Share

Enam

     "Teriak saja, maka aku akan bilang pada orang-orang kau yang menghentikan mobil dan menggodaku," tukas Caden.

    "A-pa ... apa katamu? Lihat saja mereka pasti tidak akan percaya padamu!" 

     Caden menyeringai mendengar itu.

"Coba saja!" ucapnya. 

    "A-pa?" 

    Liz tertegun karena tidak menyangka Caden justru menantang dia. Memanfaatkan kesempatan, Caden justru kemudian membopong Liz di pundaknya. Perempuan muda itu memekik dan memukul-mukul punggung Caden. Namun Caden malah memasukkan Liz ke dalam mobil dan membawa gadis itu pergi dari sana.

***

    "Hentikan, hentikan mobilnya sekarang atau aku akan berteriak!" Liz yang duduk di samping Caden kembali mengancam. 

    "Kau ini aneh sekali. Selalu mengancam akan berteriak. Kau tadi menjerit saja tidak ada yang datang menolong."

    "Kau ....!" Ucapan Liz terhenti saat menyadari kebenaran kata-kata Caden. Ia kemudian menyadari bahwa tempat Caden menghentikan dia adalah tempat yang sepi. 

    Caden bersiul sambil tersenyum senang.

"Jika ingin menjatuhkan lawan, kau harus mengetahui kelemahan lawanmu."

***

   "Mau apa kita kemari?" tanya Liz saat Caden membawa dia ke apartemen. 

   "Kita bisa melakukan banyak hal di tempat ini."

   "Aku tidak mau melakukan apa pun bersamamu. Aku mau pulang saja."

    Liz berbalik dan hendak pergi, tetapi Caden justru menarik Liz ke dalam lift. 

   "Hei, apa yang kaulakukan?" tegur Liz yang berniat keluar dari lift. Caden tentu tidak tinggal diam. Ia kembali menarik Liz dan mendorongnya ke dinding lift. Kedua tangan lelaki itu mengekang hingga Liz tidak bisa untuk pergi dari sana. Pintu lift kemudian menutup.

    "Ka-u ...," ucap Liz dengan suara tersendat. Wajah Caden yang begitu dekat dengannya. Embusan napas hangat lelaki itu membuat detak jantungnya menjadi tidak teratur. Liz segera mengalihkan pandangan dari Caden. Sungguh aneh jika ia merasakan sesuatu pada pria yang telah menghancurkan hidupnya.

    Lift berguncang sebentar dan lampu padam. Liz menjerit ketakutan. Matanya kemudian terpejam rapat dan ia memeluk Caden tanpa sadar.

    "Kau memang perayu ulung, bahkan langsung memelukku begitu saja," ucap Caden. Liz tersadar dan melihat semua telah kembali normal. Ia segera mendorong pria itu menjauh.

    "Awas saja kalau kau macam-macam denganku!" ancamnya.

    "Kau yang macam-macam, bahkan memelukku lebih dulu. Apa kau juga berpikir untuk tidur denganku?"

    "Kau!" geram Liz sambil mengangkat tangan untuk memukul Caden. Namun Caden menahan tangan tersebut.

   "Kau sudah menamparku kemarin. Selain memukul, apa tidak ada hal lain yang bisa kaulakukan?" tanya pria itu. Tanpa menjawab, Liz segera menendang tulang kering Caden. Pria tersebut segera melangkah mundur dengan terpincang. Wajahnya juga mengernyit menahan sakit. Matanya menatap tajam pada Liz, tetapi perempuan tersebut hanya tersenyum saja.

     Pintu lift membuka dan beberapa orang berjalan masuk. Seorang pria melihat Liz dengan sorot mata penuh hasrat. Hal itu membuat Liz merasa risih. Pria tersebut bahkan berpindah untuk berdiri dekat dengan Liz.  

    "Maaf," ucap Caden sambil merangkul pundak Liz.

"Istriku tidak nyaman kau melihatnya seperti itu. Aku juga tidak suka, kecuali kau ingin aku menghajarmu hingga babak-belur, sebaiknya kau berhenti melihat istriku dan pindah ke tempat lain."

     Pria itu melihat sorot mata Caden yang mengancam hanya mengangguk saja. Ia juga menurut untuk pindah dari sana. Pintu lift membuka. Caden kemudian menggandeng tangan Liz untuk keluar dari lift tersebut.

