Bab 4. PRIA MISTERIUS
Ekspresi ketakutan tidak bisa disembunyikan dari wajah Nimas Ayunina, siapa orangnya yang tidak ketakutan, jika saat sedang berlari dari kejaran para perampok tiba-tiba menabrak sesosok tubuh yang mempunyai tampilan kacau.*** “Wanita? Bagaimana bisa, didalam hutan yang sangat lebat seperti ini ada wanita di dalam hutan,” kata manusia yang baru saja ditabrak Nimas Ayunina. Meskipun suara manusia yang ditabraknya tidak terlalu keras, akan tetapi Nimas Ayunina masih bisa mendengarnya. Ternyata manusia yang ditabraknya adalah seorang manusia dan dari nada suaranya terlihat masih muda. Hal ini tentu saja membuatnya semakin ketakutan,siapa yang tidak takut, saat dia sedang melarikan diri dari para perampok, kini dia malah bertemu dengan orang yang tidak jelas jati dirinya. “Kenapa kamu berada di dalam hutan, malam-malam begini? Dimana rumahmu?” kata pria yang ditabrak Nimas Ayunina alih-alih menjawab pertanyaannya. “Pergi! Pergi! Jangan mendekatiku….” teriak Nimas Ayunina, ketika pria misterius yang ditabraknya berjalan mendekat ke arahnya yang masih duduk di atas tanah. Pria misterius itu sepertinya tidak memperdulikan kepanikan dan ketakutan yang melanda Nimas Ayunina. Tiba-tiba saja tubuh Nimas Ayunina sudah berdiri berhadapan dengan pria misterius yang ditabraknya. Nimas Ayunina semakin panik, ketika dia tersadar tubuhnya sudah berada dalam pelukan pria misterius di depannya. Tubuhnya langsung menggigil ketakutan, dengan sekuat tenaga Nimas Ayunina berusaha melepaskan diri dari pelukan pria misterius di depannya yang entah datang dari mana. “Lepaskan, tolong… tolong…!” teriak Nimas Ayunina berusaha melepaskan diri dari pelukan pria misterius ini. Mengetahui wanita yang ada di pelukannya meronta berusaha melepaskan diri, pria misterius itu segera melepaskan pelukannya. “Siapa kamu? Kenapa seorang wanita ada didalam hutan belantara?” kata pria misterius itu setelah melepaskan pelukan Nimas Ayunina. Mendengar perkataan pria yang tampangnya tidak jelas ini, Nimas Ayunina tidak langsung menjawab pertanyaannya. Dengan susah payah dia berusaha melihat dengan jelas sosok pria misterius ini, setelah menatap dengan seksama pria ini, Nimas Ayunina nampak menghela nafas lega. Yang membuat lega adalah penampilan pria misterius ini tidak seperti gerombolan perampok yang sudah membunuh semua rombongannya. Dalam pandangan Nimas Ayunina, dia melihat sosok seorang pria bertubuh kekar dengan tinggi seratus delapan puluh lima centimeter,berambut panjang sebahu yang menutup sebagian wajahnya. Tubuhnya bertelanjang dada, sedangkan celananya terlihat aneh karena menyerupai selembar kulit binatang yang digunakan untuk menutupi bagian bawah perutnya sedangkan di tangan kirinya memegang seruling bambu kuning. Jika diperhatikan dengan teliti, maka penampilan pria misterius ini seperti orang gila atau orang suku pedalaman yang memakai kulit binatang untuk menutupi anggota tubuhnya yang paling sensitif. “Kisanak, tolong saya. Rombongan saya diserang perampok dan hanya saya yang selamat,” kata Nimas Ayunina setelah bisa melihat dengan jelas penampilan pria didepannya saat ada petir yang menyambar dilangit. Mendengar perkataan Nimas Ayunina, dahi pria misterius ini tampak berkerut seakan tidak percaya dengan perkataannya. Karena dia tidak mendengar suara pertempuran, sebenarnya