“Mari kita berangkat tuan pengangguran,” kata Keira sambil menaiki motor Sean dengan senyum penuh kemenangan.
Sean memejamkan mata sambil menghembuskan napas lelah. Gadis di depannya ini jauh lebih licik dari yang ia kira.
Tak lama setelahnya, Sean langsung menjalankan motornya untuk segera berangkat. Sesekali Keira mengingatkan Sean agar tidak mengantuk saat di perjalanan.
“Hei, jangan mengantuk!” kata Keira sambil menepuk bahu Sean.
Beberapa kali ia mengucapkan kata-kata tersebut dan hanya dijawab dengan dehaman saja oleh Sean.
Sampai akhirnya mereka tiba di parkiran asrama, dengan sigap Keira melepas helm nya dan memberikannya pada pria di depannya ini.
“Terima kasih.”
Setelah mengatakan itu Keira langsung pergi meninggalkan Sean yang masih sibuk menaruh helm yang dipakai Keira lalu mencopot helm yang dipakainya sendiri.
Baru saja masuk ke dalam asrama, Keira langsung diserang oleh tiga anak kecil yang berlari menuju
“Ayolah. Ada yang ingin sekalian kubicarakan padamu. Ini sangat penting bagiku,” ucap Sean dengan nada memohon. “Kau kan bisa langsung bicara saja tanpa harus membawaku ke sini.” Sean menatap Keira dengan tatapan yang sangat sulit diartikan. Keira membalas tatapan Sean dengan raut garang, namun sepertinya ia gagal karena malah terlihat menggemaskan. Tanpa banyak bicara lagi, akhirnya Sean memutuskan untuk langsung menarik tangan Keira menuju ke ruko tujuannya. Mungkin meski terlihat sedikit kasar, namun sebenarnya Sean tidak menariknya dengan keras. Keira tersentak kaget, namun tidak memberontak. Ia tak melepaskan genggaman tangan Sean. Ia terus menatap tangannya yang sedang ditarik lembut oleh seorang pria di depannya ini. Entah mengapa, terasa sangat... hangat. Tess... Tiba-tiba air mata Keira jatuh dari mata bagian kanannya. Tess.. tess.. Dalam waktu sepersekian detik, kedua matanya terus mengeluarkan a
Pagi ini, Keira duduk di depan cermin sambil beberapa kali memejamkan mata. Sejak bangun tidur tadi ia merasa pusing dan sedikit lemas. Ia memijat kepalanya pelan, lalu mengoleskan minyak angin super panas di titik-titik kepala yang terasa berdenyut. Namun sepertinya ia masih bisa berangkat ke kampus, karena tidak begitu terasa parah. Ia segera bersiap dan berangkat seperti biasa. Tak lupa ia memakai outer rajut yang lebih tebal dari biasa karena merasa sedikit kedinginan. --------------- Sampai di kelas, Keira langsung duduk di bangkunya dan membenamkan kepala di lipatan tangannya di atas meja. Karena dengan begitu ia merasa lebih baikan. “Pagi, Kei!” Suara Noel terdengar menyapa. Keira hanya menolehkan kepala saja karena terlalu malas untuk mengangkatnya. “Hmm..” “Kau kenapa? Suaramu terdengar lemas,” tanya Noel sambil mengambil kursi di sampingnya yang masih kosong. “Aku baik-baik saja, aku.. kurang tidur, mu
“Ada apa? Anak-anak mengatakan ada yang pingsan tadi.” “Iya, gadis ini pingsan. Aku tadi sempat menyentuh keningnya. Sepertinya ia demam,” jawab Sean sambil memilih beberapa peralatan medis yang ia butuhkan dengan tenang. Paman Moza berjalan mendekat ke arah Keira, ia melihat keadaannya. Memang muka Keira terlihat sangat pucat sekali, dan warna gelap di bawah matanya sangat kontras. Sean datang dengan membawa barang-barang yang diambilnya tadi. Di kedua tangannya sudah terdapat minyak angin dan sebotol alkohol, serta stetoskop yang sudah bertengger manis di lehernya. Paman Moza terus memperhatikan semua yang dilakukan Sean pada Keira. Ia melihat Sean yang sedang memasang stetoskop pada telinganya, lalu memeriksa bagian dimana denyut jantung Keira dapat terdengar dan juga di beberapa bagian perutnya. Setelah melakukan hal tersebut, Sean mencoba untuk membangunkan Keira dengan minyak angin yang telah dibawanya tadi. Namun, tidak ada respon.
