Share

 LOVE YOU MBAK SANTRI
LOVE YOU MBAK SANTRI
Penulis: Azizah Azzahra Qolby

LOVE YOU MBAK SANTRI bab 1

Jam tiga sore, aku berangkat menuju ke pesantren di mana Udin, menyelesaikan hapalan Al-Qur'an-nya. Kukendarai motor kesayanganku, menembus ramainya jalan, banyak orang mencari sesuatu untuk menikmati indahnya sore hari.

***

Setelah memarkirkan motor yang sudah kupastikan tidak roboh. Aku langsung menaiki tangga di mana kamar Udin berada. Sebelum masuk kurapikan pakaianku, juga rambut panjangku sepunggung, tidak lupa songkok yang sudah pudar warnanya dari hitam menjadi coklat, Jaket juga sarung tidak lupa kurapikan. Kamar Udin terletak di atas mushola, khusus anak tahfidz yang berada di sini, jadi sedikit melelahkan. 

"Assalamualaikum," ucapku di ambang pintu kamar.

Krieeetttt. Gesekan kayu dengan lantai sehingga menimbulkan suara.

"Waalaikumsalam," jawab orang tersebut. Keluarlah seorang lelaki santri memakai pakaian yang lusuh, maklum santri putra.

"Eh, Kang Jono," sapa Kang Abdul. Berkulit hitam tapi manis, wajahnya yang ke arab-araban. 

"Udinnya ada, Kang?" Kini aku masuk ke kamar Udin. Ah, jangan ditanya seperti apa kamar cowok. Aku duduk di sebelah kiri pintu. Kang Abdul mengeluarkan keresek hitam dari bawah lemari. Pelan-pelan Kang Abdul membuka tali tersebut, lalu mengeluarkan kertas putih kecil berbentuk persegi panjang.

"Monggo Kang tembakaunya," tawarnya. Ia taruh tembakau di kertas tadi lalu menggulungnya.

"Iya, Kang." Kukeluarkan satu bungkus rokok berwarna merah tua. Aku mengambil satu batang lalu kunyalakan. 

"Rokok, Kang?" tawarku padanya.

Kuletakkan di tengah-tengah. Ia ulurkan tangannya mengambil sesuatu, kulirik dari ekor mataku. Ternyata Kang Abdul mengambil satu batang rokok, menyelipkan rokok yang ia buat tadi di telinganya.

"Kang, Udin ke mana?" tanyaku memecah keheningan di antara kami.

"Katanya sih tadi ke warung," jawab Kang Abdul sambil menghisap rokoknya dalam-dalam, menghembuskan dari dua lubang hidung serta mulutnya.

"Oh gitu," jawabku.

"Di sini ada berapa orang yang hapalan?" tanyaku basa-basi.

"Ada empat," jawabnya. Bukannya menatap yang mengajak bicara justru menundukkan kepalanya. Terdengar langkah kaki menaiki anak tangga.

"Assalamualaikum," suaranya sudah tidak asing lagi di telingaku. Siapa lagi kalau bukan Udin.

"Waalaikumsalam," jawab kami kompak. Saat Udin masuk dia tampak terkejut ketika melihat diriku ada di dalam kamarnya.

"Udah dari tadi?" tanyanya, kini dia duduk di antara kami

"Tidak kok, baru aja," ucapku seraya mengulurkan tangan kananku untuk berjabat tangan.

"Oh aku kira sudah dari tadi." Udin menyambut uluran tanganku. Dia meletakkan kantong keresek putih di atas lemari. Ah entah apa itu.

"Ya udah Kang, saya tinggal dulu ya," pamit Kang Abdul pada kami berdua. Sepertinya Kang Abdul cukup paham kalau kami hanya ingin mengobrol berdua saja.

"Hei mau ke mana?" tanya Kang Abdul pada seseorang, tapi entah siapa itu.

"Mau ke toko," jawab seseorang. Suara dari bawah cukup jelas, jadi aku dan Udin bisa mendengar percakapan mereka. Suaranya seperti suara perempuan.

