Tidak lama setelah kepergian teman-teman dari kantor, tante Rini datang dengan om Gustaf.Ganis dipeluknya, terlihat sarat dengan rasa kangen dan haru secara bersamaan. Rini melihat wajah Ganis dengan uraian air mata, kemudian memeluk kembali dengan erat. "Maafkan Tante, maafkan Prana juga Nis." bisiknya, parau.Ganis melepas pelukan dan tersenyum. "Tante tidak salah, hanya ponakan Tante ini yang memang bodohnya sejagat raya. Main asal tuduh, tanpa mencari dulu kebenarannya." Ganis memelototi Prana dengan gemas. Tapi sudah tidak ada kemarahan di sorot matanya.Rini jadi tergugu dengan sikap Ganis. Ia jadi tersenyum, melihat Prana yang sedang menatap istrinya dengan sejuta cinta di manik mata, "Aku ingin melihat anakmu, Nis. Prana sudah menceritakan gimana tampannya anak itu.""Mirip siapa, coba? Suka memuji diri sendiri." ungkap Ganis, meledek suaminya yang kepedean.Ia menyalami om Gustaf yang tersenyum padanya. "Apa kabar, Om?" sapanya."Baik, Nis." tatapnya. "Cinta Prana sama kamu
Pagi yang sangat cerah, Prana sudah membuka gorden hingga sinar matahari masuk menghangatkan ruangan. Dia melihat istrinya, masih meringkuk di sofa dengan mata terpejam. Sama sekali tidak terusik oleh cahaya yang sudah terang benderang. Prana hanya tersenyum, membiarkan Ganis memuaskan tidurnya.Gagah sudah tampak rapi, karena Prana sudah mengelap tubuh dan mengganti pakaiannya. Terlihat sudah sehat."Mami beum banun Papi, banunin gih." tunjuk Gagah ke maminya."Biarin aja, kemarin mami sangat capek. Jadi, perlu banyak tidur.""Mami, kalau ndak dibanunin, ngak banun-banun. Gagah cuka diculuh eang banunin mami.""Gimana cara Gagah bangunin mami?" tanya Prana penasaran."Cium bibilna" tunjuk Gagah, ke bibirnya yang mengerucut.Prana tertawa. 'Kok sama, ya?' pikirnya, merasa tergugu."Papi cium mami, bial banun.""Mau sama Gagah atau sama Papi?""Bocan ah cama Gagah teus, gatian cekalang cama Papi aja."Ya, ampun! Prana benar-benar gemas dibuatnya. Namun, dia mengikuti juga saran anakny
Ganis menggeliatkan tubuhnya, yang terasa sakit dibagian-bagian tertentu. Ia baru menyadari kalau seharian kemarin sampai semalam, ia terus digempur oleh suaminya. Tubuh keren Prana seolah tidak mengenal lelah, sangat kuat tidak terbantahkan."Sudah bangun?" sapa Prana dengan senyum yang memikat."Kamu kejam, membuat tubuhku sangat lemas dan sakit-sakit begini." keluh Ganis."Anggap saja itu hutangmu, di Puncak dan di sungai Mayon." gelak Prana spontan."Dasar!" Ganis memukul dada terbuka suaminya.Prana langsung mengambil tangan yang dipakai untuk memukul, lalu mencium Ganis sambil terus menatapnya. Ia merebahkan kepala di atas lengan, sementara rambut panjangnya tersebar, memunculkan wajah cantik alaminya. Prana seolah tidak merasa bosan untuk terus memandangi kelebihannya itu."Pran, aku lapar." Ganis menyentuh perut, yang mulai terasa perih."Kita pesan online saja, ya?" usul Prana. Ikut mengelus perut mulus istrinya."Pasti lama." Ganis menunjukan ketidaksabarannya."Sudah lapar
Semua merasa lega setelah lima hari Gagah di rawat, dokter menyatakan sudah sembuh dan boleh pulang.Anak itu sangat senang saat selang infus terlepas dari tangan. Langsung memeluk Prana, bergelayut, mengalungkan tangan di lehernya.Untuk sementara mereka tinggal di apartemen, sedangkan Naning ikut dengan Tante Rini. Saat keduanya sudah masuk kerja, Gagah dititipkan dulu ke eyangnya.Memasuki kantor seakan mendapat aura baru. Awalnya semua orang kaget dengan kenyataan, kalau Direktur Utama mereka sudah menikah dan punya anak. Lebih kaget lagi, saat mengetahui kalau istrinya tiada lain orang yang mereka kenal juga. Yaitu Ganis, wanita cantik dari divisi Site Engineer. Jadi terkenal namanya, hingga banyak yang memberi ucapan selamat.Ganis langsung disodori tugas oleh Mila, untuk menangani interior sebuah rumah besar di kawasan perumahan elite. Lokasinya tidak begitu jauh dari kawasan gedung perusahaan. "Nis, klien kita kali ini sepenuhnya menyerahkan pada ide kreatif kita. Tidak ada
