dari Livia atau sang Ibu. Livia dapat mendengar dengan jelas jika Ibunya menangis kesakitan, menahan nada bicaranya agar masih terlihat baik-baik saja. Itu semua benar-benar membuat hati nya begitu rapuh.

Rama sebagai Ayah dari Livia dan juga Raka, hanya menatap bingung terhadap Denia. Entah apa yang lelaki itu pikirkan sampai menatap Istrinya seperti itu.

"De, tapi aku sayang sama dia, dan sayang sama kamu juga," pungkasnya.

Jawaban yang diberikan itu seakan membuat semua orang di ruangan itu membesarkan matanya, tidak percaya sang Ayah mengucapkan semua itu dengan lantang. Ibu yang tidak habis pikir hanya mulai berfikir melalui otaknya yang sedang berasap itu.

"Oke, kalo gitu. Raka, Livia, kalian mau ikut ibu apa papa kalian?" tanyanya lantang.

Raka mulai menggeleng tak percaya, mulai memegang erat tangan mungil Adiknya. Menatap sendu seakan mengisyaratkan agar ingin selalu tetap bersama.

"De, ikut mama, yah," pinta Raka tetap memegang tangan Livia.

Livia yang mulai bingung hanya meneteskan air mata yang selama ini dia tahan, ingin rasanya mempertahankan keluarganya namun seperti sudah tidak mungkin. Keinginannya seakan dihancurkan oleh beberapa kalimat yang diciptakan oleh Mama dan Papanya. Otaknya mulai berfikir, bukan hal yang bagus jika meninggalkan Ayahnya sendiri bersama Tiara. Seberapa banyak harta yang mungkin bisa wanita itu rebut dari sang Ayah, namun yang paling Livia khawatirkan ketika Rama di salah gunakan. Bagaimana pun Livia sangat menyayangi Rama. bukan hal yang membahagiakan juga jika dia harus hidup bersama Ibu tanpa sang Ayah.

Livia mulai menggelengkan kepalanya, meneteskan lebih banyak air pada pipi manisnya. Semua itu berhasil membuat Raka kecewa, melepaskan genggamannya.

"Maaf ka," ujar Livia yang berusaha dengan sangat keras menahan rasa sakitnya.

Kini badan Raka mulai ditarik oleh Denia pergi meninggalkan rumah itu dengan wajah penuh kekecewaan. Larian kecil Livia segera menghentikan tubuh Denia, menyentuh pelan tangannya.

Memperhatikan arti sorotan mata seorang anak yang hendak ditinggalkan oleh ibunya.

Denia mulai merengkuhkan badannya jongkok, mendekap Putri kesayangannya dengan penuh cinta. Walapun dia kini sedang kecewa, namun Ibu mana yang sanggup berpisah dengan anak-anaknya.

"Yang baik ya, sayang, mama pergi dulu," pamit Denia mengusap sisa air mata di pipi Livia.

Denia mulai pergi membawa Raka, bahunya mulai menjauh dari keberadaan Livia kini. Pemandangan suram ini selalu sukses masuk ke dalam mimpinya setiap malam.

...

Kini dencingan alarm keras mulai terdengar, sontak Livia meraba ke arah suara itu berada. Dia mengangkat badannya agar bisa duduk dengan nyaman, mengucek mata kanannya.

"Again," keluhnya.

Sudah 15 tahun berlalu, menjalani hidup dengan sangat membosankan. Tanpa adanya tawa didalam keluarga ini, tanpa tahu dimana keberadaan salah satu anggota keluarganya, atau mungkin tanpa seorang teman yang selalu berada disampingnya.

"Ayah!" ujarnya

Rama yang hendak pergi ke perusahaannya terlihat sedang merapihkan dasi yang berada dilehernya. Livia mulai mendekati Rama berniat memberikan bantuan pada sang Ayah. Tangannya yang lincah kini mulai merapihkan dasi itu.

"Perfect," Gumamnya

Livia mulai memberi salam pada Ayahnya, mengecup punggung tangan Rama dan hendak pergi untuk berangkat ke sekolah. Sebelum itu, sebenarnya Rama sempat memberikan pelukan hangatnya pada Livia. Semua itu sering dia lakukan pada Anak perempuannya, namun kadang tetap saja Livia merasa kurang.

