LOGINDi halaman belakang rumah mewah dan megah ini, nampak beberapa orang berkumpul bersama. Rupanya Chiko tengah mengadakan pesta di kediamannya. Kembali Kalandra dibuat tak nyaman melihat orang-orang yang hanya mengenakan pakaian minim. Para wanita mengenakan bikini, sementara para pria mengenakan segitiga pengaman saja.
Untuk sesaat Kalandra hanya bertahan di tempatnya. Dia tidak tauhu bagaimana rupa Chiko. Orang-orang yang ada di halaman belakang sibuk dengan urusannya masing-masing. Mata Kalandra mencari orang yang bisa ditanya olehnya. Pria itu segera menyingkir ketika dua orang yang tak jauh darinya tengah asik beradu bibir. Bunyi decapan mereka bahkan sampai terdengar ke telinganya. Beruntung ada seorang pelayan melintas di depannya. “Maaf, kalau Pak Chiko di mana?” Pelayan pria itu mengedarkan pandangannya sejenak. Kemudian tangannya menunjuk sebuah kursi santai di mana terdapat sepasang pria dan wanita tengah bercumbu. Kalandra menarik nafas panjang sebelum mendekati kursi santai tersebut. Di sana, Chiko sedang asik mencumbu seorang wanita. “Ehem.. Pak Chiko,” panggil Kalandra. Panggilan Kalandra yang tidak terlalu kencang tentu saja tidak terdengar oleh Chiko. Terlebih dia sedang tenggelam dalam birahinya. Sang wanita yang duduk di pangkuannya terus mengunci kesadarannya. Wajah Chiko terbenam di antara dua bukit kembar sang wanita yang tidak tertutup apa-apa. “Pak Chiko!” Kalandra terpaksa meninggikan suaranya dan upayanya kali ini berhasil. Perhatian Chiko langsung beralih padanya. “Saya mengantarkan paket.” “Taruh saja di meja,” jawab Chiko singkat. Pria itu melanjutkan cumbuannya yang sempat terjeda. Tanpa berlama-lama, Kalandra segera menaruh paket di atas meja kemudian segera berlalu dari sana. Sambil mengendarai sepeda motornya, Kalandra terus mengumpat dalam hati. Kenapa hari ini dia begitu sial. Terjebak dalam situasi yang membuatnya canggung. Selama ini dia hanya melihat dunia hanya dari satu sisi saja. Di sekelilingnya penuh dengan orang-orang yang berjuang mati-matian. Berjuang mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, berjuang melawan penyakit yang dideritanya dan berjuang menyelamatkan nyawa pasien. Melihat orang-orang yang menjalani hidup dengan santai dan membuang-buang waktu, baru kali ini dilihatnya. Waktu sudah hampir jam setengah sembilan malam. Kalandra harus bergegas menemui Heri kemudian menjemput Alya di rumah sakit. Seperti biasa jika Nabila masuk rumah sakit, Kalandra akan berjaga di rumah sakit saat malam hari. *** Alya berjalan keluar dari pelataran parkir rumah sakit Medika Pratama. Sekitar sepuluh menit yang lalu Aruna, adiknya datang bersama kekasihnya. Dia bisa menitipkan Nabila sebentar pada mereka sebelum Kalandra menggantikannya. Sebelum kembali ke rumahnya, lebih dulu Alya membeli makanan untuk dirinya dan suaminya. Dia tahu pasti Kalandra belum makan malam. Sambil membawa bungkusan berisi makanan, wanita itu memasuki gang di mana rumahnya berada. Lampu di rumah sudah menyala ketika dirinya tiba. Kalandra memang selalu menyalakan lampu sebelum pergi. Alya segera masuk ke dalam rumah. Setelah memindahkan makanan ke piring, wanita itu memilih membersihkan diri lebih dulu. Dari arah depan gang, sebuah sorot lampu motor nampak mendekat. Kalandra memutuskan pulang dulu ke rumah sebelum pergi ke rumah sakit. Dia ingin berganti pakaian lebih dulu. Sesampainya di depan rumah, pria itu segera masuk ke dalam usai memarkirkan motornya. Pria itu terkejut saat tahu pintu rumah tidak terkunci. “Sayang,” panggilnya. “Iya Mas,” jawab Alya keluar dari kamar mandi. Tubuh wanita itu sudah terbalut daster berbahan katun. Pakaian dinasnya sehari-hari. “Loh, kok kamu udah pulang? Nabil sama