Sean memutuskan untuk segera menghampiri Keira dan melihat bagaimana kondisinya sekarang. Ia menyentuh keningnya dan merasa bahwa suhu tubuh gadis itu tidak banyak menurun, serta gestur tubuhnnya menandakan jika ia sedang merasa gelisah. Jadi, Sean memutuskan untuk mengompres kening Keira saja, agar dia bisa merasa lebih nyaman dan tidak gelisah seperti itu. Sebenarnya di tempat ini tersedia kompres instan, tapi itu hanya diperuntukkan untuk anak-anak kecil saja. Sehingga, jika Keira menggunakannya sekarang maka efeknya tidak akan begitu membuahkan hasil. Sean pun pergi ke dapur untuk menyiapkan air kompresan, lalu mengambil sebuah handuk kecil. Setelah semuanya siap, ia segera kembali untuk melaksanakan niatnya tadi. Ditaruhnya baskom berisi air tersebut di atas nakas, dan mulai memeras handuk yang sudah di celup-celupkannya barusan. Ia melipat handuk tersebut sedemikian rupa hingga pas untuk ditaruh ke atas kening Keira lalu menepuk-nepuknya pelan.
Keira membuka matanya perlahan setelah mendengar suara beberapa anak kecil yang sedang tertawa dengan samar-samar. Suara mereka terdengar sangat menyenangkan dan juga menenangkan. Saat matanya benar-benar terbuka, entah kenapa penglihatannya menjadi kabur sehingga tidak bisa melihat apapun dengan jelas. Meskipun Keira telah berusaha mengedipkan matanya beberapa kali, tapi tetap saja terlihat,, buram. Keira mencari sumber suara anak-anak kecil yang didengarnya tersebut. Setelah berjalan beberapa langkah, akhirnya tampaklah mereka semua. Tiga anak kecil yang sedang bermain di depan sebuah toko. Sebentar, Keira sepertinya sangat mengenali lingkungan tempat ini. “Ini..... Toko paman Noir?” Ucap Keira pelan. Keira berjalan mendekat ke arah anak-anak kecil tersebut, mereka tampak sangat asik sekali bermain lari-larian. Lalu dilihtnya ada satu anak yang terjatuh, se
Tepat detik ini, mata mereka berdua bertemu. Rasa-rasanya, kini waktu berhenti untuk beberapa saat. Tak berselang lama, Keira tersenyum tipis sambil mengacungkan jempolnya pada Sean sebagai tanda paham atas perkataannya tadi. Sementara Sean, “cantik...” ungkapnya lirih, matanya terpaku pada semua pergerakan Keira yang sedang berjalan di depannya ini. Sean menggelengkan kepalanya berkali-kali untuk menyadarkan diri. Tidak seharusnya ia memandang seseorang diam-diam seperti itu, tidak sopan. “Lantas, kau tidak makan?” Tanya Keira sebelum berjalan pergi meninggalkan ruangan itu menuju ruang makan. “Makan, nanti..” Jawab Sean sambil mengalihkan pandangannya menuju laptop dan belagak sok sibuk dan serius. “Mau pergi bersama?” “Tidak, kau duluan saja.” Keira mengedikkan bahu sambil berkata, “yasudah..” Lalu berjalan keluar sambil menggenggam obatnya di tangan. Kei
Hari ini, Keira bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkan diri sebelum pentas. Kemarin setelah bertemu dengan kakaknya, ia langsung pulang ke rumah dan beristirahat sepanjang hari agar hari ini tubuhnya bisa kembali pulih dan sehat bugar.Benar saja, berkat kemauannya yang besar agar dapat segera pulih serta obat dan vitamin pemberian Sean kemarin membuatnya lebih cepat melalui masa pemulihan. Hari ini rasanya segar sekali, Keira sangat besyukur dengan hal itu.Keira tidak menyiapkan terlalu banyak hal, karena paman Moza tadi malam mengabari bahwa semuanya akan disiapkan oleh yayasan. Termasuk baju, riasan dan lain-lain. Ia lagi-lagi hanya perlu menyiapkan keadaan diri sendiri dan juga mental yang siap saja. Namun, khusus untuk kali ini Keira meminta paman Moza agar tidak perlu menyuruh siapapun menjemputnya. Karena ia berencana untuk mengunjungi kakaknya di rumah sakit terlebih dahulu dan ingin lebih menikmati perjalanannya saja. Ia ingin bert
Sementara itu, paman Moza dan Sean mengurus acara di aula depan sana. Mereka mengawasi tata panggung serta menyambut para tamu yang baru datang. Seringkali berbincang, menyapa, serta beberapa kali sedikit membungkuk untuk menyapa tamu lain yang baru saja hadir.Aula yayasan tersebut pun telah disulap menjadi sebuah tempat yang sangat indah. Hiasan-hiasan yang tidak terlalu kekanak-kanakan, akan tetapi tetap terlihat meriah. Panggungnya pun didirikan sedemikian rupa hingga tampak seperti panggung-panggung teater di gedung-gedung teater besar di pusat kota. Sangat mengesankan.Suasana di sana sudah sangat ramai oleh tamu. Juga, paman Noir yang telah datang dan menempati kursinya yang terletak tepat di depan panggung.Setelah jam menunukkan pukul sepuluh tepat, paman Moza dan Sean pun menghentikan kegiatannya lalu pergi ke tempat duduk masing-masing karena acara akan segera dimulai. Semua urusan tatanan acara, bahkan MC, telah disiapkan oleh para staff