Share

Membeli Hadiah Untuk Jessica

"Tragedi putus!!!" 

Lynn lantas berujar 'oh' mengingat Jessica adalah tokoh utama dalam cerita Steve kemarin. Wajar saja Lynn lupa, Lynn memang kategori pendengar yang tak menaruh minat pada nama seseorang yang tak dikenalnya.

"Jadi, kapan?" tanya Lynn mengambil donat rasa coklat dan mengunyahnya pelan.

"Aku akan menceritakannya saat makan siang nanti!" balas Steve sembari berbalik meninggalkan meja Lynn dengan cekikikan melihat wajah cemberut Lynn.

Netra Steve kembali fokus dengan layar monitornya, kesibukan kerja mengalihkan pusat pikiran Steve. Beberapa kali, Fianne berbalik ke arahnya untuk berbagi tugas mengerjakan laporan bulanan.

"Jadi?"

Steve dan Lynn baru saja menyelesaikan makan siangnya, Steve kembali memesan dua cappucino.

"Kami sepakat bertemu di malam minggu," jawab Steve lalu menyesap cappucino-nya.

"Kau menyukainya?" tanya Lynn kembali.

"Terlalu dini mengatakan itu, tapi, aku memang sedang mencobanya." 

Senyum getir nampak di wajah Lynn. Ada perasaan sakit hati dan rasa cemburu mendengar ucapan Steve. 

Jika setiap malam Steve meringkuk di bawah temaram bulan, memutar segala memori dengan Rose walau Lynn sudah melarangnya. Namun Steve bahkan tak bisa menyingkirkannya, memori itu berputar otomatis dalam kepala Steve. Namun, beda cerita lagi untuk saat ini, setiap malam selama dua jam, Steve menghabiskan waktu dengan menelepon Jessica.

Steve meninggalkan pesan singkat untuk Lynn kemudian Steve menyalakan lampu tidur, menjemput mimpi-mimpi indah.

"Ayo dong, Lynn. Kamu kok jahat sama sahabat sendiri." Steve menangkup kedua tangannya di depan dada, memohon pada wanita itu. 

"Tapi, aku capek, Steve. Sabtu saja kita belinya."

"Tidak bisa, Lynn. Aku kudu siap-siap," ujar Steve menunjukan wajah tampang imutnya yang justru terlihat menjijikkan di mata Lynn.

"Baiklah, baiklah. Puas, huh?!" Lynn terpaksa merelakan jam malamnya untuk menemani Steve membelikan hadiah untuk Jessica.

"Tapi, kita pulang dulu, yah! Nanti kamu jemput aku."

"Langsung aja, Lynn. Gak usah pulang segala," sanggah Steve.

"Ya sudah, aku batalin aja!" Lynn berpura-pura kembali fokus pada komputernya sembari jemarinya mengetik di papan keyboard.

"Oke, Oke. Kita pulang dulu, terus aku jemput ratu tukang ngambek Nona Lynn Meinen." Steve mengangkat tangan Lynn dari papan keyboard. Steve menyerah menghadapi wanita yang satu itu.  Senyum manis terbit di wajah Lynn lalu mengangguk pelan. Steve berbalik menuju ruang kerjanya, Lynn menatap punggung Steve yang sudah berbelok, lagi-lagi rasa cemburu itu muncul. Kapan kau akan melihatku sebagai wanita, Steve? Batin Lynn. Tepukan di bahunya menyadarkan lamunan Lynn.

"Gak boleh melamun!" ujar Leiss, Lynn hanya tersenyum kikuk dan kembali fokus di komputernya.

Steve dan Lynn pulang dari kantor, keduanya berkendara beriringan, keduanya membawa mobil masing-masing. 

"30 menit!!" teriak Steve dari mobilnya. 

Lynn hanya memberi isyarat oke dengan tangannya kemudian masuk ke dalam rumahnya. Mobil Steve melaju meninggalkan rumah Lynn. 

Steve memilih pakaian kasualnya. Namun, tetap meninggalkan kesan menawan, memorinya berputar kala mengingat kesan pertama orang lain melihatnya yang selalu berujar 'wow'. Steve langsung teringat pertemuannya dengan Kakek Dijon saat pendakian gunung Semeru yang selalu berkata padanya jika berpapasan: orang ganteng mah bebas, pakai apa saja tetap cakep. Steve sendiri mengakui bahwa dirinya memang tampan, dia tak melebih-lebihkan, tapi faktanya memang begitu. Kulitnya putih dibanding kakaknya William.

