Share

3. Bermata Sipit dan Berkacamata

Cowok di depan Clarissa itu tersenyum. Matanya yang sipit makin terlihat lebih kecil. Tangannya masih memegang buku yang juga dipegang Clarissa. Sedang sebelah tangan lagi menaikkan kacamata yang sedikit melorot. 

"Lepas," ucap Clarissa dengan tatapan tajam pada cowok itu. 

"Oke, lady first." Tangan cowok itu melepas pegangan dari buku yang juga dipegang Clarissa. 

"Adimasta. Adimasta Cakradinata Abirawa Bertemu Buta Lima di Negeri Antah Berantah Membawa Dewa Sambil Tertawa." Mata Clarissa masih tajam melihat pada cowok itu. 

Adimasta tersenyum, tipis. Panggilan istimewa dari Clarissa dia dengar lagi. Panjang, tidak bisa dijelaskan apa maksudnya, tapi Adimasta senang saja Clarissa melakukannya. 

"Iya, bawa saja. Nanti dua minggu lagi kalau kamu selesai, aku yang pinjam. Kasih tahu aku, ya?" Satu satu Adimasta mengucapkan kata yang dia katakan. Kalem, tenang, ringan. 

Clarissa ingin ngakak kalau mendengar Adimasta bicara. Seperti hati-hati dan takut salah. Kadang tidak sabar menunggu dia selesai mengungkapkan kalimat yang ingin dia katakan. 

"Kamu yakin aku mau kasih pinjam ke kamu?" Dengan cepat Clarissa bicara dengan mata melirik pada cowok berkulit putih bersih itu. 

"Iyalah. Kamu ngapain pinjam lama-lama. Dua minggu lagi berarti tanggal 24, oke?" Santai, Adimasta berucap. 

"Ya, baiklah baiklah ..." Clarissa menggoyang-goyang kepalanya. Rambutnya yang merah keunguan bergerak manis di belakang kepalanya. 

Adimasta menatap gadis itu. Clarissa sangat cantik. Dengan penampilan yang selalu aneh-aneh tapi buat Adimasta tetap saja menarik. Sejak awal mereka kuliah tahun lalu, Adimasta merasa ada sesuatu yang membuat dia suka dengan Clarissa. Sampai akhirnya Adimasta yakin dia jatuh cinta.

Meskipun Adimasta paham sepak terjang gadis semau gue itu. Tapi Adimasta tidak bisa menekan perasaannya. Rasa cinta di hatinya makin dalam. Hanya saja Adimasta belum berani mendekat. Dia hanya memandang Clarissa dari jauh, atau berurusan dengan gadis itu sesekali jika memang ada perlu. Adimasta sangat sadar, Clarissa tidak akan menoleh padanya, walaupun dia tetap baik dengan Adimasta selama ini. 

"Dua minggu lagi ingatkan aku. Jadi waktu aku balikin ke sini, bisa langsung kamu terima. Gimana?" Clarissa melihat pada Adimasta yang lagi-lagi menaikkan kacamata. 

"Ya, oke. Thank you." Adimasta mengangguk mantap sambil tersenyum tipis. Tampan. Clarissa mengakuinya, tapi bukan Adimasta tipe pria yang mempesona Clarissa. 

*****

"Ngapain Mama minta aku pulang? Ga mau. Aku banyak urusan kuliah." Clarissa terlihat kesal. Dia menerima telpon dari Rosita. Dengan kaki diselonjorkan, bersilang di atas meja, Clarissa mendengar mamanya di telpon. 

"Ih, Mama tuh alasan. Pasti ujung-ujungnya aku mau dikenalin sama cowok anak teman Mama. Malas aku. Mending nonton drakor, Ma," tukas Clarissa. 

Yenny yang tepat muncul, mendengar itu terkikik. Dia tahu lagi ada perang antara ibu dan anak. Yenny duduk di kursi di sebelah Clarissa. Dia mencomot brownies yang ada di depannya. Sambil memakan brownies, dia mencoba mendengar keributan antara Clarissa dan ibunya. 

"Udah ah, ga usah maksa aku. Itu juga acara mak-mak sosialita. Ga bakalan aku paham, Ma." Masih saja Clarissa menolak apa yang Rosita minta. 

"Clarissa, sekali ini kamu nurut sama Mama. Masak yang lain datang nunjukin anak, Mama kayak janda merana ga punya siapapun." Rosita sedikit memelas membujuk anaknya. 

"Emang iya, kan? Papa aja udah nikah lagi, udah punya bocil, Mama ke mana aja?!" sahut Clarissa. 

Yenny tertawa mendengar itu, tapi karena ada kue di mulut, dia sampai hampir tersedak dan terbatuk-batuk. Temannya yang satu ini benar-benar, tidak ada hormat sama orang tua. 

"Napa? Minum situ." Clarissa menoleh pada Yenny. 

Yenny cepat meraih gelas mineral. Wajahnya merah gara-gara tersedak dan batuk. Dia minum beberapa teguk melegakan tenggorokan dan kerongkongannya. 

"Clarissa, kamu kalau ngomong ga pernah mikir apa? Hargai orang tua, hah?!" Rosita rasanya habis akal menghadapi putri tunggalnya itu. 

