"Kalian semua bertanggung jawab atas kematian istri dan anak saya!" teriak Herman.
Para petugas rumah sakit, Dokter dan penjaga keamanan, berusaha memenangkan Herman, namun lelaki baya itu tetap menangis sambil berteriak kencang. Herman terus menyalahkan rumah sakit dan Dokter Bella, yang menangani istrinya kemarin. "Tolong hubungi Dokter Bella," ucap salah satu Dokter laki-laki pada petugas administrasi. "Sudah Dok, tapi telepon terputus. Sepertinya Dokter Bella mengalami syok mendengar kabar kematian pasiennya." Dokter Andri menghela napas panjang. "Lalu bagaimana sekarang? Lelaki itu tidak akan mau diam sebelum Dokter Bella datang. Kalau terus seperti ini, nama rumah sakit akan tercemar. Orang akan beranggapan bahwa tuduhan mal praktek itu benar." Petugas administrasi hanya diam, tak bisa berbuat apapun. Sudah berulang kali dia menghubungi Bella, namun tak ada jawaban. "T"Kalian semua bertanggung jawab atas kematian istri dan anak saya!" teriak Herman. Para petugas rumah sakit, Dokter dan penjaga keamanan, berusaha memenangkan Herman, namun lelaki baya itu tetap menangis sambil berteriak kencang. Herman terus menyalahkan rumah sakit dan Dokter Bella, yang menangani istrinya kemarin. "Tolong hubungi Dokter Bella," ucap salah satu Dokter laki-laki pada petugas administrasi. "Sudah Dok, tapi telepon terputus. Sepertinya Dokter Bella mengalami syok mendengar kabar kematian pasiennya." Dokter Andri menghela napas panjang. "Lalu bagaimana sekarang? Lelaki itu tidak akan mau diam sebelum Dokter Bella datang. Kalau terus seperti ini, nama rumah sakit akan tercemar. Orang akan beranggapan bahwa tuduhan mal praktek itu benar." Petugas administrasi hanya diam, tak bisa berbuat apapun. Sudah berulang kali dia menghubungi Bella, namun tak ada jawaban. "T
Paginya~ Baru saja membuka mata yang masih terasa sepet, Bella mendapat telepon dari rumah sakit. Karena di sampingnya, Anugrah masih tertidur lelap dalam posisi miring, membelakanginya. Ia pun berani menerima telepon itu. Bella beranjak turun dari ranjang sambil memunguti pakaiannya satu per satu. Ponsel yang dipegang, ia himpit di sisi telinga dan bahu. "Halo," ucap Bella dengan suara berbisik. "Halo Dokter, Bella. Bisa ke rumah sakit sekarang?" Bella menoleh ke belakang, melihat Anugrah yang belum menunjukkan tanda-tanda bangun dari tidur. Pandang matanya beralih pada jam dinding, yang baru menunjukkan pukul enam pagi. Biasanya dia berangkat ke rumah sakit pukul delapan. "Dok, tolong ke rumah sakit sekarang." "Memang ada apa? Apa ada pasien dengan kondisi darurat?" tanya Bella. "Bukan, Dokter, tapi ada suami da
"Aduh, Mas! Sakit banget. Perut aku sakit!" Suara teriakan Ati, membangunkan bayinya yang tidur lelap di samping. Bayi mungil itu menangis kencang, memecah keheningan di dalam kamar sederhana itu. "Aakhhh! Berisik!" Herman menutup kedua telinganya. Bukannya bangun untuk membantu sang istri, ia justru membenamkan wajahnya di bantal. "Duh, Mas. Tolong bawa aku ke rumah sakit, Mas. Aku kesakitan." Ati merintih, memohon, namun diabaikan oleh Herman. Tangisan bayinya terdengar semakin kencang, namun tak ada yang bisa dilakukan oleh Ati yang tengah merasakan kesakitan. "Mas, tolong tenangkan anak kita dulu, Mas. Aku kesakitan, aku ngga bisa nyusuin dia." Tangan Ati memegang lengan suaminya, menggerakkan tubuh lelaki itu. "Kalian berdua ini berisik banget!" Herman beranjak turun dari ranjang besi yang sudah usang lalu menatap ke arah Ati dan anaknya. "Mas, tolong tenangkan anak kita dulu, Mas. Aku kesakitan. Tolong bawa
