Share

8. Jangan Berharap Apapun

Clarissa baru selesai mandi dan berganti pakaian. Dia mau charge ponselnya. Saat dia keluarkan dari tas, ada beberapa kali telpon masuk dari Adimasta. Ada apa cowok itu telpon? Apa ada yang penting? 

Clarissa mengirim chat, karena dia harus isi data ponselnya. Dia bertanya kenapa Adimasta sibuk mencarinya. Balasan Adimasta cepat datang. Dia menanyakan apakah buku agenda tugasnya terbawa Clarissa. Clarissa tidak merasa, tapi dia akan cek dulu. 

Ponsel kembali diletakkan dan Clarissa membuka tasnya. Ternyata ada. Buku itu terselip dengan buku yang Clarissa pinjam. Clarissa penasaran, apa saja isi buku Adimasta. Dia duduk di meja belajarnya dan mulai membuka lembar demi lembar di buku itu. 

Clarissa tersenyum. Rapi, tertata, sistematis, ya itu Adimasta. Pemuda baik, ramah, dan cerdas. Sayang, di mata Clarissa, Adimasta terlihat seperti cowok tidak tegas dan lemah. Karena itu Clarissa tidak pernah menaruh hati padanya, meskipun ada beberapa teman mereka yang naksir cowok sipit itu.

Catatan yang ada di buku itu menunjukkan seperti apa Adimasta. Tapi Clarissa merasa membosankan sekali dengan gaya seperti cowok ini. Tidak ada gregetnya, tidak ada tantangan dan petualangan seru. Datar. Catatan terhenti sampai di bagian akhir Adimasta menulis. Hari ini. 

"Benar-benar tertata. Seperti rak yang licin, cantik. Adi, Adi ..." Clarissa menutup buku itu. Dia letakkan di meja, tapi karena terlalu minggir, buku itu terjatuh.

Clarissa menunduk mengambilnya. Dia balik, tepat bagian tengah buku terbuka. Mata Clarissa melotor, mulutnya menganga. Dia tidak percaya apa yang dia lihat di situ.

Nama Clarissa tertulis dengan bagus di sana. Bentuknya unik dengan ukuran lumayan besar. Danbi bawahnya ada tiga kata yang membuat Clarissa makin tak bisa berkedip. 

'CLARISSA -- i love you'

"Apa ini?!" Clarissa masih menatap buku itu.

Saat itu, ponselnya berdering. Adimasta menghubungi. Dengan cepat Clarissa menerima telpon Adimasta. 

"Clay, ada bukuku?" tanya Adimasta.

Clarissa berpikir dia mau bicara apa sekarang. Dia mau damprat itu cowok rasanya. Tapi, no way. Bukan begini caranya. Dia akan bertemu Adimasta besok dan selesaikan. 

"Clay?!" Adi memanggil lagi karena Clarissa diam saja. 

"Ya, ada." Datar, Clarissa menjawab. 

"Oh, oke. Please, bawa besok ya. Penting buat aku." Adimasta memastikan buku itu akan kembali padanya. 

"Ya, aku juga buat apa nyimpan buku kamu," tukas Clarissa. 

"Hee ... hee ... Iya. Makasih, Clay." Adimasta lega. Lega karena bukunya ada di Clarissa. Lega, Clarissa tidak bicara apapun soal isi buku itu yang juga berisi curahan hati Adimasta untuk gadis itu. 

Sebenarnya dari sejak sadar buku itu di tangan Clarissa, Adimasta sudah dag did dug. Yang dia kuatir kalau Clarissa tahu apa saja yang dia tulis di sana. Sepertinya Clarissa tidak melihat. Gadis itu memang kurang peduli. Lagian buat apa dia buka buku orang? Itu yang ada di pikiran Adimasta. Lebih tepatnya dia menenangkan dirinya. 

Clarissa menutup telpon. Tangan usil makin jadi. Dia balik lagi lembar-lembar di belakang. Kembali matanya melebar, ternyata ada beberapa lembar yang juga menorehkan bagaimana perasaan Adimasta pada Clarissa. 

'You are so beautiful today. Nice to see you here, Clay.'

'Wish you look at me. Coz i have a heart for you.'

Clarissa menatap tulisan itu. Sejak kapan cowok itu suka dengannya? Kenapa dia begitu rapi menyimpan perasaan sampai tak terbaca oleh Clarissa? Dan, beberapa waktu lalu, saat Clarissa minta dia pura-pura jadi pacarnya, kenapa dia menolak?

"Besok aku akan bereskan ini." Kali ini Clarissa menutup buku itu dan menyimpannya di dalam tas. Jangan sampai besok tertinggal. 

*****

"Clay, buku mana?" Begitu masuk kelas, Adimasta segera meminta buku agenda itu dari Clarissa.