siapa?” “Ada Aruna sama Ricky. Mas udah makan?” “Belum.” Alya dengan cekatan mengambil segelas air dingin untuk suaminya. Wajah Kalandra nampak lelah setelah bekerja seharian. Kalandra duduk di kursi tamu kemudian meneguk minumannya sambil habis. Alya mendudukkan diri di samping suaminya. Dia berinisiatif memijat pundak suaminya. “Mas pasti capek banget.” “Lumayan.” “Makasih ya Mas, sudah bekerja keras untuk ku dan Nabil.” Alya memeluk Kalandra dari belakang. Wanita itu benar-benar merasa beruntung mendapatkan suami yang baik dan bertanggung jawab seperti Kalandra. Mereka sudah saling mengenal sejak SMA. Kalandra adalah Kakak kelas Alya. Mereka bertemu lagi saat berkuliah di kampus yang sama. Di sanalah akhirnya mereka mulai menjalin asmara sampai akhirnya Kalandra mengajak Alya menikah setelah wanita itu menyelesaikan studinya. “Sudah kewajiban ku, sayang. Oh ya..” Kalandra memutar dulu tubuhnya sebelum melanjutkan pembicaraan. Dia mengeluarkan semua uang hasil pendapatannya hari ini, kecuali uang hasil pengiriman paket. Dia takut Alya bertanya terlalu banyak dan dia tidak bisa menjawab pertanyaan. Rencananya uang hasil pengiriman paket akan langsung didepositokan ke rumah sakit olehnya. “Ini penghasilan hari ini.” Kalandra mengeluarkan uang hasil mengojek, uang pemberian rekan-rekan ojolnya dan uang hasil membantu pindahan dari Suherman. Total uang yang diberikan olehnya sebanyak lima ratus ribu rupiah. “Pendapatan ojek hari ini dua ratus ribu. Ini yang tiga ratus, sumbangan dari teman-teman untuk pengobatan Nabil dan yang dua ratus dari Bang Suherman. Mas tadi membantu tetangganya pindahan. Abang pakai dua ratus. Seratus buat makan dan beli bensin. Seratus lagi buat bekal besok.” “Ya Allah, Mas.” Alya menerima uang pemberian suaminya penuh rasa syukur. Dia memeluk Kalandra dengan mata berkaca-kaca. Kalandra melingkarkan kedua tangannya di punggung Alya. Menghirup aroma tubuh istrinya membuat semua rasa letihnya menghilang. “Mas mau makan dulu?” “Aruna dan Ricky sampai jam berapa di rumah sakit?” “Aku sudah bilang mereka di sana sampai Mas datang.” “Kalau gitu, boleh dong Yang. Sebentar aja ya?” Melihat dan mengalami kejadian yang membuat dirinya panas dingin, Kalandra perlu pelampiasan. Beruntung dia sudah memiliki istri, tempatnya untuk melampiaskan hasrat. Tahu apa yang diinginkan suaminya, Alya hanya menganggukkan kepalanya saja. Kalandra menarik tengkuk Alya kemudian melabuhkan ciuman di bibir ranum istrinya. Awalnya Kalandra memberikan ciuman yang lembut dan tidak tergesa-gesa. Namun semakin dalamnya pertautan bibir mereka, bibirnya semakin intens menyapu, menyesap, memagut dan melum*t bibir Alya. Tangannya juga mulai menggerayangi tubuh istrinya. Cumbuan di antara keduanya semakin intens. Keduanya sudah tenggelam dalam birahi yang mereka ciptakan sendiri. Suara decapan memenuhi seisi ruangan. Terkadang bibir Kalandra berada di leher Alya dan memberikan sesapan yang meninggalkan tanda kepemilikan di sana. Sebuah desahan lolos dari mulut Alya, membuat Kalandra semakin bernafsu. Pria itu bangun dari duduknya. Sambil menggendong sang istri, pria itu memasuki kamarnya. Pelan-pelan dibaringkan tubuh Alya di atas kasur yang tidak memakai ranjang. Pria itu melepaskan daster yang dikenakan Alya disambung dengan melepaskan bagian yang masih tersisa. Kini dia bisa melihat tubuh molek istrinya yang tidak mengenakan apapun lagi. Puas memandangi tanpa adanya rasa takut. Alya bangun kemudian mengalungkan kedua tangannya ke leher Kalandra. Wanita itu sudah tidak sabar untuk memulai percintaan dengan suaminya. Kalandra melepaskan kaos yang membungkus tubuhnya. Dada bidang dan perut ratanya langsung terpampang di hadapan sang istri. Walau tidak