"Mungkin Kang Abdul hanya basa-basi," pikirku.

"Gimana betah gak?" tanyaku terus terang. Aku sudah tidak mendengarkan percakapan Kang Abdul.

"Alhamdulillah, betah kok," jawab Udin.

"Ini rokok." Kutawari rokok yang tinggal tiga batang.

"Iya," jawabnya singkat.

"Setorannya lancar?" 

"Lancar kok."

"Mulai dari awal lagi atau gimana?" 

"Ya, dari awal lagi, jadi aku bisa buat hapalan lagi untuk yang besok-besok. Kan aku sudah punya cicilan lima juz, jadi aku tinggal nambahin lagi. Jadi aku sedikit nyatai he he he," jelasnya.

***

Kulihat jam di ponsel, sudah menunjukkan jam lima kurang sepuluh menit.

"Ya udah aku pulang ke pesantren dulu, hati-hati di sini apa lgi kamu anak baru," pesanku pada Udin. Karena menunggu Kang Abdul tidak kujung datang juga, akhirnya aku pamit sama Udin. Kini kami berdiri berjalan keluar menuruni anak tangga.

"Kok di bawah rame banget Din?" tanyaku penasaran.

"Iya, jam lima semua santri mengaji surah waqiah," jawab Udin.

Kami berhenti di halaman belakang mushola, ada satu pohon mangga di mana aku memarkirkan motorku. Ada rumah di depan mushola.

"Ini rumah siapa?" tanyaku pada Udin, dari pada penasaran.

"Oh ini, ini rumah buleknya Mbah Yai," jawab Udin

Ada santri wati yang lewat di hadapan kami, yang satu masih kecil berkulit sawo matang, kutaksiri dia masih SMP. Yang satunya lagi sedikit tinggi dan berkulit putih, hidungnya mancung. Tangan kanan memegang ujung mukena agar tidak menyentuh tanah, sedangkan yang kiri memegang Al-Qur'an. Tidak selang beberapa lama ada santri wati datang dari arah belakang kami. Tangan kiri memegang ujung mukenahnya. Sedangkan kanan melambai mengikuti langkah kakinya.

"Dek," sapa Udin. Seketika aku terkejut, Terkejut karena Udin memanggil dengan sebutan 'Dek'. Dia berhenti dan menoleh ke arah kami.

"Mau ke mana, kan sebentar lagi mengaji mau di mulai?" tanya Udin, sambil senyum-senyum.

"Mau mengambil Al-Qur'an," jawabnya, tidak lupa ia ukir senyuman yang menghiasi wajahnya.

Di saat dia senyum ada rasa yang tidak biasa di hati ini, Lesung pipinya menghiasi pipi mungilnya, Hidung mancung serta berkulit sawo matang, Wajahnya seperti orang Turki mata yang tidak terlalu lebar juga tidak terlalu sipit. Beralis tebal dan ada belahan di dagunya. Ah manisnya.

'Siapa dia, kenapa aku deg-degan seperti ini,' gumamku dalam hati.

"Aku pulang dulu ya," pamitku pada Udin. Kugas pelan-pelan motornya, meninggalkan Udin yang masih berdiri. Matahari sudah mulai tenggelam, menyembunyikan sinarnya di gelapnya malam.

'Oh mbak santri,' gumamku dalam hati. Siapa dia, kenapa ada rasa yang tidak biasa di hati ini. 

"Ah kenapa aku memikirkan dia sih?" Aku merasa kesal pada diri sendiri. 

Aku memalingkan pikiranku ke orang-orang yang lalu-lalang, ramai sekali jalan banyak pemuda dan pemudi berduaan. Tidak sedikit pula mengajak keluarganya jalan-jalan menikmati udara di sore hari. Masih sama saat aku berjalan menuju ke pesantren Udin, tapi sekarang lebih ramai lagi. Penjual gorengan, mie ayam, bakso, ah masih banyak sekali. Bila aku sebutkan tidak akan ada habisnya.

"Kenapa tadi aku tidak tanya namanya ya?" gumamku lirih.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status