Share

Lamaran dari Oma
Lamaran dari Oma
Author: De Rossa

BAB.1

Terlihat semua orang mengenakan busana serba hitam di rumah mewah ini, tak terkecuali akupun juga memakai gaun hitam selutut waktu itu. Saat itu umurku masih tujuh tahun ketika diajak ketempat duka, aku hanya menatap orang orang di sekelilingku bersedih, yang aku tahu orang yang telah tiada itu adalah teman almarhum kakekku. Beliau orang yang sangat baik begitu pun juga dengan istrinya yang biasa ku sapa Oma Lia. Ku lihat Oma Lia duduk dengan pandangan kosong menatap jenazah suaminya yang berada di depannnya.

Selesai berdoa beberapa orang mulai mengangkat jenazah Opa Jun ketempat peristirahatan terakhirnya. Di sudut lain aku menangkap sosok anak laki laki mungkin lebih tua dariku, hanya melihat dari kejauhan tapi nampak jelas raut kesedihan dan bulir air mata yang jatuh ke pipinya. Dia seperti ingin mendekati kerumunan ini, tapi langkahnya selalu terhenti ketika ingin bergerak maju. Tak adakah yang sadar akan keberadaannya. Semakin jenazah Opa Jun menjauhi rumah, sosok anak laki laki itu semakin menangis menjadi jadi. Barulah ku lihat seorang wanita yang mungkin seumuran Mama saat ini memeluk dan menenangkan anak laki laki tersebut. 

*

"Wooyyyy..sadar Ingg..ngelamun terus kamu daritadi aku perhatikan,"ucap Uta.

"Sudah tiga kali di panggil juga,"Uta menarik sedikit rambutku.

" Nihh tugas menggambar dari Pak Jul, minggu depan harus selesai, besok tugas dari Bu Ika juga harus di kumpul, aaarghhh pusing aku Ingg banyak banget tugas kita."

Ku lirik sahabatku Uta, cepat atau lambat aku harus menceritakan ini ke Uta pikirku. Aku sengaja bolos kuliah hari ini, rasanya belajar hanya menambah beban di otakku sekarang.

"Ingg, kamu tumben bolos matkul (mata kuliah) Pak Jul hari ini?” tanya Uta kepadaku.

" Lagi males aku tuh Ta, ada masalah yang buat aku malessss tau."

"Masalah apa sih Ingg, bisa kelesss kamu cerita sama akyuuuu,"jawab Uta dengan nada di manja manjakan.

" Sono beli bakso sama es teh dulu, aku laper nunggu kamu setengah hari di kantin, nanti aku cerita,"

"Okeeeehh,, pesanan seperti biasa",Uta menjauh dari meja dan memesan makanan favorit kami.

Aku menghela nafas dengan berat, entah darimana aku akan mulai cerita. Uta kembali ke meja yang aku duduki sedari pagi. Dia memandangi dan mengangkat kedua alis matanya dengan antusias, pertanda dia siap mendengar keluhku.

"Sebelum ke inti cerita, kamu harus diam jangan terkejut apalagi teriak seperti biasa, kalau tidak aku gak mau lanjut cerita ke kamu ya Ta,"terdengar sedikit ancaman dari bicaraku. Uta hanya mengangguk pasti.

" Aku akan menikah Ta,"ucapku pelan tapi penuh penekanan. Entah ucapanku yang terlalu pelan atau Uta yang kadang memang loadingnya sedikit lambat, aku pun merasa gugup menunggu respon dari sahabat ku ini. Per sekian detik berikutnya, ku lihat ekspresi Uta dengan mata melotot ke arahku. Seakan tau dia akan menjerit, aku segera menutup mulut Uta dengan tangan.

Uta menggenggam tanganku, menurunkan perlahan tanganku yang menutupi mulutnya, ku lihat raut mukanya yang meyakinkakn bahwa dia tidak akan heboh. Lalu Uta berbisik.

"Kamu seriusssss Ingg?atau kamu ngerjain aku nih seperti sebelumnya?"selidik Uta.