Tiba di Hotel, keduanya turun dari mobil yang terparkir di depan gedung mewah itu. Bella dan Anugrah memasuki lobby menuju lift. Saat sedang berdiri di depan pintu lift, Anugrah bertemu dengan teman lamanya. "Apa kabar?" sapa teman lama Anugrah. Pandang matanya tertuju pada Bella, yang berdiri di samping sang Direktur. "Aku baik. Bagaimana denganmu?" Anugrah memeluk teman lamanya bernama Richard. "Seperti yang kau lihat. Aku sangat baik." Richard masih menatap Bella, lalu melepas pelukan. "Istri baru?" Ia berisik. Seingatnya, Anugrah sudah resmi menjadi duda anak satu. Anugrah tersenyum. "Perkenalkan, dia calon istriku." Ia merangkul pinggang Bella, memperkenalkan pada teman lama. "Oh, cantik. Masih sangat muda. Kau memang pandai mencari pasangan hidup."Anugrah terkekeh pelan. "Untuk urusan pasangan, aku tidak pernah main-main dalam hal memilih. Menikah itu kan untuk menambah kebahagiaan.""Oh, jadi dengan yang dulu tidak bahagia?" tawa Richard. Candaan yang sedikit dibumbui
"Dimana ruang Direktur rumah sakit ini?" Lelaki yang memaki Bella tadi, kembali ke rumah sakit.Dengan tatapan mata tajam seperti Elang kelaparan, lelaki itu mengedarkan pandangan ke seluruh koridor rumah sakit. Ia pun bertanya pada perawat yang kebetulan lewat di depannya."Maaf Pak, ada keperluan apa Anda ingin ke ruang Pak Direktur?" tanya perawat dengan tatapan penuh selidik. Lelaki itu mendengus kasar. "Saya ingin bicara dengan Direktur di rumah sakit ini. Kalau saya tidak mendapat keadilan! Saya akan menuntut rumah sakit ini dan menjebloskan Dokter Bella ke penjara!"Mendengar ancaman lelaki itu, perawat tersebut mengambil ponsel dari saku celana lalu menghubungi rekan kerjanya. "Tunggu sebentar ya, Pak." "Tunjukan saja di mana ruang Direktur rumah sakit ini! Jangan buang-buang waktu!" desak lelaki itu. "Sabar Pak, saya harus menginformasikan dulu pada pihak rumah sakit." "Halah! Alasan!" Lelaki bernama Herman itu menghentakkan kaki, lalu melangkah meninggalkan perawat. Sed
Bella melangkah gontai menuju ruang Direktur Utama Rumah Sakit Ibu dan Anak. Di sana, Anugrah pasti sudah menunggu, dan akan memberikan pertanyaan tentang tindakan operasi secar yang dia lakukan tadi pagi. Meskipun Anugrah kekasihnya, namun tetap saja sang Direktur harus bekerja secara profesional sesuai prosedur rumah sakit. Sebenarnya, tak ada perasaan takut sama sekali, ia hanya kecewa pada sikap arogan suami pasien yang baru saja diselamatkan. Lamunan Dokter Cantik itu buyar setelah berada di depan ruangan dengan papan nama bertuliskan Direktur Utama: Anugrah Permana. Bella menarik napas panjang, mengangkat satu tangan lalu mengetuk pintu. Tok! Tok! Tok! Ia menyempitkan kedua mata sambil mengatur napas yang sedikit sesak. Berharap tidak ada kemarahan di wajah Anugrah, karena kesalahan yang dia buat. Tok! Tok! Tok! "Masuk," seru Anugrah dari dalam ruangan. Klek! Pintu dibuka lebar oleh Bella, ia melihat ke arah kekasihnya yang tengah menatap laptop di atas me