Share

Bagian 4 - Pernikahan

Awas Typo:)

Happy Reading ....

***

Lumpuh ....

'Kondisi itu tidak akan selamanya, Tuan, tenang. Tapi tentu saja Nyonya harus melakukan pengobatan rutin, yang paling terpenting adalah terapi rehabilitasi agar fungsi tubuh yang terkena dampak racun berangsur pulih.'

'Maaf, hasil cek darah baru keluar sore ini dan ternyata sadarnya Nyonya membuat sisa racun itu pun aktif.'

"Fuck!" mengumpat, Mario menjambak rambutnya.

"Kau gila ya?"

Lalu, tiba-tiba suara yang tidak Mario harapkan terdengar justru masuk ke dalam gendang telinganya.

Maria belum tidur, sial.

Terangkat lah kepala Mario, menatap ke arah ranjang rawat yang mana ada Maria di sana, berbaring dengan mata tertutup rapat. Kenapa? Mario juga tahu Maria bersalah, tapi kenapa? Kenapa ini terjadi?

Bersama napas yang tertarik, Mario membawa tubuhnya berdiri dari duduk, melangkah mendekati ranjang.

Mengambil posisi duduk di sisi ranjang, Mario menatap wajah Maria. Harus bagaimana dia manyampaikan berita? Bahkan reaksi Maria nanti tidak terbayangkan, Mario tidak bisa menebak.

"Maria," memanggil pelan, terkesan berbisik untuk diri sendiri.

"Jangan berisik, aku sulit tidur." Namun Maria dapat mendengar, tentu saja, hening di kamar ini membuat bisikan menjadi lontaran lumayan kuat.

"Besok," jeda, Mario mana ambil peduli akan kalimat Maria.

"Besok apa? Kau mau membawaku bertemu Regina?"

"Kita menikah."

Kedua mata Maria auto terbuka, membulat bersama kerutan di dahi dan ketidak senangan di mimik, terlihat kental.

"Aku tidak menerima penolakan," lanjut Mario.

Baiklah, ini sudah tidak bisa Maria terima. Dia mulai jengah, maka satu jalan yang Maria pilih yaitu, diam. Tidak menjawab apapun, baginya membalas kalimat sinting Mario sama dengan membuang tenaga, sedang ia masih lemas.

Jadi, lebih baik Maria kembali memejamkan mata, mencoba melelapkan diri. Ia yakin malam ini Mario mabuk, paling juga besok sudah sadar.

*****

Sayang buah sayang!

"Apa-apaan ini?!"

Pagi yang Maria pikir bisa membuat Mario sadar nan waras justru diisi dengan pria itu yang terlihat semakin sinting.

"Aku sudah mengatakannya kemarin malam."

Mau tau apa yang Mario lakukan? Pria itu membawa pastur ke rumah sakit! Oh tunggu belum selesai, hal lebih konyol lagi, beberapa perawat dan pasien sudah ada di sini, di taman rumah sakit yang entah pukul berapa dibuat layaknya altar pernikahan.

Sialan. Harusnya Maria tidak boleh menganggap Mario sepele, lihat lah tingkah laku si pria.

"Kau, bawa aku kembali ke kamar!"

"Iya, setelah kita sah," jawab Mario santai dan terus mendorong kursi roda Maria menuju pastur.

"Mario! Aku tidak mau menikah denganmu dan kau pikir janji suci macam apa yang akan ku lontarkan?!" Demi dewa kekesalan Maria Rosallinda sudah tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

"Pastur akan memberitahunya."

"Berhenti! Stop!!!" berteriak lantang, napas Maria memburu. Oh god, detik ini juga Maria ingin membunuh siapa saja agar emosinya terlampiaskan.

Tapi sekali lagi, sayang buah sayang Mario tidak ambil peduli, pria itu tetap berjalan mendorong kursi roda Maria.

"Fuck!" mengumpatlah si wanita, sudah dia putuskan Mario yang akan ia bunuh! Pasti ia bunuh! Lihat saja, pulih tubuhnya matilah Mario Ali Pradytio.

"Kami siap," ujar Mario saat mereka sudah sampai di depan si pastur, seakan-akan Maria setuju dengan kegilaan ini.