Clarissa melirik kiri kanan, pingin sekali dia tutup saja telpon dari Rosita. 

"Kali ini tolong Mama. Kamu datang, langsung ke lokasi boleh. Kamu ga pulang ke rumah juga terserah, pokoknya kamu datang. Mama beneran minta tolong, Clarissa." Rosita tidak mau menyerah. Dia mau memastikan kalau Clarissa mau mengikuti kemauannya. 

"Malas. Ujungnya paling gitu lagi. Mama mau kenalin aku sama anak temannya Mama. Udah capek aku, Ma." Clarissa cemberut. 

"Hei ... Nggak. Kali ini ga ada urusan kenal sama cowok. Dengerin ..." Masih panjang ternyata bujukan Rosita. 

Yenny memperhatikan mimik Clarissa. Wajahnya manyun, mulutnya komat kamit sok niru yang diucapkan mamanya. Lagi-lagi membuat Yenny pingin ngakak. Kali ini dia tutup mulut, takut lepas dan meledak tawanya. Dia tidak habis pikir dengan kelakuan temannya yang satu ini. 

"Ihh, selalu aja bikin senewen." Akhirnya selesai sudah ceramah panjang sang mama. Clarissa meletakkan ponsel di meja. 

"Jadi kamu pergi?" tanya Yenny. Udah tenang, dia melanjutkan makan brownies di tangannya uang tinggal setengah. 

"Menurut kamu? Mau ga mau la. Daripada ditelpon lagi, diomelin lagi," gerutu Clarissa. Dia melipat kedua tangan di dada. 

"Hee ... heee ... Lalu buat apa kamu ribut ama mama kamu? Kesimpulan sama, datang juga," tukas Yenny. 

"Setidaknya berusaha membela hak pribadiku," sahut Clarissa dengan rasa kesal belum hilang. 

"Kamu mau sampai kapan ga akur sama mama kamu?" Yenny kali ini sedikit serius bicara. 

Clarissa menoleh, lurus-lurus memandang Yenny. Ya, sejak mama papanya bercerai, Clarissa merasa tidak nyaman dengan mamanya. Tidak nyaman dengan papanya. Dia merasa kedua orang tuanya tidak sungguh-sungguh sayang padanya. Mereka hanya memikirkan diri sendiri. Karena itu mereka memilih jalan pisah untuk mendapatkan apa yang membuat mereka bahagia. Mereka lupa ada anak yang juga perlu dibahagiakan. 

"Tahu, Yen. Kamu bisa bayangin aku jauh aja sama mama kayak gini, ribut terus, gimana kalau kumpul. Bisa mati sebelum punya pacar aku," ujar Clarissa. 

Tawa Yenny meledak lagi. Jawaban Clarissa selalu saja seenaknya, seperti tidak pakai filter. Di sisi lain, Yenny bisa memahami Clarissa sebenarnya protes karena tidak mendapat cinta yang dia butuhkan. Sayangnya, Rosita tidak mengerti itu. Dia menganggap Clarissa jadi bandel, tidak bisa diatur, dan cari perhatian saja. Gadis cantik yang malang. 

*****

Dengan jumpsuit coklat susu, rambut dikuncir ekor kuda di belakang kepala, Clarissa terlihat cantik dan elegan. Sepatu putih dengan tas tangan senada membuat penampilannya lengkap. Dia masuk ke restoran tempat para mama itu mengadakan acara. Gelak tawa terdengar dari ibu-ibu berkelas itu. 

Begitu Clarissa dekat, Rosita langsung berdiri. Senyumnya lebar, senang, Clarissa beneran datang sesuai permintaannya. Dia minta Clarissa mendekat dengan lambaian tangan. Dengan langkah agak berat, Clarissa mendekat, berdiri di belakang kursi mamanya. 

Wajah sumringah muncul dari Rosita. Wanita hampir lima puluh tahun itu dengan bangga mengenalkan Clarissa pada teman-temannya. Clarissa tersenyum, mengangguk, memberi salam pada para mama berkelas itu. Ada yang Clarissa ingat pernah bertemu sebelumnya, ada yang baru kali ini dia melihatnya. 

"Cantik sekali putrinya. Sudah kuliah? Kuliah di mana? Ambil fakultas apa? Sudah punya pacar belum?" Bertubi-tubi pertanyaan itu muncul dari para mama. Clarissa hanya senyum-senyum. Rosita dengan semangat memberikan jawaban untuk teman-temannya. 

Setelah itu Rosita menunjuk ke arah meja di seberang meja para mama. Ada meja yang ditata sama cantik seperti yang di hadapan mama-mama itu. Yang duduk di sana adalah para pemuda pemudi. Clarissa paham itu anak-anak dari teman-teman Rosita. 

"Oh, kali ini disiapkan meja khusus begini. Hm, oke. Kita lihat apa yang terjadi." Dalam hati Clarissa berbicara. 

Dia melangkah ke arah meja itu, menarik satu kursi yang paling dekat dengannya. Di sebelah kirinya seorang gadis dengan rambut pirang duduk. Bukan bule. Rambutnya saja yang bule. Dan di sebelah kanan, Clarissa terbelalak melihat siapa yang duduk di sisi kanannya. Cowok berkulit putih, bermata sipit dan berkacamata!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status