Share

Love in The Game (INDONESIA)
Love in The Game (INDONESIA)
Penulis: Cindy Chen

Rumah Tua

“Pelan-pelan, cantik! Kami hanya ingin mengantarmu pulang!” seru segerombolan pria mabuk.

Bunyi cipratan air terdengar saat kaki Claire Hopkins menginjak genangan air di jalan, membuat noda kotor di celana jeans birunya. Jalanan habis diguyur hujan lebat. Claire tidak peduli celana jeansnya semakin kotor, ia mempercepat langkahnya untuk menghindari gerombolan pria mabuk yang sedang mengejarnya.

Claire menatap ke sekelilingnya, tidak ada orang lain yang masih berkeliaran selarut ini. Claire mengumpat dalam hati. Ini semua karena pacarnya, Robin. Jika saja pria itu tidak membuatnya keluar rumah selarut ini. Claire ingin tahu apa yang diperbuat pria itu tanpa sepengetahuannya. Setelah sahabat baik Claire – Amanda – memberitahunya, Claire memutuskan untuk melihat sendiri. Ia sengaja keluar tengah malam untuk membuktikan kata-kata Amanda benar. Claire masih merasakan matanya perih dan hidungnya berair setelah melihat sendiri, Robin bersama wanita lain bercumbu begitu mesra dalam kamar hotel murahan.

Kini, Claire dalam masalah yang lebih besar. Flatnya masih beberapa blok dari tempat ini dan ia tidak yakin bisa sampai dengan selamat sekarang. Claire berlari sekarang, sebab pria-pria mabuk itu sudah dekat. Meskipun sempoyongan, mereka dengan cepat bisa meraih tas ransel kecil yang dipakai Claire di punggungnya.

“Lepaskan aku!” seru Claire dengan suara sekencang mungkin, tapi gerombolan pria itu malah tertawa.

Salah seorang dari mereka mendorong Claire ke arah temannya, lalu yang lain menangkapnya. Mereka tertawa-tawa sambil menyentuh tubuh Claire yang indah. Meski tertutup T-Shirt longgar dan celana jeans panjang, Claire masih terlihat sangat menarik. Kulitnya yang berkilau meski tanpa cahaya lampu, rambut panjangnya yang berkilau sewarna sinar mentari, dan matanya yang biru laut, membuatnya selalu menarik perhatian.

“Lepaskan!” seru Claire. Bau alkohol yang menyengat memenuhi indra penciuman Claire saat pria-pria itu bergantian mengganggunya. Ia menggigit lengan salah satu pria mabuk yang sedang mendekap dan menggerayangi tubuhnya dari belakang. Pria itu berteriak dan sontak melepaskan dekapannya. Claire mengambil kesempatan itu untuk berlari sekencang-kencangnya.

“Kurang ajar! Kejar dia!” seru pria itu.

Mata Claire mencari-cari tempat untuk melarikan diri atau bersembunyi di dalam kegelapan. Ia tidak mungkin bisa berlari secepat itu kembali ke flatnya yang masih cukup jauh. Sialnya, tidak ada taksi di sepanjang jalan. Claire akhirnya menemukan sebuah rumah tua kosong yang biasa ia sebut dengan rumah hantu. Rumah tua itu sudah tidak terawat dengan pepohonan dan rerumputan yang sudah tumbuh tidak teratur. Tidak ada lampu yang meneranginya.

Rumah itu sudah terlihat cukup menyeramkan pada siang hari, terlebih lagi pada malam hari. Claire tidak punya banyak pilihan. Ia menengok ke belakang dan melihat pria-pria itu masih mengejarnya dan semakin dekat. Entah dengan keberanian yang datang dari mana, Claire berbelok lalu berlari masuk ke dalam rumah tua yang tidak berpagar itu.

Seperti yang Claire duga, pintu depan rumah itu tidak terkunci, bahkan terbuka sedikit. Tanpa pikir panjang, Claire masuk ke dalam dan menutup pintu berdebu tebal itu rapat-rapat. Pria-pria itu menyadari apa yang Claire lakukan, mereka pun ikut berbelok dan mulai memasuki beranda rumah. Claire dengan panik meraba anak kunci yang untungnya masih menempel di pintu. Ia menguncinya dengan cepat, membuat para pria mabuk itu menggedor-gedor dengan sia-sia di depan pintu.

