LOGINSuamiku, seorang komandan resimen, akhirnya setuju aku ikut ke kesatuan, dengan satu syarat… Anak kami tak boleh memanggilnya ayah. Delapan tahun kami menjalani pernikahan rahasia. