Share

Bagian 3 - Lumpuh

Awas Typo:)

Happy Reading ....

***

Akhirnya tepat selesai jam makan siang Mario baru bisa beristirahat, melelapkan diri di atas sofa panjang yang ada.

Pria itu belum sempat mandi, segala sudut isi kepalanya hanya diisi oleh Maria, Maria dan, Maria. Ia hanya ingin memastikan Maria tetap baik, tidak lagi kesakitan atau apalah sebutannya.

Well, Maria merasa inilah kesempatannya. Dia ingin menghubungi Regina, setidaknya mendengarkan suara sang sahabat yang ia cintai.

Argh sial! Maria belum tobat, bahkan tidak ada terbesit untuk tobat. Apakah bangunnya Maria akan menjadi bencana lagi untuk rumah tangga Regina? Jawabannya tidak tahu.

"Huh!" Sekarang ini lihat saja dulu apa aksi Maria di tengah lelap Mario.

Wanita dua puluh lima tahun itu sedang berusaha melangkah menuju sofa, mau tahu apa yang ingin ia ambil? Benar, ponsel Mario.

Kurang ajarnya takdir adalah, kaki Maria belum kuat, rela tidak rela ia bawa duduk tubuhnya ke atas lantai rumah sakit.

"Sialan, aku harus cepat sembuh, ini menyebalkan," mengomel dengan gumaman.

Jika di rumah sakit Indonesia adanya suster ngesot, maka di rumah sakit Melbourne adanya Maria ngesot, it's so funny! Andai Mario melihat, percayalah pria itu akan geleng kepala.

Oke stop, lupakan. Maria sudah mulai menggeret tubuhnya. Wanita itu tidak akan ambil peduli walau pakaian yang tengah ia gunakan kotor sekalipun, tekadnya bulat agar melepas rindu dengan Regina.

Lihat-lihat, setelah perjuangan penuh tekad, Maria sudah sampai di depan sofa yang di atasnya terdapat tubuh Mario.

Sejenak ia tatap wajah si pria, sangat terlihat lelah, namun juga ada gurat bahagia di sana. Maria menggoyang-goyangkan tangan kanannya di depan wajah Mario, memastikan lelap tidaknya kaum adam ini dalam beristirahat.

"Good," gumamnya sudah merasa yakin Mario terlelap.

Langsung saja menjalankan aksi kedua, Maria menjatuhkan tangan kanannya ke atas paha Mario, meraba di mana si benda pipi tersembunyi.

Namun, baru lagi meraba dua detik, eh Mario bergerak, memiringkan tubuh yang tadinya telentang menjadi ke arah Maria.

Terang wanita itu menahan napas, shit! Dia sudah layaknya maling. Tapi,!memang iya bukan?

Menunggu beberapa detik, Maria menghembuskan napas lega karena Mario tetap memejamkan mata.

"Kamu pantang menyerah, Sayang."

Mampus! Tamat sudah tamat! Ternyata Maria salah, perlahan-lahan kedua kelopak mata Mario terbuka, terlihat seberapa merah mata itu. Oh ya, Mario baru tidur dua jam dan Maria membuat ulah, memang wanita ini tidak ada akhlak.

"Pinjam," katanya tanpa menatap mata Mario, melanjutkan aksi meraba.

"Sini."

Hap!

Mario justru mengangkat ringan tubuh kurus Maria ke atas tubuhnya, memeluk erat.

"Apa-apaan kau?! Lepas!" Ya sudah pasti marahlah si kucing betina.

"Celanamu kotor," ujar Mario santai.

Maria menggeliat, membawa kedua tangan bertumpu di atas dada Mario agar tubuh mereka memiliki jarak, tidak rapat layaknya penumpang di angkot. "Dan kamu mengurus, mulai besok makana lah dengan rakus," lanjut Mario menatap wajah Maria yang berada di atasnya.

"Kau pikir aku apa? Rakus gigimu!"

O-wow, Mario tertawa pelan. Ia memang sengaja memakai kata rakus untuk memancing mimik kesal Maria. Saat wanita ini misuh-misuh sendiri, di sana lah letak pesona yang dimiliki.

"Berikan ponselmu!" perintah Maria.

"Temani aku tidur."

