Share

Anakku ajaib

"Ini siapa coba yang naburin tepung di teras rumah?!"

Aku menghela nafas kasar antara gemas sama kesal. Dosa apa yang telah dia lakukan bersama suaminya, Nunu. Sampai dikaruniai anak  kembar yang memiliki  tingkah polah absurd. Setara dengan anak satu kelurahan.

"Ini mubasir sayang ..." Aku mencoba sabar untuk menegur putri kecilku ini. Berbicara sehalus mungkin kepada sang empu yang sedang duduk manis dilantai teras, sembari menggambar gambar aneh  tidak  karuan  dilantai yang sudah ditaburi tepung

"Itu ndak Mubajil. Ayam na pa elte natal ijekin late lumah ala, dajina ala diskuci ama anu dimana talanya bial anak ayam pa elte ga ke lumah tita agi." Ucap Tiara belepotan

Demi ular yang sedang melahirkan. Sewaktu kecil dia gemes banget, pengen aku gigit. Giliran sekarang udah gede. Ngelesnya kelewatan bunda, ada aja alasan yang membuatku geleng-geleng kepala.

"Terus alasan apalagi naburin tepung gini?" Aku mencoba membuat dia skakmat—eh, dia malah aku yang masang muka cengo gegara ucapan my little princess ku ini "biak anak ayam pa elite peset sini ma"

"Terus kata siapa naburin tepung bisa jatoh?" Tanyaku padanya

"Malin nih ya pas main ama anu, luna, aldo terus aldo peset di dapul gala-gala ijek late yang ada tepung na ma, jadi kata anu bialin aja bial apok anak ayam na"

"Terus?" Tanyaku lagi ke tiara.

Niatnya hanya ingin tahu, sampai kapan anakku ini memberi alasan yang membuatku geleng kepala. Jika benar putriku ini jago ngeles, mama akan daftarkan kamu jadi pengacara, Nak. Supaya banyak uang seperti Hotman Paris.

Teman Tiara yang tadi diiomongin sama ara tuh anaknya tetangga sebrang rumah. Anaknya ga beda jauh umurnya denganku. Tapi aku masih ingin mendengar alasan lain dari anak ajaib satu ini.

"Iiii mama telus telus taya tukang palkil, ya telus ala tabul tepung tini bial ayang na pa elte peset mama ... Bial ayam.na tapok telus Ndak main-main lumah ala agi"

Aku akui, anakku ini benar-benar pintar, umur dua tahun enam bulan sudah bisa memikirkan cara membuat anak ayam pa RT terpleset dan kapok mampir kerumahnya lagi. Sebenarnya, sih, maksud Tiara  itu anak ayam cemani milik pa  RT, Rumah yang bersebelahan  dengan rumahku.

"Telus ala duda Ndak tendilian tabulinnya Ama anu duda." Sambung anakku. Kali ini ia membawa nama saudaranya masuk kedalam alasan Tiara.

"Terus anu kemana, kenapa ga ada di sini?"

Tanyaku. Rasa-rasanya aku sedang mewawancarai penjahat saja di sini. Terus menanyakan hingga akar.

"Ada tuh ma, di tana," tunjuk tiara

Ya ampunnn, aku merasa ingin pensiun jadi ibu. Anak-anakku benar-benar membuat pusing  kepala, ada aja tingkahnya yang membuatku mengelus  dada. Anakku Tiara naburin  bedak di teras rumah, sedangkan anakku yang laki-laki  atau bisa disebut anu. Dia main tanah. Ditambah lagi dia bernyanyi dengan riangnya ...

"Tating tating di dinding, diam diam melayap, datang seekol namuk, hap. Lalu di tangkap"

Si anu lagi asik main tanah dekat pohon mangga rumahku, baju nya udah kotor, si tanah bahkan sampe ke uubun-ubun nya. Mungkin, anakku sambil jumpalitan ditanah. Ada-ada saja.

"Cacing bukan tating!" Koreksiku

"Iya tating" sahut anakku, dengan amat sangat santai.

"Terus cacing itu di tanah, bukan di dinding."

"Mang iya ya, udah danti toh mah?"

Bukan udah ganti ganteng, tapi emang dari sananya seperti itu KEANU LIANDRO. Setiap malam anakku sebelum mendongeng selalu aku nyanyikan lagu anak-anak. Seperti contoh cicak-cicak di dinding ini. Tapi kenapa jadi cacing didinding? Pelafalan mana yang kurang jelas dari lagu yang selalu aku nyanyikan ini.