hal ini sangatlah wajar, karena rombongan Nimas Ayunina sedang diserang gerombolan Warok Suromenggolo, hujan sedang turun dengan derasnya, ditambah suara petir menyambar-nyambar. Jarak pertempuran antara gerombolan Warok Suromenggolo dengan rombongan Nimas Ayunina sekitar tiga kilometer, sehingga sangat wajar jika dia tidak mendengar pertarungan yang hanya sebentar saja. Mungkin jika pertempuran itu cukup lama dan yang bertarung adalah para pendekar tingkat tinggi, maka aura pertempuran itu akan bisa dirasakan pria misterius ini. Sedangkan tadi dia meniup seruling hanya untuk mengisi kesunyian malam yang diguyur hujan deras. Yang membuat orang bingung adalah suara seruling bambu yang ditiupnya bisa terdengar hingga jauh, menembus lebatnya hujan dan mengalahkan suara petir dan guntur hingga sampai ke jarak tiga kilometer dimana rombongan Nimas Ayunina berada. Sebelumnya pria misterius ini sedang berteduh di sebuah gua kecil, saat hujan turun membasahi bumi. Namun pendengarannya yang tajam bisa mengetahui kalau di tengah hujan deras itu ada orang yang sedang berlari di dalam hutan. Karena penasaran, pria misterius ini keluar dari dalam gua dan melayang ke atas pohon setinggi sepuluh meter, memperhatikan siapa orang yang berlari di tengah hutan dari atas dahan pohon. Dan saat mengetahui kalau orang yang sedang berlari adalah seorang wanita, pria misterius ini sengaja turun dari atas dahan pohon dan langsung berdiri tepat di arah larinya Nimas Ayunina. Karena itulah, tadi Nimas Ayunina tiba-tiba saja menabrak seseorang yang berdiri menghalangi larinya. “Perampok? Dimana ada perampok?” kata pria misterius ini sambil menatap Nimas Ayunina dengan tatapan tajam. Akan tetapi saat melihat pakaian kebayanya yang robek dan berantakan, akhirnya pria misterius ini harus percaya dengan perkataan wanita di depannya. “Baiklah, ayo ikut ke tempat saya,” kata pria itu sambil membalikkan tubuhnya dan berjalan memasuki ke sisi dalam hutan. Nimas Ayunina untuk sesaat tidak bisa berpikir, dia tampak bingung menanggapi pria misterius itu. Pada saat Nimas Ayunina sedang berpikir untuk mengikuti pria itu atau tidak, bayangan pria misterius itu semakin lama semakin hilang di gelapnya malam. Pada saat Nimas Ayunina tersadar, rasa takut akan kejaran para perampok seketika menghantui pikirannya. “Kisanak tunggu…!” teriak Nimas Ayunina yang segera berlari mengejar pria misterius yang baru saja di tabraknya. Nimas Ayunina tidak terlalu memikirkan, apakah pria itu pria baik ataukah pria jahat, yang ada dalam pikirannya adalah segera bisa menjauh dari para perampok gerombolan Warok Buto Kolo. Warok sendiri merupakan sebutan untuk seorang pendekar atau jagoan, tanpa menentukan asal usulnya berasal dari golongan hitam maupun golongan putih. Untuk beberapa wilayah, memang ada yang memberi nama Warok untuk para ksatria atau pendekar. Untungnya pria misterius itu berjalannya tidak terlalu cepat, sehingga Nimas Ayunina akhirnya bisa menyusulnya meskipun nafasnya terdengar ngos-ngosan. Pria misterius itu sama sekali tidak peduli dengan keadaan Nimas Ayunina, hingga akhirnya mereka sampai di sebuah gua yang ada di balik semak-semak. “Masuklah,” kata pria misterius itu ketika mereka sampai di depan semak-semak. Nimas Ayunina tidak segera menuruti perintah pria misterius itu, dia tampak bingung dalam hatinya dia berpikir, ‘ apakah pria ini sudah gila, bukankah di depannya tidak ada rumah atau apapun, kenapa dia malah menyuruhnya untuk masuk.’ Melihat wanita di depannya tidak paham dengan apa yang dikatakannya, pria misterius ini segera menyibakkan semak di depannya. Seketika itu juga Nimas Ayunina melihat pantulan cahaya api unggun dari balik semak belukar yang disibakkan pria misterius itu. Ekspresi wajahnya yang sebelumnya terlihat bingung seketika matanya tampak berbinar, kemudian tanpa di minta untuk masuk untuk yang kedua kalinya, Nimas Ayunina segera masuk kedalam gua. Begitu memasuki gua, seketika rasa hangat langsung menyelimuti tubuhnya yang kedinginan karena terkena air hujan, apalagi pakaiannya juga sudah robek. Tanpa menunggu lama, Nimas Ayunina segera mendekat kearah api unggun untuk mengeringkan tubuhnya. Sementara pria misterius itu malah menghilang dari tempat, ketika Nimas Ayunina sudah memasuki gua. ***Bab 7. JERITAN KEMATIAN WAROK BUTO KOLO Krak…! Sekali lagi terdengar suara tulang patah, suara ini menyerupai suara bambu yang ditekuk dengan paksa dan begitu nyaring. Saking nyaringnya suara tulang patah ini, membuat telinga siapa saja yang mendengarnya langsung bergidik ngeri. “Argh… sialan kamu kampret… ! “ maki Warok Buto Kolo dengan wajah dipenuhi ekspresi kesakitan bercampur dengan kemarahan. Mendengar makian Warok Buto Kolo, ekspresi wajah Jaka Tole tetap datar seakan makian pentolan perampok itu hanya angin lalu. Setelah menghancurkan kaki Warok Buto Kolo, Jaka Tole melepaskan pegangan pada tangan Warok itu. Bruk… Tubuh Warok Buto Kolo terjatuh di lantai ubin batu, begitu Jaka Tole melepaskan cengkraman pada tangannya. Tatapan mata Jaka Tole langsung berubah sangat tajam, ketika mendengar makian pentolan perampok ini. Dengan santainya pemuda berpenampilan aneh ini, segera mengangkat kakin
Bab 6. MENGHUKUM WAROK BUTO KOLO “Kamu ingin tahu siapa saya? Sebaiknya kamu tanyakan kepada Malaikat maut yang akan menjemputmu,” kata Jaka Tole dengan nada bercanda sambil tersenyum mengejek. “Kurang ajar, kalian tangkap orang gila ini dan siksa dia untuk mengaku siapa dia.” “Baik ketua…!” teriak lima orang berbadan kekar yang menjadi komandan pasukan gerombolan perampok ini. Jaka Tole yang melihat ada lima orang berbadan kekar, menghampirinya tampak cuek, ekspresi wajahnya sama sekali tidak terlihat takut maupun panik. “Kenapa hanya lima yang minta dikirim menemui Malaikat maut? Sebaiknya kalian semua menangkapku kalau bisa, he he he he….” ejek Jaka Tole sambil menyeringai dengan ekspresi menghina. “Brengsek, dasar kecoa. Terima ini…!” teriak salah satu warok sambil menyabetkan golok besar di tangannya ke arah Jaka Tole. Melihat ada golok besar berkelebat kearahnya, ekspresi wajah Jaka Tole tidak berubah. Mana mungki
Bab 5. MENYATRONI MARKAS PERAMPOK Tidak berapa lama pria misterius itu sudah kembali dengan dua ekor ayam hutan yang sudah dibersihkan bulu dan isinya dengan air hujan. “Siapa itu?!” kata Nimas Ayunina saat melihat bayangan orang memasuki gua tempat dia berada. Sepertinya dia belum sadar, kalau dia saat ini sedang berada didalam gua milik orang lain. “Ini saya,” kata pria misterius itu sambil melangkah masuk kebagian dalam gua. Rasa panik Nimas Ayunina seketika menghilang ketika mendengar suara dan penampilan orang yang baru saja masuk kedalam gua dengan dua ekor ayam hutan di tangannya. Sekarang dia baru tersadar, kalau sedari tadi pria misterius itu belum masuk ke dalam gua. Kemudian Nimas Ayunina melihat pria yang penampilannya sangat aneh ini mulai menusuk kedua ayam hutan itu dengan ranting, kemudian menggantungnya di atas api unggun. Kriuk… kriuk… Tak lama kemudian bau harum dari ayam bakar diatas api unggun mulai tercium seb