Kedua mata Maria terpejam menahan umpatan, Mario abai betul akan permintaannya yang satu itu. Bahkan si pria pura-pura tuli, lebih memilih mengocehkan hal lainnya. Dan sekarang yang Mario lakukan adalah memiringkan tubuh, membuat tubuh Maria jatuh ke atas empuknya sofa bersama lengan pria itu sebagai bantal.

"Mario, aku peringatkan-"

"Tidurlah, kita butuh tidur siang," potong Mario mengusap lembut pipi tirus Maria dengan satu tangannya yang lain.

Saling menatap, Maria kesal sedang Mario santai.

Satu dua detik bergerak, kembali satu tangan Maria bergerak meraba paha Mario.

Si pria ya jelas tahu, sadar, namun ia biarkan saja.

Raba, raba dan, raba. Dahi Maria mengerut, kenapa tidak ada?! Ia bawa tangannya ke suku belakang celana Mario, dan tetap tidak ada!

"Sudah puas mengeranyangiku?" tanya Mario menarik tangan Maria yang membuat otak kotornya aktif.

"Di mana ponselmu?! Aku hanya ingin menghubungi Regina sebentar!"

Mario diam, memilih menelusupkan jari-jari besarnya di ruas jari-jari Maria, membuat satu genggam erat dan manis tercipta.

"Kamu nakal, keras kepala, egois, selalu membantah. Mau aku apakan kamu, Maria?" bisiknya tepat di depan bibir si wanita dengan suara serak.

Sekarang Maria yang diam, dahinya terasa dicium oleh dahi Mario yang memang mengikis jarak, terus mendekatkan wajah mereka.

Hening, deru napas membaur, tatapan terpaku, panas membuat keringat menyatu.

Cup.

Mario kalah! Kalah telak dengan otak kotornya.

Hanya dalam hitungan detik bibirnya merampas bibir Maria, tubuh bergerak menindih wanita itu.

Keparat! Dia tidak mau melakukan hal begini, tapi memang Maria selalu memancing otak kotornya.

Wait-wait, Maria? Apa kabar reaksi wanita itu? Ah semua pasti sudah tahu, terang saja Maria membulatkan mata, bukan terkejut tapi mengobarkan api amarah!

Dua kali, persetan! Sudah dua kali pria ini melecehkan bibirnya! Arghhh! Akan ia bunuh si Mario sinting, pasti ia bunuh!

Bibir terpisah.

"Sudah aku pilih tanggal kematianmu, Mario." Datar.

Mario tersenyum kecil, lebih tepatnya menyeringai.

"Dan sudah aku pilih tanggal pernikahan kita, Maria."

Selesai, sudah bisa dinilai isi kisah ini bukan?

*****

Mario tahu Maria sudah tidak tahu lagi harus mengumpat bagaimana, yang pasti kekesalan wanita itu dengannya sudah tidak bisa digambarkan oleh kata-kata, begitu luar biasa.

Mario tahu itu, dan dia justru merasa suka. Kalau bisa terus membuat Maria naik darah yang berakhir dengan bendera putih dari si wanita alias menyerah.

"Tuan Pradytio."

Namun, rencana-rencananya harus sejenak ia tahan, karena saat ini ia sedang duduk tepat di depan dokter yang menangani Maria.

Tadi saat si dokter memeriksa dijam malam, tiba-tiba beliau meminta waktu Mario agar ikut dengannya, ingin membicarakan perihal Maria.

Sebentar, pukul berapa sekarang? Jawabannya pukul delapan malam waktu Melbourne.

"Iya?" sahut Mario menatap si dokter, fokus nan serius.

"Hah ...." Dokter itu pun menghela napas.

"Sebelumnya maaf, saya benar-benar mohon maaf," berucap, kedua tangan dokter terlipat di atas meja kerjanya sendiri.

Dahi Mario mengerut, ada apa? Apakah ini berita buruk?

"Ternyata saat operasi satu tahun lalu, racun itu masih tersisa di tubuh Nyonya Pradytio," lanjutan.

Mario mendengar, tapi masih diam karena ia yakin ada kalimat selanjutnya.

"Dan racun itu berhasil membuat penurunan imun di tubuh Nyonya, perlahan tapi pasti," jeda, mimik si dokter berhasil mencekik Mario. "Nyonya akan lumpuh seutuhnya."

Deg.

Runtuh sudah semua rencana di kepala Mario untuk Maria Rosallinda.

.

.

To Be Continued

Terbit: -16/Mei-2k21

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status