Share

5. Makin Terpesona

Siang itu Clarissa sengaja ingin menemui Diaz setelah kuliah usai. Clarissa berjalan ke arah kantor dosen berharap Diaz ada di sana. Pendekatan harus makin digencarkan. 

Beberapa meter sebelum sampai pintu kantor, tampak Diaz berjalan keluar dari sana. Senyum Clarissa melebar seketika. Lagi, keberuntungan sedang berada di pihaknya. Dan Diaz melihat pada Clarissa. Diaz yakin mahasiswa unik ini sedang mencarinya. Dia hafal gelagat cewek yang ingin mendekati dirinya. 

"Selamat siang, Pak." Clarissa menyapa ramah. Dia pasang senyum manis agar dosennya memberi perhatian. 

"Siang, Clarissa. Belum mau pulang?" tanya Diaz. 

"Mau ketemu Pak Diaz dulu. Boleh, kan?" Clarissa bertanya balik. 

"Soal apa? Aku sedang sedikit terburu-buru." Diaz menjawab sambil menengok jam tangannya.

"Ya, gitu ya?" Clarissa kecewa. 

"Ya, ini mau pesan ojol. Kalau kamu bisa sabar, besok kamu bisa ketemu saya di atas jam dua siang." Diaz memberi saran. 

"Bapak naik ojol?" Clarissa agak heran. Ini dosen tunggangannya ke mana? 

"Motor lagi diservis. Mau ga mau pakai ojol." Diaz menjelaskan. 

"Aku antar deh, Pak. Yuk!" Clarissa menawarkan diri. 

"Apa?" Diaz kaget. 

"Aku serius. Daripada ojol, ada yang mau baik hati ga usah nolak, Pak." Clarissa membujuk. 

"Aku ga langsung pulang. Ke tempat bimbel. Aku mengajar setengah jam lagi." Diaz menjelaskan urusannya. 

"Aku siap antar ke mana saja." Clarissa bersemangat. Ini kesempatan bagus bisa dekat Diaz. 

"Ya, okelah. Bisa sambil ngobrol di jalan, apa yang kamu mau tanya." Akhirnya dosen muda tampan itu mengalah. 

Clarissa rasanya pingin lompat tinggi-tinggi. Dia dan Diaz naik mobil berdua! Segera mereka menuju tempat parkir. Clarissa menjalankan mobilnya. Diaz memberitahu alamat tempat dia mengajar bimbel. 

"Kirain Pak Diaz cuma ngajar mahasiswa. Masih mau rempong sama anak bimbel? Ga nyangka aku." Clarissa membuka percakapan sementara dia menyetir. 

"Jadi guru bimbel sejak masih kuliah. Mau dilepas sayang. Seru juga ngajar anak SMP SMA. Asal jadwal ga bentrok, aku layani saja." Di luar kelas gini, Diaz ramah, tapi di kelas dia cenderung galak. Mungkin tepatnya tegas. 

"Pak Diaz kalau nggak lagi ngajar baik banget. Kenapa kalau di kelas bikin kesel?" Ceplas ceplos, Clarissa bertanya apa yang muncul di kepalanya. 

Diaz tersenyum tipis. Tidak aneh yang Clarissa tanyakan. Beberapa mahasiswa lain juga ada yang mengajukan pertanyaan ini. 

"Disiplin, tertib, tanggung jawab. Itu yang aku pegang. Dan aku terapkan di kelas. Kelas dan di luar kelas itu beda, Clarissa. Aku lebih santai saat tidak mengajar. Waktu di depan kelas aku mudah hilang fokus kalau ada yang mengganggu."

"Dan aku salah satu pengganggunya." Clarissa menyela kalimat Diaz sebelum dosen itu melanjutkan. 

"Yup! Jangan ulangi lagi. Paham?" Diaz menegaskan. 

"Hee ... hee ..." Clarissa terkekeh. 

Perbincangan berlanjut dari yang sekedar ngomong saja hingga serius bahas perkuliahan. Clarissa puas benar hari ini bisa bersama Diaz. Bahkan Clarissa tidak mau pulang saat Diaz mulai mengajar. Beralasan tidak ada hal yang mendesak untuk dia kerjakan, Clarissa menunggu Diaz hingga selesai mengajar. 

Diaz tidak memaksa Clarissa pulang. Mau dimarahi juga bukan bocah. Tapi Diaz merasa ini pertanda kurang baik jika Clarissa memang mengejar dirinya. Tapi sisi lain justru pertanda baik, karena Diaz ingin mengubah mahasiswa unik yang satu ini agar punya etika sedikit lebih berkelas. 

Dua jam, Clarissa menunggu. Selama itu Clarissa hanya duduk bermain dengan ponselnya. Sesekali pos sesuatu atau membuat status. Kalau masuk dunia maya, rasanya tidak ingin keluar ke dalam kehidupan nyata. 