Bab 4. PRIA MISTERIUS Ekspresi ketakutan tidak bisa disembunyikan dari wajah Nimas Ayunina, siapa orangnya yang tidak ketakutan, jika saat sedang berlari dari kejaran para perampok tiba-tiba menabrak sesosok tubuh yang mempunyai tampilan kacau.*** “Wanita? Bagaimana bisa, didalam hutan yang sangat lebat seperti ini ada wanita di dalam hutan,” kata manusia yang baru saja ditabrak Nimas Ayunina. Meskipun suara manusia yang ditabraknya tidak terlalu keras, akan tetapi Nimas Ayunina masih bisa mendengarnya. Ternyata manusia yang ditabraknya adalah seorang manusia dan dari nada suaranya terlihat masih muda. Hal ini tentu saja membuatnya semakin ketakutan,siapa yang tidak takut, saat dia sedang melarikan diri dari para perampok, kini dia malah bertemu dengan orang yang tidak jelas jati dirinya. “Kenapa kamu berada di dalam hutan, malam-malam begini? Dimana rumahmu?” kata pria yang ditabrak Nimas Ayunina alih-alih menjawab pertanyaannya. “Pergi! Pergi!
Bab 3. PUTRI JADI PELAMPIASAN NAFSUSepertinya ini bukanlah pertarungan akan tetapi lebih tepat jika disebut sebagai pembantaian.Karena para prajurit dan pendekar bayaran itu seperti pohon pisang yang bisa di tebas dengan sangat mudah oleh anak buah Warok Buto Kolo.Serangan para prajurit dan pendekar bayaran yang mengenai tubuh anak buah Warok Buto Kolo dibiarkan saja, mereka malah tertawa terbahak-bahak ketika sabetan serta tusukan para prajurit dan pendekar itu mengenai tubuh mereka.Dan saat para prajurit dan pendekar itu tertegun, sabetan golok para perampok menebas leher mereka.Kepala yang tertebas dan perut yang terburai langsung menghiasi hutan Mentaok.Darah segar bercampur dengan air hujan seketika membuat tanah di bawah kereta kuda berubah merah.Hanya dalam hitungan menit, semua pengawal juragan Atmaja sudah binasa di tebas golok dan pedang para perampok. Nimas Ayunina dan Juragan Atmaja yang bersembunyi di dalam kereta kuda tampak panik, saat mendengar teriakan k
Bab 2. PENYERGAPAN TAK TERDUGA Waktu berlalu secepat angin yang berhembus jika tidak dinanti, akan tetapi akan terasa sangat lambat ketika waktu di tunggui. Sepuluh tahun berlalu sejak tragedi di desa Waru dan kehancuran di seluruh dunia sejak keonaran yang dibuat para golongan hitam. Saat ini dunia sudah kembali tertata, meskipun tidak kembali seperti sebelumnya. Karena penguasa dunia ini pada saat ini adalah para penguasa dari golongan hitam, bahkan raja-raja dari berbagai negeri juga sudah ditaklukkan oleh para pendekar golongan hitam yang sangat kuat. Meskipun tidak ada penyebaran dan pembantaian seperti sepuluh tahun yang lalu, akan tetapi ketenangan penduduk sudah terbiasa karenanya. Akan tetapi kejahatan seperti perampokan, perdagangan budak dan kejahatan lainnya masih saja berlangsung. Dunia sekarang kembali ke hukum rimba, siapa yang kuat maka dia akan bisa melindungi kelompoknya, dan siapa yang lemah akan dibantai serta para w