Share

KEPUTUSAN

Cahaya memulai dengan segelas air putih sebelum berbicara,”Oke, gua tuh bingung tau, kuliah kan dua minggu lagi ujian, terus kalau latihan kompetisi emang cukup dua minggu?”

“Kalau ragu-ragu mending gausah, buang-buang duit, buang-buang waktu, nyusahian brian yang ngelatih lu!”

“Elu yakinin diri lu, bikin keputusan matang.”

“Katanya lu nggak mau ngabisin uang buat nongkrong kagak jelas, ini kesempatan buat lu ngebuktiin.”

“Gitu aja bingung, aneh lu.”

Ucapan to the point di sampaikan alex yang mengejutkan cahaya.

“Alex, sumpah mulut lu nggak punya saringan apa,” miya mulai geleng-geleng.

“Alex benar juga sih, tetapi nggak gitu juga kali. Sekalinya ngomong nyakitin,” yulia ikut-ikutan.

Cahaya menanyakan kepada brian.

 “Brian, pendaftarannya gimana? Buka pendaftaran kapan? Batas pendaftaran kapan?”

Brian menyuruh miya untuk mengeluarkan handphone menjunjukkan feed I*******m official account penyeleggara. Miya menginformasikan,” nih batas akhir tanggal 10 februari 2019.”

Yulia terbangun dari meja, mengambil kalender yang terletak di dekat kasir,

 “nih lihat, sekarang hari sabtu tanggal 2 februari. Ujian kan satu minggu dari tanggal 11 sampai 16 februari hari sabtu.”

“Oke, berarti gua punya waktu dari tanggal 17 februari sampai 1 maret buat latihan sama lu, aya,” ucap brian dengan penuh semangat.”

“Pendaftaran di buka mulai hari ini, kalau mau daftar dari sekarang aja, daripada nunggu-nunggu.keburu penuh”

“Kalau sekarang, jadi lu nggak kepikiran lagi soal pendaftaran, jadi lu tinggal ngelarin persiapan ujian semesteran, ngerjain tugas, abis itu baru urusin persiapan lomba.”

“Abis lomba kita susun liburan, ntar gua cari destinasi wisata yang paling oke.”

Yulia lagi-lagi mengungkapkan semangatnya membantu cahaya untuk bangkit dari hidupnya yang sempat terpuruk.

POV Brian

Gua langsung masuk ke dalam meja bar, mengambil tas pribadi. Gua ngeluarin dua bungkus beans lokal berukuran 250 gram yang baru di beli kemarin, dan masih tersegel rapi.

“ Gua punya dua kopi nih.”

“Kita buka satu, ini ada kopi dari daerah jawa barat garut papandayan, tingkat kematangan tidak terlalu gelap (Light roast), profile paska panen natural process. Kita cupping bareng-bareng, baru kita suruh cahaya bikin sekaligus ajang unjuk gigi dia buat berani tampil di depan umum.

“Gua dengan pedenya nyuruh cahaya latihan meskipun gua sendiri bingung ngelatihnya gimana? Cahaya kan introvert malu sama orang lain. BODO AMAT LAH, gua pasti bisa mentoring dia sampai berani tampil,” bergumam dalam hati sambil tangan menyiapkan alat, dan bahan untuk cupping.”

“Nih, udah selesai tinggal tunggu 4 menit.” Gua mengakhiri, dan kembali ke mereka semua.

POV Cahaya

Aku bingung sebenarnya, kan barusan aja bimbang mau gimana? Mau main gila aja udah, tetapi belum siap sih. Aku pun tetap diam saja melihat semua orang disini sedang serius membantu ku.

POV Miya

Gua colek alex, “Lex, kita nggak sadis ‘kan?”

“Nggak lah. Gua yakin.”

Gua yang bingung sebenarnya, terkesan memaksa cahaya untuk ikut. Dua minggu lalu gua dapet kabar kalau ada kompetisi di salah satu kedai baru di daerah kemang Jakarta selatan. Kebetulan teman gua yang pernah satu bar kerja disana.

Awalnya gua ngomong ke alex, dan akhirnya alex bilang sama brian kalau sebaiknya cahaya di suruh partisipasi. Awalnya si brian nggak mau takut cahaya kuliahnya berantakan. Namun, alex lagi-lagi meyakinkan brian kalau cahaya bisa kalau di paksa.

Lantai 1

Brian membawa dua gelas plastik, yang berisi lima sendok cupping, dan dua sendok biasa.

Dia menunjukkan fungsi kedua gelas itu, “Satu gelas diisi air panas, untuk mebilas sendok, satu gelas lagi untuk membuang ampas yang akan di pisahkan.”

“Cahaya, lu langsung praktekin cara nge-break(memisahkan ampas kopi) yang harus di pisahkan untuk memudahkan saat di cicipi” ujar brian.

Cahaya langsung mendekati gelas, dan memulai aksinya dengan mengambil dua sendok yang di pegang kedua tangannya, tangan kanannya menyusuri sisi gelas dengan cara memutar dari sisi atas hingga memutari seisi gelas, dengan tangan kirinya sudah siap mengambil hasil pisahan ampas dari tangan kanan.

Tangan kanan, dan kirinya mulai mengambil semua ampas yang sudah terpisahkan.

“Gila, pinter banget lu misahinnya,” sahut miya. Keren lu, “gua aja belum tentu bisa kaya lu.”

“Jangan di puji, ntar gobloknya balik lagi,” alex memulai cari masalah.

“Diem dah, cahaya kan kaga fokus orangnya,” sambung yulia.

“Cahaya langsung pisahin tuh gelas ampas, sama sendok ampasnya. Terus gelas plastik ambil lima di bar.”

Brian mengakhiri ucapnnya, oh iya,”tissue jangan lupa.”

Cahaya mengambil semua yang di instruksikan brian. Dia pun memulai kegiatan cupping yang bertujuan mengetahui karakter asli dari kopi tersebut, sebagai acuan rasa ketika di seduh menggunakan alat seduh manual.

Cahaya memulai dengan mengambil sendok cupping, mencelupkannya ke gelas berisi air panas kemudian di lap dengan tissue, kemudian ia mengambil kopi di cangkir menggunakan sendok, lalu di minum dengan sendok sampai terdengar suara,”sluurrp”

“anjir, ini enak kopinya gua bisa nggak ya bikin rasanya sama?” cahaya mulai tidak pede.

“Udah tau kan rasanya, lu icip lagi dua sampai tiga kali minum, jangan lupa sruputnya yang benar biar semua rasanya terasa sampai langit-langit.”

Brian lagi-lagi memberi instruksi yang membuat cahaya panik.

Cahaya pun melakukannya lagi, dan cahaya langsung menuju meja bar tanpa di suruh brian.

“Bagus, udah paham apa yang harus di lakuin, lu langsung persiapkan alat-alat ya, langsung bikin kopinya.”

Brian mengajak miya, alex, dan yulia untuk cupping. Mereka pun mencicipi di awali brian, miya, alex, dan di akhiri yulia.

 Sebelum yulia mencicipi, ia mendapat saran dari miya, “kalau nggak kuat lu buang aja cuy, itu ada gelas plastik kosong. Takutnya lu mual pen muntah.”

“Nggak lah, gua udah kuat gara-gara kelamaan main sama kalian,” Yulia mengakhiri,

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status