pernah fitness, namun tubuh Kalandra masih tetap terjaga karena pria itu rajin berolahraga setiap hari. Biar pun hanya melakukan jogging, push up, sit up atau pull up saja. Alya membantu Kalandra membuka celana yang dikenakannya. Begitu wanita itu melepaskan segitiga pengaman milik suaminya, senjata pusaka Kalandra yang sudah mengeras langsung mencuat keluar. Sambil menciumi bibir suaminya, Alya memegang dan merem*s b*tangan kenyal suaminya. Cukup dengan cumbuan, keduanya akan masuk ke permainan inti. Alya berbaring pasrah di atas kasur. Kalandra memposisikan dirinya di atas Alya. Perlahan namun pasti pria itu memasukkan senjata pusakanya ke lembah nirwana kesukaannya. Keduanya langsung tenggelam dalam kabut gairah. Saling berusaha memuaskan satu sama lain diiringi oleh deru nafas yang bersahutan dengan suara desah*an dan lenguhan. Tubuh Kalandra terus bergerak di atas Alya, memberi penetrasi yang sudah membuat istrinya merasakan gelombang hangat. Punggung pria itu sudah lembab oleh keringat akibat aktivitas panas mereka. Estimasi waktu sepuluh menit untuk sesi percintaan mereka ternyata harus diperpanjang. Pelukan di punggung Kalandra semakin erat ketika untuk kedua kalinya Alya dihempas gelombang kenikmatan. Kalandra mempercepat ritmenya hingga akhirnya terdengar erangannya ketika pria itu sampai ke puncaknya. Melepaskan cairan kentalnya ke dalam rahim sang istri. Kalandra mengakhiri percintaan mereka dengan sebuah ciuman di kening istrinya.“Papa.” Suara si kecil Nabila langsung terdengar ketika Kalandra memasuki ruang rawat inap di mana anaknya berada. Ruang kelas dua ini dihuni oleh empat pasien dan semua bed sudah terisi. Kalandra mendekati ranjang putrinya kemudian mendudukkan diri di samping ranjang. Sebelumnya dia mencium dulu kening anaknya. “Mama mana, sayang?” Hanya gelengan kepala yang diberikan Nabila. Kalandra meraih tangan kecil putrinya. Hatinya miris melihat jarum suntik yang menancap di kedua lengan anaknya. Satu jarum infusan dan satu lag jarum trasfusi darah. Diraihnya tangan Nabila kemudian mengecup punggung tangannya. “Pa, kapan Nabil pulang?” “Nanti kalau Nabil sudah sembuh. Nabil yang sabar ya.” “Nabil kangen sama Puput.” Puput adalah teman main Nabila. Rumahnya hanya berjarak tiga rumah saja dari kediaman Kalandra. Hampir setiap hari Puput juga menanyakan tentang Nabila. “Puput juga kangen sama Nabil. Kalau keadaan Nabil sudah sehat, Nabil bisa pulang dan bermain dengan Puput lagi.” Sebuah
Di halaman belakang rumah mewah dan megah ini, nampak beberapa orang berkumpul bersama. Rupanya Chiko tengah mengadakan pesta di kediamannya. Kembali Kalandra dibuat tak nyaman melihat orang-orang yang hanya mengenakan pakaian minim. Para wanita mengenakan bikini, sementara para pria mengenakan segitiga pengaman saja. Untuk sesaat Kalandra hanya bertahan di tempatnya. Dia tidak tauhu bagaimana rupa Chiko. Orang-orang yang ada di halaman belakang sibuk dengan urusannya masing-masing. Mata Kalandra mencari orang yang bisa ditanya olehnya. Pria itu segera menyingkir ketika dua orang yang tak jauh darinya tengah asik beradu bibir. Bunyi decapan mereka bahkan sampai terdengar ke telinganya. Beruntung ada seorang pelayan melintas di depannya. “Maaf, kalau Pak Chiko di mana?” Pelayan pria itu mengedarkan pandangannya sejenak. Kemudian tangannya menunjuk sebuah kursi santai di mana terdapat sepasang pria dan wanita tengah bercumbu. Kalandra menarik nafas panjang sebelum mendekati kur
