Share

Lara dan Jingga
Lara dan Jingga
Author: Sebtian Dwi P

Prolog

Diantara detikkan jarum jam, Ralin masih setia menunggu nama Arga dipanggil. Debaran jantung keduanya tak bisa disembunyikan, raut wajahnya gelisah. Jemari Ralin mencoba menyembunyikan semuanya dengan menyentuh ponsel pintarnya. Menunduk, menyembunyikan kegelisahan. Sudah hampir satu jam mereka menunggu bapak penjaga tata usaha kampus kembali menyebutkan nama Arga. Hari ini seharusnya Arga mendapatkan surat keterangan lulusnya, mendapatkan surat bahwa dia telah meraih gelar sarjana. 

            Seorang kakak tingkat mendekat, duduk di samping Arga dan mengajaknya berbincang. Membicarakan topik politik hangat meski bukan sesuatu yang menarik Arga dengar, tapi dengan seksama Arga mengikuti alur pembicaraan. Mereka asik berbincang, entah apa yang mereka diskusikan, tapi Ralin memilih untuk tidak mendengarkan. Politik bukan sesuatu yang ingin Ralin dengar, bahkan dia sangat membencinya. Bukan berarti dia tidak peduli pada negara ini, hanya saja Ralin tipe perempuan yang bertekad naik dengan prestasi untuk bisa melawan tikus bedasi. Ralin bangkit mengambil majalah di samping kursi, tangannya langsung membuka bagian cerpen dan membacanya dengan seksama.

"Arga Wijayanto?" panggil bapak penjaga tata usaha. 

Ralin menutup majalahnya dan bangkit, sama halnya dengan Arga, dia mengambil sebungkus plastik berisi sekotak kue lapis dan memberikan kepada bapak penjaga tata usaha dengan senyuman, "Terimakasih Pak."

Bukan kue untuk memberikan suap, tapi memang bapak penjaga tata usaha memesan sekotak kue pada Arga sejak pagi tadi.

Selembar surat keterangan lulus dengan tulisan  Arga Wijayanto, S. M telah di tangan Arga. Ralin menghembuskan napas lega, akhirnya Arga bisa lulus dengan nilai sangat baik. 

"Alhamdulillah, akhirnya aku lulus ya Lin." 

Arga tersenyum bangga dengan kertas yang dia pegang, begitu juga dengan Ralin, menatap dengan wajah berbinar. Akhirnya Ralin berhasil menemani suka duka Arga sampai dia mendapatkan surat keterangan lulus.

"Kayanya habis ini aku enggak bakal ke rumah kamu lagi, urusanku sudah selesai."

Deg. Seketika jantung Ralin seolah sakit seperti dihujam ribuan jarum yang membuat nafasnya tercekat. Namun semua itu tersembunyi dalam senyum Ralin yang tegar. Kalimat itu, ucapan Arga itu yang Ralin takutkan. Setelah ini semuanya akan selesai, dia takut setelah Arga tidak lagi bergantung kepadanya, semuanya akan selesai, mereka tidak lagi dekat dan menjadi orang asing. Bahkan mungkin tidak lagi saling mengenal satu sama lain.

Tanpa Ralin sadari dia meneteskan air mata, begitu sakit dan perih yang Ralin rasakan. Dia memalingkan wajah mengusap cepat air mata yang keluar tanpa diminta. Kalimat itu terus teriang di kepala Ralin, mengisi memori kosong di dalam otak Ralin dan mengobrak-abrik seluruh isi hatinya. Ralin ingin berteriak marah, tapi siapa dia? Ralin sangat kecewa, tapi apakah Arga memahami kekecewaan yang Ralin rasakan? Hanya bulir air mata yang mampu menggambarkan itu semua, rasanya campur aduk dan tak tertahankan. 

Apakah ini sebuah perasaan dinamakan cinta? Ralin tak tau persis arti cinta itu apa, tapi yang jelas dia hanya mengetahui jika dia sangat peduli dengan Arga dari ujung kepala hingga ujung kaki. Semua yang Arga suka dan semua yang Arga tidak suka, Ralin menyukai semuanya. Bahkan dalam waktu singkat Ralin menyelesaikan semua permintaan Arga dengan ketulusannya. Sayangnya, Arga mengucapkan kalimat yang Ralin benci, kalimat yang seharusnya tidak Arga ucap.

Hembusan angin menerpa wajah Ralin, matanya menatap lurus, dia biarkan air matanya kering sementara, dia biarkan lukanya menguak tanpa tangis seenggukan. Di atas motor dalam boncengan Arga, Ralin mencoba kuat, mungkin ini adalah terakhir kali Arga membonceng Ralin, karena semua urusan dan kedekatan mereka selama ini telah usai.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status