"Baiklah, akan segera kita laksanakan, Sir," balas si pastur melirik mimik Maria, terlihat begitu dingin, penuh amarah. "Sebelummya, mari kita berdoa," lanjut pastur menarik napas, menciptakan hening di taman rumah sakit yang begitu asri bersama udara bersih.

Semua menunduk, memejamkan mata dan berdoa. Tapi tidak Maria, wanita itu mengepalkan kedua tangannya, menatap lurus ke depan dengan isi kepala yang jujur saja adalah warning untuk Mario.

"Doa selesai." Lagi suara si pastur yang terdengar. "Mari kita mulai, Sir, silakan ucapkan janji suci." Setelah itu memberi perintah pada Mario yang menarik napas.

Tahan, sebentar saja, sebelum Mario membuka bibir dan pita suara, Mario membawa tangan kanannya menggenggam tangan kiri Maria.

"I accept getting married to Maria Rosallinda." Semakin erat menggenggam. "In good, health and illness, when happy or sad, when rich or poor, until death separates us." Selesai, Mario yakin, tali pernikahan pasti membawa berkah untuk hubungan ini.

"Miss, silakan." Sekarang giliran Maria.

"Sorry, saya tidak tahu nama dia." Dingin nan datar.

Damn! Mario pun tidak bisa menganggap Maria sepele, oh yang benar adalah, dia tidak pernah menganggap Maria sepele.

*****

"Hah ...." Ada helaan napas. "Aku kangen banget sama Maria, Husband." Ini Regina Adinda Putri, wanita itu menggenggam tangan si suami alias Raymond dengan tatapan yang terus mengarah ke sana, ke taman rumah sakit.

Iya, Mario mengundang suami-istri ini, namun tahu pasti mereka tidak mungkin bisa memperlihatkan batang hidung di depan mata Maria.

Raymond memberi kecupan di pelipis Regina.

"Daddy, kenapa Uncle menikahi Aunty tapi memakai baju jelek begitu?" Suara Awan terdengar, anak itu berdiri di sisi kiri Raymond sedang Regina di sisi kanan.

Awan itu sangat dekat dengan Mario, anak itu juga kenal dengan Maria walau belum pernah mengobrol, hanya tahu dari cerita Regina, Raymond dan yang paling sering dari cerita Mario.

"Uncle telat bangun, Sayang," jawab Regina sukses membuat dahi Awan mengerut. Wajar saja, Awan beberapakali dibawa oleh Raymond ke pesta pernikahan pasiennya, dan anak itu paham bahwa yang berdiri di atas altar adalah prince and princess di pesta tersebut.

"Dasar Uncle! Harusnya kalau mau jadi Prince itu pakai jas, Auntynya juga masa pakai baju begitu," menggerutu sendiri, Awan mengerucutkan bibir.

Terlihat jelas Mario hanya menggunakan kaos, sedang Maria hanya menggunakan pakaian pasien, luar biasa bukan pernikahan ini?

"Hah ...." Sekali lagi Regina menghela napas.

"Jangan dipikirkan," bisik Raymond mengusap punggung tangan Regina dengan ibu jarinya. "Ketika dia membaik, kita langsung bertemu dengannya," lanjutan, Raymond paham betul bagaimana perasaan Regina.

"Iya, Abang."

Istrinya pasti sangat ingin mengobrol dengan Maria, sekedar bertanya perihal kesehatan. Namun sepertinya keadaan belum memberi restu, sabar adalah solusi dari semua ini.

Prok, prok, prok.

Tepuk tangan para perawat dan pasien pun sudah terdengar, terlihat dari tempat mereka berdiri bibir Mario mendarat ke atas dahi Maria yang duduk di atas kursi roda. Pernikahan itu ..., selesai.

'Ria, aku hanya bisa berdoa. Semoga kamu pun menemukan bahagiamu bersama Mario.'

Kisah sesungguhnya, dimulai. Ini adalah awal dari semua adegan, dan lihat pemeran utama. Mereka berdua hanya diam saling menatap setelah Mario melepaskan ciuman di dahi.

"Welcome ..., Maria."

Bab selanjutnya, apa lagi?

.

.

To Be Continued

Terbit: -17/Mei-2k21

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status