GUK! GUK! GUK! Kalandra meloncat ke belakang ketika seekor anjing yang menyambut kedatangannya. Tak lama kemudian seorang pria mengenakan pakaian security bergegas mendekat. “Cari siapa, Mas?” tanyanya dari balik pagar. “Mau antar paket buat Bu Dini, Pak.” “Masuk aja, Mas.” Pria itu segera membukakan pintu gerbang. “Motor saya aman di taruh di sana, Pak?” “Aman. Cepat masuk.” Kalandra berjalan cepat melintasi pekarangan rumah yang lumayan luas. Anjing yang tadi menyambutnya sudah dibawa kembali ke kandangnya. Sesampainya di depan pintu rumah, seorang asisten rumah tangga membukakan pintu untuknya. “Silakan masuk, Mas.” “Bu Dini nya mana?” “Mbak Dini di kamarnya. Mas disuruh langsung ke kamarnya aja.” “Hah? Ngga enak, Bi. Mbak Dini nya suruh keluar aja.” “Ngga apa-apa, Mas. Ngga ada siapa-siapa di rumah ini. Mas langsung naik aja ke lantai dua. Kamarnya yang dekat tangga.” Dengan perasaan kikuk, Kalandra menaiki anak tangga. Langkahnya terasa begitu berat
“Kamu siapa?” Sebuah suara lembut menyapa indra pendengaran Kalandra. Pria itu memberanikan diri melihat pada wanita di depannya. “Paket untuk Vicko.” “Sayang.. ada paket untuk mu!” teriak wanita itu sambil melihat ke arah dalam. “Ambil aja, sayang!” terdengar jawaban dari dalam. “Sudah dibayar, Mas?” “Sudah.” Kalandra menyerahkan dus kecil di tangannya. Sepertinya wanita itu tidak tahu kalau paket yang dipesan kekasihnya berisi barang haram. “Terima kasih,” ucap wanita itu seraya melemparkan senyum manis. “Sama-sama.” Kalandra bergegas meninggalkan kamar tersebut. Dia tidak nyaman melihat wanita yang menyambut kedatangannya. Sebagai pria normal, melihat penampilan wanita tadi sunggguh menggoda iman. Usai mengantarkan paket kedua, Kalandra bermaksud kembali dulu ke rumahnya. Dia ingin beristirahat sejenak. Membantu Herlambang tadi cukup menguras tenaganya. Kendaraan roda dua milik Kalandra berbelok memasuki sebuah gang kecil yang tepat berada di samping rumah sakit tempat
“Kamu tidak perlu tahu apa paketnya, yang penting bayarannya besar. Kalau sehari kamu bisa antar empat paket, kamu akan dapat dua juta. Gimana? Tertarik?” Sejenak Kalandra berpikir. Hanya mengantar empat paket, dia mendapat bayaran besar. Tidak butuh otak pintar baginya untuk menebak apa isi paket tersebut. “Kalau kamu bersedia, kamu bisa mengambil jatah ku hari ini. Besok aku akan mencoba mencari slot untuk mu. Gimana?” Ada keraguan dalam benak Kalandra. Uang yang ditawarkan sepadan dengan resiko yang ditanggung. Namun saat ini dirinya juga dalam keadaan terdesak. “Tapi aman kan?” “Aman. Kita mengantarkan ke alamat pemesannya langsung. Bentuknya juga seperti paket biasa, jadi ngga akan ada yang curiga.” “Oke, aku mau.” Walau resikonya sangat besar, namun akhirnya Kalandra memutuskan untuk mengambil pekerjaan tersebut. Jumlah bayarannya yang menjadi bahan pertimbangan. “Kirim paketnya mulai dari siang, satu-satu. Kamu narik aja dulu. Nanti aku kabarin kalau paketnya sudah si
Kalandra berlari mengikuti brankar yang membawa tubuh putrinya. Sang anak segera dilarikan ke IGD rumah sakit ketika mengalami kesulitan bernafas. Alya, sang istri terus saja menangis melihat kondisi anaknya. Mereka dilarang masuk lebih jauh ketika brankar memasuki ruang tindakan. Dari balik kaca pintu, keduanya memandangi dokter yang tengah menangani Nabila. “Mas.. Bila akan baik-baik aja kan?” tanya Alya di tengah isaknya. “Sabar, sayang. Kita berdoa aja.” Sambil terus memeluk bahu istrinya, mata KalanNdra menatap ke ruang tindakan. Nampak dokter tengah memasangkan alat bantu pernafasan pada Nabila. Hatinya merasa tercabik-cabik melihat kondisi putrinya yang baru berusia empat tahun harus berjibaku dengan alat medis. Kalandra, pria berusia 29 tahun itu menikah dengan Alya yang berbeda dua tahun darinya, lima tahun yang lalu. Merasa sudah mapan setelah mendapatkan pekerjaan usai lulus kuliah, Kalandra yang waktu itu berusia 24 tahun menikahi Alya yang baru menyelesaikan kuliah