"Nis, keruanganku, ya?" pinta Prana, saat Ganis mau meninggalkan ruang rapat."Ini soal kerjaan, kan?" tanyanya."Tentu saja, ini soal rumah besar yang sedang kamu kerjakan itu." jawab Prana, meyakinkannya.Ganis mengekor suaminya menuju lantai tiga, setelah bilang dulu pada Mila akan membicarakan proyek rumah besar itu dengan Prana.Saat masuk ke ruangan, sudah tidak merasakan aura dingin lagi. Siscka sekretaris Prana, tersenyum. Begitu mereka melewati mejanya.Menurut Ganis, Siscka terlihat semakin cantik dan bohaynya itu Lo. Ia saja yang sesama perempuan, merasa kagum akan keindahan bentuk tubuhnya.Prana menuntunnya untuk duduk di sofa, setelah ada di ruang kerjanya. "Ceritakan tentang rumah yang akan kamu kerjakan itu." pintanya, penuh minat"Kamu tampak berminat sekali pada proyek rumah ini?" Ganis menatap Prana yang duduk di sofa sebelahnya."Aku kira semua Proyek yang masuk ke perusahaan ini, akan selalu jadi perhatianku." jawab Prana kalem.Ganis menatapnya lagi "Rumah ini sa
Besok harinya, Prana membawa Ganis ke poliklinik kandungan. Hasil pemeriksaan, Ganis dinyatakan positif hamil."Selamat ya, Pak. Istrinya telah hamil enam minggu." kata dokter kandungan.Terlihat mata Prana berbinar, melihat pada layar USG. Betapa bahagia dirinya, sudah memiliki anak yang tahu-tahu sudah gede, dan sekarang Ganis mengandung lagi anak keduanya."Kandungannya sehat kan, Dok?" tanya Prana. Melihat pada dokter kandungan, yang sedang menggerakkan mouse untuk menunjukkan gambar bayi yang sama sekali tidak dimengertinya."Ini detak jantungnya, Pak. Sangat kuat sekali." Pandangan Prana kini terarah pada gambar di layar. Tampak seperti gelembung yang sedang berdenyut-denyut. Entahlah Prana melihatnya seperti itu."Memang belum kelihatan secara jelas, karena masih terlalu kecil. Bapak bisa lebih jelasnya nanti di USG 4D, tapi itu bisa dilakukan setelah bayi berumur sekitar 24 minggu. Itu pun, tidak boleh sering-sering. Lebih tepatnya, hanya untuk mendeteksi bila ada kelainan pad
"Bagaimana kamarnya, Nis?" tanya Prana, mengecup bahu istrinya. Tangan sudah mengitari tubuh Ganis, dari arah belakang.Mata Ganis diedarkan ke seluruh ruangan kamar. Rasanya tidak menyangka sama sekali, kalau kamar yang diciptakan olehnya itu, jadi kamar milik sendiri.Ganis memegang tangan Prana, menelengkan wajah, hingga berhadapan dengannya yang sedang menunduk. Mereka saling bertatapan, mengekspresikan rasa bahagia. "Terima kasih, Pran. Ini merupakan rumah impianku." Ganis memagut bibirnya dan Prana menyambut dengan segala rasa senang hati.Setelah melepaskan ciuman mereka, Prana berkata. "Terima kasih, Nis. Sudah dengan sabar menghadapi sikapku selama ini. Terima kasih juga, sudah mau mengandung dua anak kita, di rahimmu. Itu merupakan kebahagiaan yang sangat tidak terkira bagiku." Kemudian tangannya mengelus perut Ganis yang masih rata.Ia menggelinjang kemudian, saat tangan Prana tidak di tempatnya semula. Prana tertawa, meneruskan kenakalan tangannya. Membuat Ganis mencium b
Ganis menghampiri Prana yang sedang duduk di ruang keluarga. Kepalanya langsung menyusup di antara sela-sela tangan yang sedang memegang ipad-nya. Menaruh kepala di atas pangkuan dia.Tangan Prana langsung mengelus perutnya yang masih rata. "Aku ingin melihat perut ini membuncit. Aku melihat gambar-gambar wanita-wanita hamil, ternyata seksi juga, ya?""Apa?" Ganis merasa kaget."Ini lihat, aku sedang mencari tahu tentang bagaimana wanita hamil itu. Belum buka artikelnya sudah dikasih gambar-gambar seperti ini." tunjuk Prana pada layar benda canggih delapan incinya."Mau lihat artikel atau gambarnya?" selidik ganis.Prana jadi terkekeh. "Aku sih sejak tahu kamu hamil, sudah banyak baca-baca artikelnya. Hanya ingin tahu juga kalau wanita sudah hamil besar itu seperti apa.""Mulai kelayapan tuh imajinasinya." sindir Ganis."Yang aku bayangkan istriku sendiri, kok. Tadi kan aku bilang, gimana kalau perutmu sudah buncit. Pasti tidak akan kalah seksinya dengan foto-foto ini.""Mana ada peru