*

Lorong di sekolah terdengar begitu ricuh seperti biasanya, kadang membuat Livia ingin berteriak dan bertegur sapa pada teman-temannya. Namun lagi-lagi dia tidak bisa melakukan hal yang mungkin tidak sulit bagi orang lain.

Tanpa berfikir panjang dia hanya terus berjalan melangkahkan kaki menuju kelasnya, menghela nafasnya berat hingga masuk ke dalam kelas.

"Hey, lo Rafael kan?" tanya Aka yang tiba-tiba mendekati Rafael.

Waktu itu, hari pertama Rafael memasuki sekolah. Aka yang tiba-tiba mendekati Rafael yang tengah terduduk diam.

Rafael Saputra...

Cowo Badboy yang susah berbaur. Dia banyak ditakuti siswa lain hingga membuatnya juga jarang mendapatkan teman. Namun dia termasuk orang yang populer di kalangan kaum hawa, parasnya yang tampan membuat Rafael selalu menjadi contoh tipe boyfie para kaum hawa. Tak sedikit juga yang sudah berjuang hingga akhir, namun tidak ada yang berhasil. Rata-rata semua cewe pasti dia tolak oleh Rafael.

Rafael hanya melihat sinis mendengar seorang lelaki tiba tiba berada dihadapannya, disetai duduk tepat di depan Rafael.

"Gosah sombong gitu, Masnya. Buruan kenalan sama gua! Jadi temen gua!" Pintahnya.

Entah siapa lelaki itu, tanpa rasa malu melontarkan kata-kata pada Rafael yang jelas-jelas selalu mengacuhkan orang lain.

"Lo bisu ya?" celetuk Aka kembali.

Rafael yang kesal dengan berat hati mulai memberikan balasan.

"Siapa si lo? Gua gakenal sama lo!" jawab Rafael kesal.

"Hha, sante, masnya. Gue, Aka prawira, kita sekelas loh. Masa lo gamau punya temen kelas sih," sembari menjulurkan tangannya

"Gue ga butuh!" jawab Rafael singkat.

"Oke."

Aka Perwira...

Dia adalah salah satu siswa dengan nilai raport tertinggi dan juga populer. Tidak kalah dengan kepopuleran Rafael Saputra. Namun Rafael bukan salah satu siswa pintar itu.

(Toktoktok!) Gembarakan meja paling depan berbunyi.

"5 menit lagi, PR Fisika tolong dikumpulkan!" umum Livia sebagai Ketua Kelas (KM).

Rafael yang kebingungan, karena buku PR Fisikanya sama sekali belum terisi. Dia hanya bisa kebingungan tanpa bisa mengisi soalan tersebut.

"Anjir, gimana nih?" gerutu Rafael sambil melihat buku PR Fisika yang belum terisi.

"Lo belum ngerjain yah?" teriak Aka.

Dengan tangan yang reflek Rafael menutup mulut Aka, teman sekelasnya mulai melihat kedua orang tersebut. Memandang aneh dengan posisi yang sekarang mereka lakukan.

Rafael yang kaget, dengan cepat menjauhkan tangannya dari mulut Aka dan kembali duduk seperti biasa.

"Ehem," deham Rafael sambil memperbaiki seragamnya.

"Jangan teriak!" sambungnya setelah jeda.

"Oke sorry. Yauda, gue mau ngumpulin dulu. By," ucap Aka sambil beranjak.

Rafael pun sepertinya mulai panik, menahan Aka agar tidak segera mengumpulkan buku miliknya.

"Emm, gue nyontek dong," Gumam Rafael ragu.

"Tadi bilang ga butuh temen?" ledek Aka tetap maju.

"Engga, engga. Gue tarik ya. Gue butuh temen, gue butuh lo. Ayolah, gua nyontek boleh ya," dengan hati hati Rafael terus merayu Aka agar dia bisa membantunya.

Al hasil akhirnya dia berhasil merayu Aka.

"Ah, untung gua baik. Nih!" Aka mulai menyodorkan buku fisika miliknya.

Rafael yang mendapatkan pinjaman buku itu segera menyalin jawaban jawaban secara rinci. Lima menit pun berlalu, begitu cepat.

Ketua murid dari kelas itu membawa satu persatu buku milik siswa. Hingga saatnya buku Aka dan Rafael di bawa.