" Aku serius Ta, kamu tau sendiri aku paling jarang bolos kuliah apalagi matkul Pak Jul kan,"ku coba meyakinkan Uta.

Mang Ujang lalu datang membawakan pesanan bakso dan es teh yang di pesan Uta tadi.

"Nihhh bakso urat untuk neng Ingga dan bakso telurrrrr untuk neng Uta, kalau gak kenyang Mang Ujang ada nasi ya,"kelakar Mang Ujang seperti biasa. Kami hanya tersenyum dan berterima kasih kepadanya.

" Kok bisaaa Ingg?dengan siapa?kita kan masih kuliah Ingg,"Uta dengan cepat mencerca pertanyaan demi pertanyaan.

"Akkhh aku gak percaya, kamu pasti bohongkan Ingg?”Uta masih kekeh mengatakan kalau aku berbohong.

" Hufffht, jangankan kamu Ta, akupun masih gak percaya dengan lamaran ini,"ucapku lirih.

Aku menyentuh sendok garpu yang ada di mangkok bakso, tidak ku makan hanya memainkan mie yang ada di dalam mangkok. Uta masih menungguku untuk bercerita lebih lanjut.

"Sabtu kemarin aku di lamar, sebenarnya belum dapat keputusan dari aku Ta, cuma aku juga tidak bisa menolak langsung lamaran itu."

"Papa dan Mama juga menyerahkan semua keputusan di tanganku. Karena ini menyangkut hidupku sendiri."

"Kenapa gak kamu tolak langsung Ingg?terus siapa calonnya?" Tanya Uta penasaran.

"Aku tidak enak kalau harus langsung menolaknya Ta. Terpancar harapan di mata Oma ketika meminta aku menjadi menantu cucunya. Lagipula beliau meminta aku untuk bertemana dulu dengan cucunya. Tentang calonnya dia adalah cucu pemilik showroom mobil PT. Amelia Jaya Ta". Jawabku sedikit berbisik dan mendekatkan kepala ku ke arah mukanya, malu kalau terdengar anak anak yang nongkrong di kantin ini. Ku lihat Uta menutup mulutnya, raut mukanya tak kalah terkejut.

Handphoneku bergetar dan terdapat nomor asing di layarnya, hanya ada sebelas digit saja. Jarang sekali jaman sekarang orang menggunakan nomor seperti itu. Apakah ini nomor penipu seperti biasa atau hanya orang iseng saja pikirku. Tapi nomor yang berderet sangatlah cantik dan cukup mudah untuk di ingat. Yasudah coba saja ku angkat, kalaupun penipu akan langsung ku matikan.

"Ya, Halo,"ucapku tegas.

" Kamu Ingga kan?"terdengar suara berat seoarang pria di sebrang telepon.

"Ya betul, saya Ingga",ucapku singkat. Hening sesaat di sebrang telepon.

" Ini aku Bagas, Ngga,"jawaban dari sebrang telepon sontak membuatku kaget dan membuat jantung ini berpacu sedikit lebih cepat.

" Kamu pasti sudah dengar dari Oma, hari ini aku harap kita bisa bertemu dulu, bisa?"

"Emhhhh, bisa Mas, jam berapa?"entah kenapa aku menjawab pertanyaannya dengan cepat. Antara otakku yang tiba tiba blank atau karena gugup jadi aku menjawab tanpa berpikir dahulu.

"Jam tiga sore ini, tolong kerumahku saja. Maaf aku belum bisa untuk pergi keluar."ucapnya tenang namun ada sedikit getaran di nada biacaranya tadi.

" Oke, baik Mas." Telepon kami pun terputus setelah aku selesai berbicara.

"Wuihhhh mau ketemu calon nihhh," Uta mulai meledekku. Ku ambil sebuah pentol bakso lalu ku masukkan ke mulut Uta, agar dia tidak melanjutkan ledekkannya. Kami melanjutkan obrolan kami yang tertunda lalu berpamit pulang, hari sudah menunjukkan pukul satu siang. Aku harus segera pulang lalu bersiap siap untuk kerumah Oma Lia sekaligus tempat tinggal Mas Bagas.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status