Warna kulit Steve memang menonjol di keluarganya sekaligus dia yang paling berbeda, tak jarang banyak yang mengatakan bahwa Steve anak adopsi. Itu karena Steve mewarisi semua gen resesif ayahnya yang berasal dari kakek buyutnya. Ya, kakek Jerion —ayah Steve— berdarah Jerman. Steve lebih mirip dengan kakek buyutnya, hanya saja rambut Steve hitam. Steve berwajah ke-bule-an dengan hidung mancungnya, alisnya yang tebal, bibir ranumnya yang tebal, iris matanya berwarna cokelat serta struktur mukanya yang lancip nan kokoh. Warisan dari kedua orang tuanya hanya rambut hitam dan bulu mata lentik dari ibunya, Rihanna. 

Steve sengaja membuat rambutnya sedikit berantakan, meninggalkan kesan seksi jika seorang wanita melihatnya sekaligus membuat para pria tercekik iri. Sebenarnya tidak sepenuhnya begitu, gaya rambut Steve memang terlihat messy, kecuali di tempat kerja. Steve kemudian tersenyum, menatap penampilannya yang sempurna.

Steve tengah bersandar di mobilnya menunggu Lynn keluar, tangan kanannya dimasukkan dalam saku jean-nya. Dan baru saja Lynn keluar, berdiri mematung menatap tampilan Steve, entah kenapa Lynn selalu merasa terpukau melihat Steve walau keduanya selalu bertemu setiap hari. Sial, dia memang ahli membuat pakaian sederhana terlihat mewah di tubuhnya! Batin Lynn.

Tampilan Steve sangat sederhana, hanya mengenakan kaus putih dilapisi jaket kulit hitam dipadukan dengan jean hitam. Steve juga sama terpakunya menatap kagum Lynn. Sudah terhitung cukup lama terakhir kali mereka berdua jalan bersama. Lynn mengenakan dress selutut berkerah yang berlengan panjang berwarna kuning gading dengan kerah, ujung lengan dan ujung rok berwarna hitam. Steve berdehem mencairkan suasana.

"Cantik," puji Steve kala membukakan pintu mobil untuk Lynn. Lynn merasa wajahnya terbakar hanya karena satu kata pujian Steve, buru-buru Lynn masuk dalam mobil sebelum Steve menyadari wajahnya.

Steve berjalan berputar memasuki kursi kemudi, melirik sebentar Lynn kemudian mobil melaju meninggalkan pelataran rumah Lynn.

"Menurutmu, hadiah apa yang bagus untuk Jessica?" Seketika Lynn melirik ke arah Steve. Kau bertingkah seperti tak pernah membelikan hadiah untuk wanita, batin Lynn.

"Kalung?" balas Lynn. 

Steve tampak manggut-manggut.

Keduanya memasuki toko perhiasan, Steve tiba-tiba merasa linglung melihat aneka model kalung. Steve melihat Lynn yang sedang berbicara dengan pelayan toko. 

"Steve!" panggil Lynn. Steve tengah menatap etalase cincin sebelum Lynn memanggil namanya.

"Bagaimana?" ujar Lynn menyodorkan kalung emas putih berhias bandul mutiara.

"Sangat indah, kita pilih ini saja." 

Lynn tersenyum puas tahu bahwa Steve menyukai pilihannya.

Keduanya keluar dari toko tersebut dan berjalan beberapa meter dan memasuki sebuah mall, Steve turut ikut karena memang begitu kesepakatannya. Lynn membantu Steve memilih hadiah untuk Jessica sebagai imbalannya Steve menemani Lynn berbelanja.

Steve berjalan mengikuti Lynn yang tengah memilah koleksi dress selutut, Steve menangkap beberapa pria tengah mencuri pandang dengan Lynn dan Steve tahu bahwa dia juga diikuti dengan tatapan kagum para wanita. Setelah memilih baju yang menurutnya pas, Lynn menarik tangan Steve menuju lantai dua. Lynn seketika lupa keberadaan Steve kala netranya menangkap etalase make up.

Steve terkekeh kecil menyaksikan Lynn tengah melompat girang menemukan barang yang diincarnya sedang diskon. Steve mendekati Lynn yang tengah mencoba warna lipstik, tapi wajah Lynn seketika cemberut.

"Kenapa?" tanya Steve dengan tawa yang tertahan. Lynn lantas tersenyum girang menatap Steve.

"Kemari!" Lynn melambaikan tangan menyuruh pria itu mendekat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status