"Mana buku lo?" tanya Livia

"Ada bentar ya," jawab Aka memohon

"Cepetan Pa Arif udah nungguin."

Kini nada livia yang mulai memaksa. Tidak sengaja Livia melihat ke arah Rafael. Dia melihat Rafael yang sedang sibuk menyalin hasil jawaban Aka di bukunya.

"Oh jadi ini yang bikin lama tuh?" tanya kembali Livia sambil menarik buku salah satunya.

Rafael tidak menggubris Livia. Dia hanya melihat ke arahnya dan kembali menulis dengan cepat.

"Nih!" ujar Rafael memberikan buku buku yang selesai dia salin.

"Oke. Lain kali jangan lama lagi!" Tanpa permasalahan Livia hanya mengambil buku itu.

"Heran, ko dia biasa aja ya liat gue?"

Pikiran Rafael tiba tiba mulai bertanya tanya melihat sikap Livia yang tidak seperti gadis lain saat menatapnya.

Tbc guys

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
25 Chapters
-AWAL-
° >Kadang hal bahagia yang kita inginkan, bisa dengan cepat orang lain hancurkan!!!Beberapa tahun lalu tepat orang tua Livia mulai berpisah. Pemandangan yang membuat hati sang anak begitu hancur, melihat kebisingan yang dihasilkan oleh kedua orang tuanya."Izinin orang tua lo cerai! Atau lo kehilangan Ibu, buat selama lamanya."Ancaman yang datang dari benda tipis yang sering disebut handphone itu, selalu terbayang dibenaknya. Tepat beberapa kali wanita itu mengayunkan perkataan kasar terhadap anak perempuan yang masih berumur 7 tahun itu."Ma, Pa. J-jangan berantem," Pinta Livia yang gemetar menahan air matanya seakan berontak ingin keluar.Raka sebagai Kaka kandung Livia, sedari tadi memberikan dekapan erat pada Adiknya itu. Berusaha menenangkan Livia karena situasi ini, mengelus berulang punggung kecil milik Livia."Bukannya aku ga mikirin anak-anak mas
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more
-GAJELAS!-
Rafael dibuat keheranan setiap melihat Livia. Bagaimana tidak, secara, Rafael adalah laki-laki yang terkenal di satu sekolah. Untuk tatapannya saja bahkan sangat tajam, bisa membuat kaum hawa Mleyot!. Tapi anehnya, Livia bersikap biasa saja saat berhadapan dengannya. 'Kebal sekali dia!' Pasti semua orang bekata demikian. Rafael saja keheranan melihat tingkah Livia. Dia memberanikan diri untuk mendekati Livia terlebih dahulu. Kebetulan untuk diwaktu itu, Rafael tidak sengaja melihat Livia yang tengah terduduk di kursi taman. Dia berjalan menghampiri Livia dengan percaya diri. Duduknya Rafael di sebelah Livia, membuat dia mulai bertatap sinis terhadapnya. "Ngapain lo duduk disini?" lontar Livia kesal. 'gimana bisa orang ini main duduk duduk aja," pikir Livia, tidak masuk akal sekali seseorang mencoba berinteraksi dengannya. Satu sekolah saja tahu, bahkan mungkin sudah kesal menghadapi dinginnya sikap Livia.
last updateLast Updated : 2021-09-05
Read more
-HAH? DINNER!-
"Pa, aku pulang," ujarnya Kejadian di hari ini begitu sangat mengjengkelkan bagi Livia. Kekesalan yang meluap itu seakan membuat seluruh tubuhnya kepanasan. (HAH!?) Kini yang hanya dia lakukan, adalah mendesah memberikan helaan nafas berat, mengingat segala yang telah dia lalui. "Ayo! Para wartawan udah pada nunggu kamu," jawab Rama yang melihat Livia kembali. Belum juga sempat untuk merebahkan badannya di ranjang terempuk, dia sudah melihat beberapa orang menyiapkan baju ganti untuknya. Di lanjut dengan perintah yang Rama berikan. Livia yakin sesi potret kali ini akan lama, di tambah lagi para wartawan sudah berjajar rapi untuk mewawancarainya. "Gue cape ... " gumamnya mengikuti gerakan melangkah. Setelah berganti pakaian, dia dilanjutkan dengan harusnya merapihkan wajah. Ya, walaupun dia hanya duduk diam, tapi semua itu membuat hidup Livia menjadi sangat membos