Clarissa yang asyik lihat postingan di sosmed, mengangkat wajahnya. Dia sudah membuat planning gimana dia akan kembalikan buku itu. Dengan tenang, Clarissa mencari-cari di tasnya. 

"Ga ada. Ketinggalan." Clarissa kembali memandang Adimasta.

"Clay, serius?" tanya Adimasta. Sekarang Adimasta mulai gelisah. 

"Cuma agenda doang. Catat aja di kertas, di note di laptop, ponsel, apa kek." Tetap tenang, Clarissa memainkan alisnya.

Hati Adimasta tidak tenang. Dia merasa Clarissa sengaja melakukannya. Dan sangat mungkin dia sudah menemukan isi hati Adimasta di buku itu. 

"Selamat pagi semuanya!" Ibu dosen masuk kelas dan menyapa para mahasiswa. 

"Pagi, Bu." Sahutan terdengar dari beberapa mahasiswa.

"Clay ..." Adimasta masih memastikan buku itu ada pada Clarissa sekarang. 

"Kuliah mulai, Adi Cakra." Clarissa sedikit melotot pada Adimasta. 

Dengan terpaksa cowok itu beranjak, mencari tempat duduk. Tapi sepanjang kuliah Adimasta tidak tenang. Meski dia datar, tidak berekspresi, hatinya bergejolak. Akhirnya saat jam kuliah usai, dia kembali menemui Clarissa. 

"Taman belakang, sepuluh menit." Clarissa menatap Adimasta lalu dia meraih tasnya, berdiri dan meninggalkan kelas. 

Adimasta kali ini sangat yakin, Clarissa tahu. Dia tampak tidak suka. Adimasta menelan ludahnya. Entah apa yang akan Clarissa katakan. Adimasta harus hadapi ini. Mungkin ini saatnya Clarissa tahu apa yang dia rasa pada cewek unik itu. 

Di taman belakang, Clarissa duduk di kursi taman. Dia menunggu Adimasta dengan wajah juteknya. Adimasta mendekat, duduk di depan Clarissa. 

"Mana bukuku?" Seperti biasa datar Adimasta berkata. 

Clarissa tanpa berkata apa-apa mengeluarkan buku Adimasta dari dalam tasnya. Clarissa mengulurkan tangan memberikan buku itu. 

"Jangan berharap apapun dariku, Adi." Tatapan dingin muncul dari mata Clarissa. 

"Aku memang cinta kamu." Adimasta berkata dengan tenang, kata yang keluar satu satu, ciri khas Adimasta bicara. Dia tidak bisa lari, lebih baik selesaikan sekalian. 

"Kamu bukan tipeku. Aku ga akan tertarik dengan kamu." Clarissa melipat kedua tangannya di dada. Pandangan dingin masih menghujam Adimasta.

Seperti ini rasanya menghadapi cewek angkuh ini? Bukan barang baru, kalau Clarissa dikenal paling sok jaim pada para pria yang suka dengannya. Ternyata merasakannya sendiri sangat tidak nyaman. 

"Aku tidak pernah menata hatiku buat suka kamu. Aku tidak bisa menolak perasaanku." Adimasta tetap tenang. 

Clarissa cukup terkejut. Cowok ini, yang begini dianm, ternyata punya nyali? 

"Aku akan menganggap apa yang kulihat di buku itu tak pernah ada. Dan kamu, sekali lagi aku katakan, jangan berharap apapun. Sampai kapanpun aku tidak akan menerima kamu." Clarissa berdiri. "Buang jauh-jauh perasaan kamu. Atau pindahkan pada cewek lain yang lebih cocok buat kamu."

"Aku tidak akan melakukannya." 

Clarissa menoleh mendengar kata-kata Adimasta. Cowok ini menantangnya? 

"Jangan sampai kamu menyesal. Karena aku akan buktikan padamu, pria yang aku kejar, punya kualitas lebih dari kamu. Jauh lebih dari kamu." Clarissa sedikit mencondongkan badan, mendekat pada Adimasta. 

"Aku akan sabar menunggu, Clay. Jika kamu perlu sesuatu aku ada, buat kamu." Tidak ada ekspresi. Tapi ucapan Adimasta membuat Clarissa makin kesal. 

"Huuhhh! Konyol!!" Dengan kata itu Clarissa meninggalkan Adimasta. 

Adimasta memandang Clarissa yang terus menjauh tanpa menoleh lagi. Adimasta mengusap rambutnya yang hitam dan tebal. Dia tidak akan mundur. Dia sayang Clarissa, dia mau gadis itu hidup dengan baik. Dan dia yang akan ada di sisinya, mendampingi Clarissa menemukan kehidupan yang penuh cinta. Itu tekat Adimasta.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status