LOGINBab 6. MENGHUKUM WAROK BUTO KOLO
“Kamu ingin tahu siapa saya? Sebaiknya kamu tanyakan kepada Malaikat maut yang akan menjemputmu,” kata Jaka Tole dengan nada bercanda sambil tersenyum mengejek.
“Kurang ajar, kalian tangkap orang gila ini dan siksa dia untuk mengaku siapa dia.”
“Baik ketua…!” teriak lima orang berbadan kekar yang menjadi komandan pasukan gerombolan perampok ini.
Jaka Tole yang melihat ada lima orang berbadan kekar, menghampirinya tampak cuek, ekspresi wajahnya sama sekali tidak terlihat takut maupun panik.
“Kenapa hanya lima yang minta dikirim menemui Malaikat maut? Sebaiknya kalian semua menangkapku kalau bisa, he he he he….” ejek Jaka Tole sambil menyeringai dengan ekspresi menghina.
“Brengsek, dasar kecoa. Terima ini…!” teriak salah satu warok sambil menyabetkan golok besar di tangannya ke arah Jaka Tole.
Melihat ada golok besar berkelebat kearahnya, ekspresi wajah Jaka Tole tidak berubah.
Mana mungkin Jaka Tole memandang tinggi, sabetan golok besar milik anggota gerombolan perampok Warok Buto Kolo?
Kemudian dengan gerakan santai, jari tangannya bergerak.
Tapi…
“Hegh… “
Terdengar suara tertahan dari mulut perampokan yang menyabetkan golok besarnya.
Pupil matanya membesar, wajahnya memerah, ketika tiba-tiba saja golok sedang diayunkan berhenti tepat di depan tubuh pemuda berpenampilan aneh ini.
Dengan sekuat tenaga, dia berusaha melepaskan golok miliknya yang dijepit dua jari Jaka Tole.
Meskipun otot-otot di tangannya keluar dan giginya terkatup sambil mengerahkan seluruh kekuatan nya, namun golok nya tetap diam tidak bisa dilepaskan.
Sepasang mata Jaka Tole tetap tenang menatap perampok yang sedang berusaha melepaskan goloknya.
Trak…
Kemudian terdengar suara besi patah, disusul teriakan kematian, ketika ujung golok yang patah terbang ke kepala pemiliknya.
Jleb..
“Argh… !”
Mata semua orang tertuju pada Jaka Tole dan perampok yang di keningnya sudah tumbuh tanduk dari sebuah golok besar.
Warok Buto Kolo dan anak buahnya langsung tertegun, ketika melihat salah satu rekannya mengalami nasib tragis, dengan golok miliknya yang berbalik menancap di keningnya, hingga tembus ke belakang kepala.
Sementara itu Jaka Tole masih berdiri dengan santai di tempatnya, setelah membunuh salah satu perampok.
“Brengsek, ternyata kamu mempunyai kemampuan, sehingga berani mendatangi markas kami,” geram Warok Buto Kolo sambil memelototkan kedua matanya seakan mau keluar dari rongganya.
“Kalian, cepat habisi mayat berjalan ini, cincang dan buang mayatnya untuk makanan hewan di hutan.”
“Baik ketua! “ teriak semua orang dengan serempak.
Puluhan pria kekar didalam ruangan ini segera mencabut golok besar di tangannya, saking tajamnya, golok itu berkilau ketika terkena cahaya dari lampu damar yang menggantung di tengah ruangan.
Setelah saling pandang satu dengan yang lainnya, mereka segera menyerang Jaka Tole.
“Mati… !”
“Cincang… !”
Wuss…
Wuss…
Puluhan senjata tajam berkelebat ke arah tubuh Jaka Tole dari berbagai arah.
Waroi Buto Kolo tampak tersenyum, melihat puluhan anak buahnya menyerang pemuda aneh di depannya secara bersamaan.
“Marilah kau tikus yang mencoba melawan harimau,” gumam Warok Buto Kolo sambil tersenyum sinis, membayangkan tubuh Jaka Tole akan dicincang habis oleh puluhan anak buahnya.
Akan tetapi bayangan serta kenyataan ternyata jauh berbeda.
Karena disaat puluhan senjata tajam terayun ke arahnya, tubuh Jaka Tole melayang ke langit-langit rumah sambil mengibaskan tangannya.
Slep…
“Hegh… “
“Argh… “
Suara teriakan dan jeritan kematian menggema di dalam ruangan ini, ketika puluhan senjata tajam itu menusuk dan menyabet tubuh mereka.
Semua orang tidak percaya dengan apa yang terjadi.
Bagaimana mungkin, mereka percaya kalau senjata mereka malah menusuk dan menyabet tubuh rekan mereka sendiri.
Darah seketika keluar dari tubuh puluhan perampok, membasahi lantai dan bau amis memenuhi ruangan.