last updateLast Updated : 2021-09-06
Read more
@+62XXXX
"Jadi kan?" tanya Rafael kembali.Livia menyergit menanggapi semua pertanyaan Rafael."Jangan-jangan lo, lupa?" tanya kembali Rafael memastikan.Livia menggeleng,"Apa?" tanyanya kembali datar."Iya, kan, kamu beneran lupa," Rafael kini mengerang kesal, menampilkan raut wajah marahnya."Kan udah janji," sambungnya"Bentar ...," tahan Livia yang berusaha mulai mengingat, kapan dia menjanjikan sesuatu hal yang ekstrem. (HA!) Benar, dia menjanjikan semua itu saat berusaha mengusir Rafael kemarin malam.'Kenapa bisa gue ngomong gitu,' batin Livia merintih, karena ketakutannya pada malam itu, dia mulai berbicara omong kosong, dan semua itu Rafael anggap serius?.Livia menghela nafasnya prustasi,"Gue becanda, masa iya gue beneran!" tolak Livia datar.Rafael mengangkat satu alis kanannya, dia memegangi lengan Livia, menampilkan ra
last updateLast Updated : 2021-09-07
Read more
-SEMUA PENGEN KAYA KAMU-
>>> Hari berikutnya berjalan seperti biasa, sudah satu bulan berlalu. Semenjak hari itu, hari di saat Livia mulai membuka dirinya terhadap Rafael. Livia mengurungkan niatnya setelah mendapati pesan entah dari siapa itu. Dia kembali bersikap dingin juga acuh terhadap Rafael. Namun, laki-laki itu tak sedikitpun menyerah, dia selalu mengikuti Livia kemanapun dia pergi, membuat ricuh kehidupannya. Kemanapun Livia pergi, dia terus bertemu atau mungkin melihat Rafael yang selalu dia pergoki sedang mengikutinya. Rasanya jengkel juga, namun apalah daya. Sikap Rafael yang degil itu, membuat dia susah untuk di hentikan. "Livia!" teriak Rafael memanggil Livia yang sedang duduk di antara angin sepoi di siang hari. Livia meoleh datar, melihat  Rafael yang sedang berlari mendekatinya. "Hem ... Apa?" tanya Livia setelah Rafael sampai. "Gausah judes, udah! Ga abis-abis
last updateLast Updated : 2021-09-07
Read more
-NOW ARE YOU MINE-
Sebelum mendengar penjelasan Livia. Rama, benar-benar pergi meninggalkan Livia di ruang pribadinya itu. Niat awal Livia adalah hendak pergi menuju sekolah, namun perkataan Rama dapat menyayat hatinya kecewa, Livia bahkan menahan tangisnya di sepanjang jalan menuju sekolah.'Andai Papa ngertiin gue sedikit aja ...,' ' ... Gue udah cukup kesepian, semenjak Mama, sama Kaka pergi! Dan sekarang, di saat gue udah punya sumber kebahagiaan? Gue harus kembali jauh dengannya?'Matanya kini memerah, menggenang air mata yang dia tahan. Livia berusaha menekan kedua rahangnya, menahan semua rasa sakit yang dia lalui.'Udah cukup.' Livia seperti digiring dalam kesepian yang kekal, di paksa untuk berpisah dengan Rafael. Rafael yang melihat Livia, kini mulai tersenyum cerah, "Livia!" teriak Rafael dari kejauhan. Namun, entahlah Livia sama sekali tidak mengdengarnya, membuat Rafael mempercepat langkahnya."Heh! Sayang" ucapan
last updateLast Updated : 2021-09-08
Read more
-NYASAR-
'Ektrem! Ekstrem!'  Rafael yang mendengar perkataan Livia mulau tersenyum lembut, memandangi tingkah laku yang Livia berikan untuknya.  *Getaran dalam gadgetnya bergetar, sebelum dirinya akan tertidur pulas pada ranjang yang ia miliki. Dia memutuskan untuk mengintip, apa yang datang pada gadgetnta. @FROG🐸Have a nice dream My Queen<3 Terlihat Rafael yang mengirimi pesan, di barengi dengan satu PAP yang Rafael lakukan. Dengan wajah yang datar, menatap camera, memberikan efek Damage di dalam fotonya. Livia saja hampir menjerit kesal."Aarrgghhhhh, kenapa kirim foto kaya gini!"  @Myqueen<3Oke, you too. Rafael berdeham girang, 'akhirnya Livia mulai luluh!' ...Pagi pun datang, Livia yang tampaknya sudah selesai mandi tiba-tiba dikejutkan. Barang-barangnya kini telah terkemas rapi, di dalam koper besar yang dia punya. Koper besar itu kini sedang digiring ke dalam mobil yang