"Clarissa, masih betah di sini?" Diaz menegur Clarissa yang serius menatap layar ponsel. 

Clarissa mengangkat kepala. Diaz berdiri di depannya. Tampan. Ah, kenapa dia makin mempesona saja? 

"Pulang?" Clarissa berdiri. 

"Iya. Udah selesai." Diaz mengangguk. 

"Bye, Kak Diaz. Thank you. Sampai besok!" Murid-murid Diaz berpamitan, melambai dan satu per satu meninggalkan tempat bimbel itu. 

"Kak Diaz?" Clarissa menatap Diaz. Panggilan manis dari murid-murid. Di bimbel bukan pak ternyata sebutan Diaz. 

"Ya, di sini aku jadi kakak. Bukan bapak." Diaz tersenyum lebar. 

Dia melangkah keluar, Clarissa mengikuti. 

"Kak, aku antar pulang sekalian!" ucap Clarissa. 

Diaz menoleh. Clarissa menyebut kak padanya. Dia tidak salah dengar, kan?

"Boleh, dong, panggil kakak." Clarissa mengangkat dua jarinya minta persetujuan. 

Diaz tersenyum. "Di kelas tetap ..."

"Pak Diaz. Oke. Aku ga akan lupa." Clarissa tersenyum. 

Kembali masuk ke dalam mobil. Kali ini tujuannya adalah tempat Diaz tinggal. Tidak begitu jauh dari bimbel. Rumah yang sangat besar dan indah. Tapi ini sebenarnya kos-kosan. Kamar Diaz ada di sisi paling kiri dari rumah itu. Seperti sebuah rumah kecil bukan kamar. 

"Thank you udah jadi driver buat aku hari ini." Diaz tersenyum. 

"Udah gitu aja?" Clarissa bertanya. 

"Uang bulanan aku transfer saja nanti ya?" canda Diaz. Clarissa tertawa. 

"Kamu pulang. Udah kelamaan di luar rumah. Pulang, kerja tugas." Diaz berpesan. 

"Kak, masuk bentar, kek." Clarissa membujuk. 

"Ga boleh. Ini bukan rumahku. Ada aturannya. Kalau terina tamu lawan jenis cuma boleh di teras gini," jelas Diaz. 

"Ya udah, deh. Aku balik. Kapan-kapan aku antar lagi. Bye, Kak!" Clarissa pun meninggalkan Diaz. 

Diaz memperhatikan sampai mobil Clarissa berlalu. Gadis itu cerdas dan banyak potensi. Itu yang muncul di pikiran Diaz. Sayang saja sikapnya membuat dia akan kesulitan jika masuk dunia kerja kelak. Dan itu yang Diaz akan kikis dari Clarissa. 

Sampai di kos, Clarissa seketika mencari Yenny di kamarnya. Temannya itu memang rajin. Seperti biasa kalau Clarissa ke kamarnya dia sedang menghadapi buku dan laptop. 

"Yenny! Aku happy!!" Clarissa memeluk Yenny saking girangnya. 

Yenny gelagapan diserbu tiba-tiba seperti itu. Yenny berusaha melepas dekapan Clarissa. 

"Apaan? Pulang bukan cepat mandi malah ganggu orang belajar," semprot Yenny. 

"Aku jalan sama Kak Diaz." Clarissa tersenyum lebar. 

"Apa? Kak Diaz? Jalan?" Mata Yenny melotot. Apa yang Clarissa ucapkan? Dia tidak mengada-ada, kan? Meskipun bertingkah seenaknya Clarissa memang bukan pembohong. 

Dengan cepat Clarissa bercerita. Semua dari A sampai Z. Perjalanan seru dia bersama Diaz hari itu. Jalan terbuka lebar dia mendekat pada dosen yang membuat jatuh cinta. Selama bercerita Clarissa begitu girang, seakan-akan besok dia bisa jadian sama dosen itu. 

Yenny hanya melongo saja mendengar Clarissa menumpahkan semua kegembiraannya. Yenny tidak bisa menyimpulkan apakah dosen baru mereka menaruh hati juga pada Clarissa makanya dia begitu baik pada gadis jahil dan usil di kelas itu. 

"Tidak sia-sia aku menolak banyak cowok selama ini. Yang kubayangkan datang dan sekarang aku bisa leluasa mendekat padanya. Yenny, indah nian hidupku!" Clarissa menutup ceritanya panjangnya dengan kesimpulan yang tampaknya tepat. 

"Kamu yakin Pak Diaz juga suka sama kamu?" Yenny tidak tersenyum, tidak memberi selamat, sebaliknya ingin membuka mata batin Clarissa. 

Clarissa menatap Yenny demi mendengar pertanyaan itu. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status