Share

Gamau kalo ga gembul

Setelah drama Keanu dan Tiara yang sedang marah padaku. Akhirnya mereka mengajak aku untuk memandikan mereka.  Rasanya senang sekali melihat mereka sudah tidak marah lagi padaku, sungguh,  aku tidak akan membuat mereka  marah lagi padaku. Rasanya pedih jika drama tadi terulang. Aku sendiri , mereka berdua. Di sini pasti aku yang salah.

Di sela-sela mandi "sayang, ayam itu ga bisa ngerasain kapok. Jadi kalo Tiara sama Keanu naburin tepung lagi, itu namanya mubazir. Cuma buang buang tepuk aja. Terus kalo kalian mau makan bolu, mau engga di bikinin? Kan tepungnya ga ada"

"Ndak mau mama ... Nati tita beldua ulus, Ndak gembul agi" ini yang ngomong Keanu. Dia itu ingin sekali di panggil gembul oleh orang-orang, karena dulu bapaknya ngomong, Jika arti dari kata gembul itu adalah ganteng, lucu, dan imut. Salah paham dia

"NDAK MAMA ..." Ucap Tiara meringis haru. Mari membuat pop corn, duduk manis, dan mencoba fokus. Akan ada drama di sini. Dia mulai melipat tangan didadanya. Siap-siap saja akan ada adegan adu mulut dengan anak yang jago ngomong ini. Tarik napas dan hempaskan

"POTONA NDAK MAU MAMA.. NTAL ALA ULUS DAN NDAK BISA MAKAN BOLU AGI, NTAL PIPI TAMA PELUT ALA KEMPES, YA KAN NU." Ucap Tiara, penuh kesedihan sembari membayangkan jika perut buncitnya akan kempes seketika.  Dia juga meminta dukungan dari Keanu

Aku mengangguk, tanda mengerti. Baru saja ingin membuka mulut, Keanu sudah ngomong dulu "iya mama.. nati papa ndak mau dendong kita agi, dala-dala tita ndak gembul."

Tangan kanan Tiara memegang perut buncitnya itu, sedangkan tangan kiri Tiara memegang pipi sebelah kanan miliknya "anu pegang pipi tama pelutnya, bial dagingnya ndak kabul." Keanu hanya manggut-manggut. Nurut apa yang dikatakan  Tiara. Lucu-lucu sekali bukan anak-anakku ini?

"Udah sayang. Engga usah di pegangin terus perut sama pipinya." Ucapku. Karena mereka sedari tadi masih setia memegang perut dan pipinya itu. Entah apa yang sedang dipikirkan kedua bocah  itu.

"Ndak mau maa...." Ucap mereka kompak

Kompak sekali mereka, jangan-jangan sudah berkompromi dikamar-mandi tadi. Mengapaku gemas sendiri rasanya, ingin ku gigit rasa-rasanya.

"Nati dagingnya kabul." Lanjut Tiara. Tiara memang seperti ini, kadang bawel kadang terdiam seribu bahasa. Jika dia dalam mode bawel, aku memilih tutup mulut saja, daripada harus adu mulut dengannya. Aku jelas tidak akan menang.

 

Aku memakaikan mereka baju dan bedak, yang laki-laki juga sama memakai bedak. Wajar saja, mereka masih  kecil. Sekarang mereka sudah tidak memegangi lagi perut dan pipinya lagi.  Mereka memeluk dan duduk  dipangkuanku. Berebut perhatian.

"Ya kalian harus beli tepung biar bisa bikin bolu. Terus nanti kita ajak papa buat bikin bolu."

"Uang okat bisa bat beli tepung ma?"

Uang okat atau uang coklat itu adalah uang lima ribu rupiah, uang itu yang hanya mereka tahu. Meski aku termasuk keluarga yang cukup berasa, aku tidak ingin mengajarkan anak-anakku memegang uang. Bisa-bisa mereka jadi mata duitan dan lintah darah. Amit-amit. Tidak terbayangkan rasanya.