Aku tersenyum sedikit, melihat anakku  berbicara seperti itu, Gemas sekali melihatnya, sembari menahan emosi juga, sih. Teruntuk pencipta lagu cicak-cicak didinding, mohon maaf ya om anak saya udah main ganti lirik lagu.

"Telus yang di dinding itu cicak, kalo tokek tinggal na dimana?"

Astatang tukang sekoteng, nih, anak bener bener ya. Aku punya anak dua serasa mengurus anak satu kompleks saja.

"Tinggal di tanah." Ucapku sembarang berucap.

"Oh, tokek tokek di tanah diam diam melayap datang seekol namuk, hap lalu di tangkap"

Aku sontak tertawa mendengar omongan anakku ini. Nanti jika sudah besar mungkin dia akan menjadi pelawak seperti om Sule. Anakku melihat kedalam tanah, mengerutkan kening, seperti ada yang aneh. Ada yang bergerak disana. Benda panjang yang menggeliat santai. Anakku tidak ada rasa takutnya, ia langsung menarik benda itu

"Oleee ma, anu apet tating yee ... ala ala liat anu apet tating" Ucapnya kegirangan. Sambil berjoget ala penari ular. Sedangkan Tiara udah lari lari, ingin melihat bagaimana bentuk cacing itu. Excited sekali nampaknya

Aku berjalan santai mendekat kearah anu, dan, apa? Itu bukan cacing! Tapi uler!

"Anu lepasin!" Titahku.

"Ndak mau ma, anu mau lawat aja la."

Tanpa aba-aba aku langsung mengambil ranting kecil yang berada tepat tidak jauh dari jarakku berdiri sekarang. Aku menepis ular itu, tidak sengaja memukul anakku. Maaf, nih, ya. Aku  bukannya kejam, hanya saja ingin menyelamatkan anakku dari  ancaman Patukan ular. Meski aku tahu itu mungkin tidak berbisa tapi tetap saja aku  harus melindungi  anak-anakku ini. Tapi anu malah menangis, mengira aku sengaja memukulnya. Ia salah paham

"Anu lapolin papa ya, awas ya mama. Poko na anu lapolin!" Ucapnya sambil menangis tersedu-sedu. Ia menangis kencang sekali dan berlari, seperti sedang memperhatikan adegan Bollywood saja.  Tiara sudah mengejar saudaranya, Keanu terjatuh, lalu dipeluk tiara.

"Anu takit datoh ala," tangisnya menambah kencang

Aku buru-buru mendatangi anak-anakku yang sedang berpelukan seperti Teletubbies itu. Ketika sudah beberapa langkah lagi dan aku ingin m memeluk mereka, tiara malah menghadangku mencoba menjadi pahlawan untuk saudara kembarnya "mama dahat, nati ala lapolin mama ke papa. Bial mama di hukum naek pohon dambu pa elte"

Itu anakku, loh, yang berbicara. Perduli sekali dengan adiknya, senang sekali, sih, aku melihat anak-anakku saling menjaga

"Mama ga sengaja sayang," ucapku lirih. Tak tahan rasanya jika harus menahan air mataku lagi. Aku merasa bersalah jadinya. Maafkan mama, Nak.

Tiara kembali memeluk Keanu, ditambah dengan suara tangisnya. Lengkap sudah! Hari ini banjir air mata. Kalo di sinetron mungkin ini seperti adegan maaf-maafan dan kisahnya tamat.

Nampaknya Keanu sudah mulai beres adegan nenangisnya. Sedangkan Taira sebaliknya, ia menangis makin kencang padahal tidak kenapa-kenapa. Anu memegang pipi Tiara "ala udah, anu ndak apa apa toh. Matatih ya udah lidungin anu, mungkin mama tita ndak tenaja"

Widih, nih, anakku kecil-kecil sudah bisa beradegan romantis. Gimana kalo besarnya, Nak. Aku perlu mmembelanjakanmu mainan  yang sangat  banyak sepertinya . Aku langsung merapikan rambut, sok cantik dulu sebentar

"Tapi ntal tita apolin mama ke papa, bial papa laporin ke polisi. Bial mama di hukum" lanjutnya

Buset, deh, ampun. Pedes banget omongannya, level seratus pun lewat. Sepertinya anakku senang jika emaknya kena hukuman naek pohon jambu milik pa RT. Harus sabar, ngelus dada, tarik napas. Ingat! Dia anakmu dan belum mengerti apa-apa. Masih kecil. Harus sabar ya

"Mama minta ma—," belum beres aku berucap. Mereka sudah melengos aja meninggalkanku diteras rumah. Kalian kualat ya sama mama, aku sumpahin kalian semua jadi anak-anak yang sukses dan mapan. Aamiin

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status