last updateLast Updated : 2021-09-09
Read more
-ASAL JANGAN PAKE HATI-
Siulan itu semakin tedengar begitu jelas. Jelas saja Livia tidak ingin memutar badannya, melihat siapa yang kini sedang berada di belakangnya. Langkah demi langkah lelaki itu ajukan, terdengar suara langkah kaki yang mulai mendekat, Livia terlihat gemetar, walaupun menghiraukan suara itu. "DOR!!!" kejut Rafael menyorotkan wajahnya dengan lampu senter. Lelaki itu sengaja sekali membuat wajahnya menjadi seram, akibat serangan lighting dari smartphone nya itu. Kaget, semua itu benar-benar membuat sport jantung. Ekpresi Livia yang ketakutan, di tambah dengan terkejut oleh kejahilan Rafael. "Astaghfirullah!" teriak Livia kaget. Wajahnya mulai memucat, entahlah. Kini kejahilan Rafael sudah tak bermoral, untung saja Jantung Livia tidak jatuh ke jalanan. "Kebiasaaan banget sih lo. Gimana kalo lo beradapan sama orang yang punya riwayat jantung? Udah lah, kelar." kesal Livia yang mulai sadar siapa dalang dari semua ini. Rafael hanya terbahak mel
last updateLast Updated : 2021-09-10
Read more
-NAIK!-
"Nah bener Liv, anggep aja kita tuh temen lo. Karena mulai hari ini kita temenan yah. Gila aja sih, kalo ga temenan sama cewe cakep kaya gini," serobot Iqbal. Betul-betul yah, sikapnya yang pecicilan itu membuat suasana menjadi kacau. Hari ini saja, sudah sukses membuat schedule Rafael berantakan. Dan semua ekspentasinya benar-benar jauh dari reality. Iqbal tersenyum manis merayu Livia, membuat Livia membalas senyumanya. "Hah, tipe-tipe buaya nih!" kekeh Livia.Lagi-lagi Rafael dibuatnya kesal, dia menghalangi wajah Livia dengan buku kecil agar Iqbal tidak melihat Livia, juga Livia tidak membalas senyuman Iqbal itu. "Iya temenan boleh, tapi sikap lo itu, gausah di keluarin ya!" ujarnya dengan nada di tekan kembali. Livia memperhatikan Rafael, tersenyum tipis melihat tingkah Rafael hari ini. Terlihat begitu jelas Rafael tidak menyukai Livia yang memberikan senyuman itu pada Iqbal. "
last updateLast Updated : 2021-09-11
Read more
-TERSEROBOT-
"Ngapain?" tanya Livia mengangkat satu alisnya. "Naik!" titah Rafael. Perintah itu membuat Livia terdiam sejenak, memandangi punggung Rafael yang samar-samar terlihat kekar. Rafael menoleh ke arah belakang, menatapi Livia yang melihat punggungnya, lalu menggeleng kesal. Tanpa mendengarkan penolakan apapun yang keluar dari mulut Livia, Rafael mulai menggendongnya memaksa. Sempat kaget, Livia melihat kelakuan Rafael kini, dia sampai memukul-mukul pelan bahu lebarnya berulang. Namun pukulan itu terhenti, ketika kepalanya mulai pusing dan terasa seperti nut-nut tan.  "Raf, Raf. Gue ga kuat ini, pusing banget," ujar Livia menghentikan langkah Rafael. Livia menidurkan kepalanya tepat pada bahu milik lelaki itu. Berbicara semakin membisik, karena rasa sakitnya yang mungkin membuat Livia tidak sanggup berbicara seperti biasa. "Pulang aja ya, gausah ke tempat makan. Nanti makan di rumah aja!" pinta Livia lirih. Livia mulai memejamkan matan
last updateLast Updated : 2021-09-12
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status