Share

Acara Pertunangan

Caca pikir tidak akan menangis melihat sang kakak menyematkan cincin ke jari manis perempuan lain. Dia sudah menyiapkan mental sekuat baja selagi di apartemen, mengatur pernapasan berkali-kali agar bisa menghadapi dengan senyuman.

Tapi, sudut matanya tetap basah melihat interaksi keduanya dari kejauhan. Seolah ada belati menikam tepat di ulu hati.

Caca mengusap air mata dengan punggung tangan, lalu bergerak ke sisi ballroom menepikan diri dari keramaian. Mama dan papanya sedang menanggapi tamu serta terlihat menunjukkan ekspresi bahagia. Evaline menyusuri meja-meja prasmanan diikuti Bibi.

Tidak tanggung-tanggung, acara pertunangan dilaksanakan di ballroom hotel berbintang dengan tamu cukup banyak mulai dari rekan bisnis sang papa dan teman-teman Adelia. Acaranya terus disorot kamera mengingat calon istri sang kakak merupakan model terkenal.

"Ca, Mama cari-cari, lho. Kenapa malah di sini?" Arnita berdecak lega berhasil menemukan anak perempuannya. Dia mengangkat ekor gaun ketika berjalan mendekat. "Ayo, kita mau foto keluarga."

"Tadi angkat telepon sebentar, Ma. Di dalam rame." Caca meringis, dia tahu sudah memupuk dosa membohongi mamanya.

Arnita menatap anak gadisnya dengan kening berkerut, sedikit tidak percaya. "Dari siapa,Mama nggak lihat kamu sedang teleponan?"

"Iya, udah selesai."

"Caca, kamu kenapa nangis, Sayang?"

Perempuan itu langsung panik mendapati sudut mata anaknya basah. Ia langsung menangkup pipi sang anak. "Bilang sama Mama, apa yang bikin anak Mama sedih? Kamu takut Mas Abian akan berbagi kasih sayang?"

Caca menggeleng. "Enggak, Ma. Ya ampun ... buat apa Caca takut berbagi, toh, udah berbagi sama Evaline." 

Wanita itu tersenyum lega. "Kamu hanya terharu, ya, Sayang. Mama juga begitu, Adelia perempuan baik. Dia cocok buat Mas Abian."

'Buka mata Mama kalau Adelia bermuka lima,' batin Caca tidak sependapat.

Caca pernah bertemu Adelia jauh sebelum mengetahui akan tunangan dengan Abian. Saat itu Caca menemani Chessy, sahabatnya, yang mengidolakan Adelia, namun diremehkan gara-gara Chessy model baru yang tidak memiliki kualitas.

Sejak peristiwa itu Caca sebal melihat Adelia sombongnya selangit. Dia berjanji tidak mau berurusan lagi dengan Adelia. Siapa sangka takdir berkata lain, justru Abian mengenalkan perempuan itu sebagai calon tunangan. Entah kapan sang kakak mengenalnya, memang Abian cukup tertutup soal perempuan. 

Mau dipaksa gimanapun. Caca tidak bisa mengubah perasaan tak sukanya pada attitude Adelia. Apalagi tahu perempuan itu terlalu menuntut sang kakak dan suka cari muka di depan mama dan papanya.

"Ya udah, Ma. Katanya mau foto." Caca tidak ingin mendengar sang mama berlanjut membanggakan calon menantu bermuka dua.

Rasa tidak sukanya pada Adelia belum tentu mengubah keputusan sang kakak menikahi perempuan itu. Caca berharap, entah gimana caranya, bisa melupakan Abian.

Keduanya melangkah ke arah Abian dan tunangannya, berjalan di antara keramaian dan tersenyum pada orang-orang yang dikenali. 

"Kemana aja, sih, ngilang aja kayak Evaline," tegur Abian, masih dengan ekspresi bahagia di wajahnya. Dia menjawil hidung sang adik. "Lagi cari cowok ganteng, ya."

Abian itu suka meledeknya. Sering mengatakan akan mengetes dulu laki-laki yang mendekatinya lolos seleksi atau tidak. Abian tidak mau Caca salah menjatuhkan pilihan dan berujung patah hati. Dia benar-benar menjaga adiknya.

"Mas, malu sama tamu." Caca manyun, sedangkan Adelia tersenyum sinis melihat keakraban keduanya.