"Bisa kalo uang coklatnya ga cuma satu," ucapku 

"Tlus belapa?" Seru Keanu, ia menanyakan berapa lembar uang jika ingin membeli tepung. Dia berdiri, menatap mataku tajam. Seperti ingin menerkam saat itu juga

"Uang coklatnya harus ada tiga"

"Belati tida hali anu ama ala ndak jajan ya mah. Bial bisa beli tepung agi?" Tanyanya polos. Sambil mengusap-usap tangannya

"Iya." Timpalku seraya mengangguk

"Belati tita ndak usah lual lumah aja lah ya anu." Ucap Tiara. Seakan-akan sedang memberi ide brilian. Ia memegang tangan anu dan menunduk. Menarik tangan Keanu untuk kembali duduk dipangkuanku

"Iya ya, bial tita bisa beli tepung agi." Ucap Keanu antusias

"Telus ntal tita puna uang banak," Timpal Tiara

"Tita itung yu," Ajak anu

Mereka mulai mengitung jari-jari, seperti benar-benar menghitung saja. Pelafalan kata saja masih belepotan, ini sok-sokan berhitung. Alhamdulillah, aku dianugerahi anak yang benar-benar menggemaskan

 

"Tatu"

"Epat"

"Tepuluh"

"Uwa"

"Tatu"

"Jadi berapa?" Tanyaku

Anu mulai mengangkat tangan, ingin menjawab apa yang aku tanyakan, "anu anu tau ma ..."

"Dadi banak holeeeee." Soraknya sembari tepuk tangan

"Ala ala duda tau ma,"

"Berapa?"

"Banak tekali holeeeee" mereka bertepuk tangan, PD sekali  dengan ucapannya. Aku bangga melihat  kedua anak ini.

"Yakin anak-anak mama ... Kuat ga jajan tiga hari?" Godaku ke anak-anak. Muka mereka yang asalnya sumringah berubah jadi mesem. Nunduk untuk berfikir sembari memainkan ibu jari kakinya

"Ndak tau ma ... tita ihtial aja la." Ucap Tiara lirih

DEMI DEWA YANG MENGARUNGI SUNGAI A****N, apa aku tidak salah mendengar. Tiara tau kata-kata ikhtiar dari mana

"Udah, jangan sedih. Mama mau beliin kalian tepung lagi tapi kalian harus nurut sama mama. Ga boleh nakal lagi."

"Jaji mama ... jaji tita bakalan nulut tama mamahna tita ya, nu" ucapnya semangat

Terus saling menautkan kelingking, mereka berdua cipika-cipiki juga. Perasaan aku yang membelikan mereka berdua. Mengapa aku yang jadi nyamuk?

"Masa mama ga di cium," ucapku dengan lesu

Akhirnya mereka menciumku. Tiara sebelah kiri dan Keanu sebelah kanan

Janji untuk mereka itu hanya sementara. Detik ini ya untuk detik itu juga, bahkan tidak untuk sepuluh menit sepertinya. Aku sudah paham dengan otak cerdik kedua anakku ini. Dulu bapaknya pernah berucap anakku lucu seperti bayi marmut, dan sekarang giliran ku yang berucap 'mereka cerdik seperti kancil'

***

"Aduh sayang itu baru aja mama beresin sayang, masa udah di sebar lagi?" Tanyaku ke mereka yang sedang duduk di tengah mainan yang begitu banyaknya

 

"Kan tadi mama tuluh tita main kan, ya tita main la ma." Ucap Tiara dengan bibir mungil yang mereka maju-maju kan

"Ya main kan ga harus di sebar kayak gitu mainan-nya nak." 

"Nati tita belesin mama, mama diam ja tini ... Bial ndak tape." Kali ini anu yang membuka suara

"Kalian yang udah  buat mama cape hari ini." Sahutku yang sama sekali tidak dituruti oleh kedua anakku. Aku duduk di tengah-tengah anak bawelnya papa Nunu yang sudah cantik dan ganteng bin harum itu

 

"Tita kan sehali main beldua kan mama ..." Elak tiara

Iyalah main berdua, tapi kan semua mainan aku yang membereskan. Mana mau anak-anak papa Nunu itu membereskan mainan sudah di acak-acaknya. Tadi saja, berkat ulah mereka, aku yang jadinya menyapukan bekas tepung yang berserakan di teras. 

 

"Tapi abis main ga di beresin lagi mainannya."

"Tadi anu mau belesin api udah di belesin mama, anu bukannya Ndak dentel ya ma ... api emang paktana ... telus tita mo main agi mama ..." Ucap anu. Ya lord. Tidak bisakah aku menang untuk sekali saja, anakku menurut apa yang aku katakan. Meski memang kadang tetap menurut padaku. 

 

"Janji ya kalian yang beresin."

"Iya ntal tita yang belesin api mama bantuin duda ya," ucap Tiara cengengesan

Heleh heleh. Benar-benar ini dua bocah. Sudahku tebak, ujung-ujungnya pasti aku lagi yang kena, aku juga yang membereskannya. Bukan aku yang membantu mereka tapi pure aku yang bakal beresin semua mainan itu.

.

.

Jujur ya part ini, membuatku gemas sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status