Claire terbatuk-batuk karena debu-debu yang menempel di pintu itu beterbangan saat dipukul-pukul dari luar. Ia menyingkir dari pintu lalu mengintip melalui kaca jendela kotor yang ada di sebelah pintu. Dengan jarinya, ia membersihkan sedikit bagian dari jendela agar bisa melihat dengan jelas. Debu yang menempel di kaca jendela itu sudah sangat tebal. Rumah ini sudah sangat lama ditinggalkan.

Pria-pria itu mengumpat dan menendang kerikil dengan marah karena tidak berhasil mendapatkan Claire. Mereka pergi sambil berteriak-teriak marah. Botol minuman kosong yang masih ada di tangan mereka dilemparkan begitu saja ke jalanan, menimbulkan bunyi pecahan-pecahan kaca. Claire menghembuskan nafas lega, setidaknya ia aman untuk sekarang.

“Kamu tidak akan bertahan lama di sana, gadis pirang! Kami akan menunggumu keluar!” seru para pria itu sambil duduk-duduk di pinggir jalan.

“Gadis pirang sialan!” seru satu orang lagi.

“Sial!” bisik Claire. Sekarang ia tidak akan bisa cepat-cepat keluar dari rumah ini, setidaknya mungkin sampai pagi. Ia menghembuskan napas dengan kasar, sambil menatap ke sekelilingnya. Di sini sangat gelap dan menyeramkan, bagaimana jika ada hantu? Claire bergidik karena pikirannya sendiri. Ia merogoh saku belakang celana jeansnya dan mengambil handphonenya. Dengan cepat gadis itu menyalakan senter.

Saat senter menyala, Claire terkejut karena rumah itu ternyata jauh lebih berdebu dibandingkan yang ia bayangkan sebelumnya. Langit-langitnya sudah dipenuhi dengan sarang laba-laba bercampur debu. Barang-barang berantakan di sana sini. Sepertinya rumah itu ditinggalkan begitu saja dengan terburu-buru.

Claire memberanikan diri untuk melangkahkan kakinya lebih jauh ke dalam rumah. Ada sebuah tangga kayu yang sepertinya jika dibersihkan masih tampak kokoh. Claire berjalan lagi dan menemukan dapur yang ditinggalkan begitu saja, bahkan masih ada satu buah mangkuk berisi sereal di atas mejanya. Claire berjalan lagi dan menemukan sebuah ruangan seperti ruangan kerja atau ruang belajar dengan rak-rak buku yang tersusun rapi. Sebuah laptop masih terbuka di atas meja.

Claire melihat-lihat sebentar ke dalamnya, lalu ia memutuskan untuk mencari kamar tidur yang mungkin bisa ia tempati untuk semalam. Namun, tanpa sengaja kakinya tersandung sesuatu di lantai. Claire mengarahkan senternya ke arah lantai dan mendapati ada sesuatu yang menonjol di balik karpet. Rasa penasarannya membuat Claire menyingkapkan karpet bulu itu dan melihat apa yang ada di baliknya.

Mata biru laut gadis itu melebar saat melihat lantai kayu itu tercengkat di bagian tersebut. Rupanya, bagian itulah yang membuat Claire tersandung. Namun, bukan itu yang membuat Claire terkejut, tapi bagian itu berbentuk kotak, seperti bisa diangkat. Mungkin ada sesuatu di bawahnya. Claire berpikir, mungkin saja itu harta karun. Ia tersenyum karena pemikirannya sendiri.

Perlahan-lahan, Claire mencoba mengangkat bagian kayu yang tercengkat itu. Beruntung, siapapun itu, tidak menutupnya dengan baik sebelum pergi meninggalkan rumah. Dengan mudah, Claire bisa membukanya dan mendapati ada sebuah kotak hitam di dalamnya. Claire kemudian mengangkatnya untuk melihat apa isinya.

Saat kotak itu dibuka, Claire mendapati bahwa itu adalah satu set permainan game yang terlihat cukup canggih. Claire meniup debu di atas kotak itu, lalu mulai membaca tulisan yang ada di atasnya.

“The Myth. Selesaikan setiap misi sebagai dewa atau dewi mitologi Yunani yang kamu pilih. Dengan alat pindai wajah dan tubuh. Rasakan sensasi berada dalam game dengan wajah dan tubuhmu sendiri,” kata Claire membaca tulisan itu.

“Wah, menarik juga. Jadi wajah dan tubuhku akan dijadikan karakter dalam game?” gumamnya lagi. Ia tersenyum tipis. Mungkin bermain game dapat membuatnya melupakan kesulitannya untuk sementara waktu, pikirnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
ninggalin jejak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status