Setelah terdiam dalam keterkejutan, akhirnya mereka benar-benar terdiam, ketika Malaikat Maut mencabut nyawa mereka untuk dibawa ke Neraka.
Ekspresi warok Buto Kolo seketika menjadi buruk, melihat puluhan anak buah kepercayaannya mati dengan begitu mudah oleh pemuda aneh di depannya.
“Si… si… siapa kamu? Kenapa kamu menyatroni markas kami?” kata Warok Buto Kolo sambil menatap wajah Jaka Tole dengan tatapan tajam.
“Kamu tidak perlu tahu siapa saya, yang pasti saya datang untuk memusnahkan orang-orang seperti kalian dari muka bumi ini,” balas Jaka Tole dengan nada datar.
“Kurang ajar, beraninya kamu menghiraukan pertanyaan ku. Baiklah, sepertinya kamu memang sudah bosan hidup. Jangan kamu kira dengan berhasil membunuh anak buahku, sudah berarti kamu kuat.? Sekarang Terima ini… !” teriak Warok Buto Kolo sambil melayangkan tinjunya kearah Jaka Tole.
Sambaran angin yang sangat kuat mengiringi gerakan tinju pimpinan perampok ini.
Sementara itu, Jaka Tole yang melihat tinju Warok Buto Kolo melayang ke arahnya dengan kecepatan penuh, terlihat berwajah datar.
Jaka Tole sama sekali tidak berusaha menghindari pukulan warok Buto Kolo ini, senyum tipis menghasilkan wajahnya.
Tap…
Kemudian, dengan kecepatan yang tidak bisa dilihat oleh mata telanjang, tangan Warok Buto Kolo ditangkap.
Krak…!
Suara renyah terdengar, ketika tinju Warok Buto Kolo digenggam tangan Jaka Tole.
Kemudian tinju itu diremas, hingga terdengar suara renyah dari tulang-tulang tangan yang dihancurkan.
Wajah Warok Buto Kolo langsung menggelap menahan rasa sakit dari tulang tangannya yang diremas Jaka Tole.
Dengan menggertakkan giginya, kaki Warok Buto Kolo digerakkan untuk menendang perut Jaka Tole, agar melepaskan cengkeram pada tangannya.
Mengetahui gerakan dari kaki Warok Buto Kolo, ekspresi Jaka Tole tetap datar.
Kemudian dia menggerakan tangan yang masih mencengkram tangan Warok Buto Kolo.
Wush…
***
Terimakasih kepada para pembaca setia novel karya MN Rohmadi dan pembaca baru novel karya MN Rohmadi. Penulis berharap karya-karyanya bisa menghibur anda semua, jangan lupa folow akun Goodnovel penulis MN Rohmadi dan masukkan novel ini ke daftar pustaka anda. terimakasih selamat membaca, semoga terhibur.
Bab 70. JURUS TARING MAUNG MENGOYAK MANGSA Kedatangan Jaka Tole segera membuat situasi berubah, para murid yang sebelumnya sangat terdesak seketika menghela nafas lega. Mereka langsung bisa menghirup nafas lega, kepala mereka segera mendongak ke langit. Mata mereka langsung membelalak lebar, ekspresi mereka menggambarkan seperti ekspresi orang yang melihat hantu. Tentu saja para murid senior sangat mengenali sosok pemuda yang sedang melayang di langit sambil mengayunkan dua buah golok besar, ke segala arah. Kini dalam sekejap ribuan pasukan golongan hitam sudah tergeletak tanpa nyawa, tersambar angin sabetan sepasang golok besar milik Jaka Tole. Ki Braja, sesepuh, tetua dan para guru tampak gembira melihat ada pendekar yang membantu mereka. “Siapa pendekar itu? Syukurlah dengan kedatangannya, kita bisa bernafas lega,” gumam Ki Braja sambil terus bertarung dengan pimpinan golongan hitam yang juga sudah mencapai alam Kaisar. Den
Bab 69. JAKA TOLE TURUN TANGAN “Apa? Mereka sudah menerobos penghalang pertama? Baiklah, semuanya mari kita bendung dan hancurkan pasukan hitam yang menyerang Padepokan kita. Semua murid baru segera siaga dan bersiap menghadapi serbuan musuh, ketika mereka berhasil melewati kita.” Ki Braja segera memberi perintah kepada para sesepuh dan tetua Padepokan Maung Siliwangi untuk ikut menahan serbuan musuh, agar mereka tidak sampai ke puncak, tempat markas utama Padepokan berada. “Baik ketua!” Semua orang segera keluar dari Paseban Agung menuju pintu masuk Padepokan yang berada di lereng gunung Maung. Pasukan Padepokan Maung Siliwangi yang awalnya terdesak oleh serbuan pasukan hitam, kini bisa sedikit bernafas lega, setelah para sesepuh dan tetua Padepokan ikut turun tangan menghadang para penyerang. Suara jeritan kesakitan bercampur dengan teriakan penyemangat berbaur menjadi satu, membuat suasana di gunung Maung benar-benar sangat mengerikan.