"Mas Abian pokoknya harus di sebelah Evaline, ya," celoteh gadis kecil berusia sepuluh tahun saat akan sesi foto, mengambil posisi di tengah Abian serta Adelia. Tak lupa menggandeng tangan sang kakak secara posesif. Seakan belum rela berbagi kasih sayang lagi bersama Adelia, cukup berebut perhatian Abian dengan sang kakak, Camelia.

'Bagus Evaline, kamu memang adik terbaik,' batin Caca senang. Dia puas melihat ekspresi kesal di wajah Adelia yang berusaha ditutup senyuman palsu.

Selama di depan kamera, Caca menampilkan senyum terpaksa. Namun, senyum itu memudar begitu melihat sang kakak menggenggam tangan Adelia usai sesi foto-foto. 

Abian terlihat sangat tampan mengenakan setelan nude, sedangkan Adelia memakai gaun senada sepanjang mata kaki dihiasi detail brokat bagian dada. Orang bilang keduanya serasi, tampan dan cantik. Begitu yang Caca dengar dari sebagian tamu undangan.

Diam-diam Caca keluar begitu melihat sang mama sibuk mengobrol dengan kerabat, papanya juga bicara sama rekan bisnisnya, lalu pasangan yang baru bertunangan masih dihujani ucapan selamat. 

Caca hanya mengucapkan sekali, usai keduanya berfoto dengan cincin sama. Tidak perlu berkali-kali bukan?

Evaline sedang berlari-lari menyerbu es krim, di belakang ada Bibi mengejar takut kalau-kalau anak majikannya berbuat ulah selagi Caca keluar ballroom.

"Ca, kamu nggak apa-apa?" 

Bagus salah satu sahabat sejak masa putih abu-abu datang, memegang bahu Caca yang sedang terisak menuju lobi hotel.

"Bagus, kamu ngapain ke sini?" Caca mendongak dengan pipi basah air mata.

Bagus itu mencintai Caca sejak lama. Hobi menempel pada Caca seperti lebah, sekalipun tahu perasaannya sepihak. Baginya bukan masalah besar, dia akan terus berusaha merebut hati perempuan idamannya.

Caca memang cantik dari orok, wajar antrean mengular untuk jadi pacarnya. Sayang tidak ada satu pun diterima.

Kalau menurut Malika, Bagus juga terlalu imut sebagai laki-laki. Kulit putih mulus, wajah bersih, dan baby face. Malika bilang lebih cantik memakai rok. Memang mulut Malika bar-bar sendiri daripada ketiga sahabatnya. 

Tak heran semasa sekolah Bagus masuk nominasi idola cewek-cewek karena mirip opa-opa Korea. Kalau boleh dibilang Bagus dan Caca sama-sama menjadi incaran lawan jenis.

"Aku cemas sama kamu, Honey." Bagus menatap khawatir.

Mendengar Bagus datang di waktu tepat, Caca makin terisak. Dia memang butuh tempat sampah menumpahkan unek-unek.

"Tahu nggak sih aku tuh sakit banget, keterlaluan sakitnya." Caca memukul-mukul dadanya sendiri. "Bisa-bisanya Mas Abian suka sama perempuan sombong itu. Apa hebatnya dia sih? Bilang sama aku, apa dia lebih cantik?"

"Nggak, kamu paling cantik." Bagus jujur, di matanya Caca cantik alami tanpa perlu bantuan bedak dan segala macam.

Caca tertawa miris di sela-sela isak tangisnya. "Perempuan sialan, dia udah matre, sombong, nggak ada baik-baiknya."

Bagus membiarkan Caca mengumpat sepuas hati. Lalu memeluk tubuh ramping Caca dan mengatakan, "Menangislah sepuas kamu."

"Gus?" Perempuan itu mendongak, dia tidak sadar jantung Bagus bersenam ria ditatap dekat. "Bawa aku pergi sekarang, ke mana pun, terserah kamu."

"Hah?" Bagus berusaha menangkap maksud Caca. "Ke mana, nanti dicari orang-orang."

Caca menggeleng cepat. "Nggak akan, aku nggak penting di sini."

Widii

Duh kasihan patah hati si Caca. Kira-kira cocok sama Bagus atau Abian, ya?

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status