***

  Caden mengetik sandi untuk membuka pintu apartemen. Liz menyadari bahwa itu adalah kesempatan dia pergi dari sana. Akan tetapi, saat ia hendak lari, Caden menarik kerah bajunya dan menyeret dia masuk. 

   "Aku mau pulang!" seru Liz yang bergegas menuju pintu. Namun Caden kembali menghalangi dia. Pintu tersebut kemudian menutup di hadapan Liz. Liz segera mendorong Caden dan berlari menuju pintu. Namun apa pun yang dia lakukan, pintu tersebut tidak bisa membuka.

     "Pintu itu telah mengunci otomatis. Tanpa sandi dariku, kau tidak akan bisa membukanya," ucap Caden.

     Liz berbalik dan menatap pria itu kesal.

"Sebenarnya apa yang kauinginkan? Kenapa membawaku kemari dan menahanku di sini?"

    Caden menarik Liz dan merengkuh dalam pelukan. Ia kemudian mendorong gadis itu ke sofa besar yang ada di sana. Caden membuka satu per satu kancing bajunya. 

    "Apa yang kaulakukan?" tanya Liz panik sambil mengangkat tangannya sebagai tameng. Kedua matanya juga terpejam rapat.

    Caden mendekat dan tersenyum melihat Liz yang masih memejamkan mata sambil mengangkat tangan. Perlahan tangan pria itu terulur hendak menyentuh pipi Liz. Akan tetapi, sesaat kemudian dia tersadar dan menggeleng. Caden berdehem sesaat.

    "Pikiranmu itu terlalu kotor," ucap Caden sambil menjentikkan jari di kening Liz. Liz sontak membuka mata dan melihat Caden masih berpakaian lengkap, hanya saja pria itu mengganti kemeja putih yang dikenakan dengan kaos hitam.

    "Aku hanya berganti pakaian. Lagipula meski aku membuka seluruh pakaianku, seharusnya kau tidak perlu memejamkan mata. Bukankah kau telah mengenal tubuhku dengan sangat baik?"

   Wajah Liz bersemu mendengar kata-kata Caden. Pria itu kemudian mendekat dan berbisik di telinganya,

"Sama sepertiku, aku juga mengenal tubuhmu dengan baik."

    Melihat Liz hanya diam, Caden tersenyum dan menaruh kemeja putih yang tadi dia kenakan di pangkuan Liz.

   "Ini cuci bajuku!" perintahnya. Liz tersadar dan dengan mata membeliak menatap Caden. 

   "Apa maksudmu?"

   "Apa? Apa kaupikir aku membawamu kemari untuk tidur denganku? Jangan harap!"

   "Aku membawamu kemari agar kau bisa membersihkan tempat ini, mencuci pakaianku, dan memasak untukku."

   "Aku tidak mau!"

   "Jika kau tidak mau, maka aku akan memberitahu orang-orang kalau kau adalah istriku yang kabur dariku."

   Tangan Caden kembali mengungkung tubuh Liz sama seperti yang dia lakukan sebelumnya di lift.

"Saat itu, aku ingin tahu apa masih ada pria yang mendekatimu dan memboroskan uang mereka untukmu."

   Tangan Caden kemudian terulur dan memainkan rambut Liz.

"Kau harusnya berterima kasih, aku mengajarimu untuk mencari uang dengan cara yang baik. Jika kau bisa menyelesaikan pekerjaan, nanti aku akan membayarmu."

    "Baiklah, aku akan melakukannya," sahut Liz. Caden tersenyum dan mengangguk. Tatapan matanya kemudian jatuh pada bibir penuh Liz. Ia kemudian mendongakkan wajah Liz dan bibirnya kian dekat. Liz sendiri seolah membeku tanpa ada niat untuk melawan.

     Suara dering ponsel menyadarkan keduanya. Caden segera beranjak dan meraih ponsel tersebut, sedang Liz menghela napas lega.

    'Apa-apaan aku ini? Apa aku akan membiarkan Caden menciumku?' tegur Liz pada dirinya sendiri.

'Liz, ingat, Liz, dia pria yang jahat. Hidupmu, masa depanmu, semua hancur karena dia.'

***

    Caden berdiri di beranda sambil melihat pada Liz melalui pintu kaca. Seulas senyum muncul di bibirnya.

   'Aku pasti sudah tidak waras. Kenapa aku malah mau mencium dia?' 

    

    

    

   

     

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status