Bab 68. PADEPOKAN MAUNG SILIWANGI DISERANG PENDEKAR GOLONGAN HITAM Dan sebelum Jaka Tole mencerna apa sebetulnya yang sedang terjadi pada tubuhnya, tiba-tiba saja sebuah telapak tangan sudah mendarat di kepalanya. Kemudian sebuah energi hangat langsung memasuki tubuhnya beserta sebuah ingatan tentang jurus-jurus silat dan ajian tingkat tinggi. Dari gambaran yang masuk kedalam tubuhnya, Jaka Tole bisa melihat kalau sebagian besar jurus silat itu menyerupai jurus silat yang pernah dipelajari di Padepokan Maung Siliwangi. Hanya saja jurus silat ini terlihat lebih kuat dan bertenaga. “Sekarang kamu bisa keluar dari ruangan ini dan pelajari ilmu yang saya berikan.” Begitu energi hangat yang memasuki kepalanya terhenti, tiba tiba-tiba saja tubuh Jaka Tole terlempar dari ruang rahasia ini. Dan kembali ke ruangan sebelumnya dia bersemedi. Setelah itu pintu ruang rahasia kembali tertutup. “Eh… kenapa saya keluar? Saya belum me
Bab 67. PERTAPA Klik Terdengar suara aneh saat Jaka Tole berusaha mencabut batu hitam yang menonjol itu. Awalnya Jaka Tole menarik kemudian menekan dan memutar batu itu, dan disaat dia berusaha memutar batu sebesar kepalan tangan itu, tiba-tiba saja terdengar suara aneh. Drrttt… Setelah terdengar suara klik, tiba tiba-tiba saja terasa sebuah getaran di didinding gua yang disentuhnya. Secara reflek Jaka Tole berusaha menjauh, sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan seketika terpampang di depan matanya. Debu beterbangan ketika dinding gua bergerak masuk ke dalam seperti ada yang menariknya. Jaka Tole semakin waspada dan berusaha menanamkan matanya untuk melihat isi dibalik dinding gua. Setelah debu yang berterbangan mereda, dihadapan Jaka Tole kini terlihat sebuah ruangan lagi, akan tetapi anehnya ruangan ini cukup terang. “Ruangan apa ini? Kenapa ada ruangan lain di dalam gua ini?” gumam Jaka Tole sambil mel
Bab 66. TOMBOL MEKANIS Jaka Tole yang fokus bersemedi sudah berada di titik, dimana keadaan sekelilingnya sudah terasa hampa, dia seakan sedang duduk sendirian di sebuah dimensi hampa yang tidak ada orang yang menemaninya. Sementara itu pemandangan di langit diatas puncak gunung Maung sudah mulai terlihat kembali cerah, bintang dan bulan mulai menampakkan senyumnya. Tentu saja awan hitam yang baru saja membawa ujian kesengsaraan bagi Jaka Tole langsung menghilang, setelah petir kesengsaraan menyambar tubuhnya sebanyak sembilan kali. Petir kesengsaraan sepertinya mempunyai indera dan pemikiran sendiri, buktinya dia bisa memasuki bagian terdalam gua dan langsung menembakkan petirnya ke Jaka Tole. Padahal gua keramat sangatlah rapat, sama sekali tidak ada lobang yang bisa membuat cahaya matahari masuk. Hanya lorong tempat Jaka Tole masuk sajalah yang dia tahu adanya lobang di tempat ini. Akan tetapi dia tidak tahu dimana letak masuknya udara segar
Bab 65. TIDAK MUNGKIN Ki Braja menatap Ki Supa dengan tatapan tajam, dari ekspresi wajahnya saja bisa di lihat kalau ketua Padepokan Maung Siliwangi merasa kesal dengan Ki Supa yang tidak melaporkan keberadaan orang asing di puncak gunung Maung. Ki Supa segera menangkupkan kedua telapak tangannya di depan kepala kearah ketua Padepokan Maung Siliwangi, sambil tetap duduk bersila di tempatnya. “Hormat ketua, sebelumnya semua orang di Padepokan juga sudah tahu siapa orang yang baru-baru ini berada di puncak gunung Maung.” “Semua orang sudah tahu? Ki Supa kalau bicara itu yang jelas, jangan berputar-putar. Coba kamu sebutkan siapa orangnya yang sudah berani memasuki puncak gunung Maung tanpa sepengetahuanku?” kata Ki Braja sambil menatap kearah Ki Supa dengan tatapan tajam dan penuh wibawa. Sekali lagi Ki Supa menangkupkan kedua tangannya di depan kepala sebelum menjawab pertanyaan Ki Braja. “Ketua, apakah ketua masih ingat dengan pertandingan y







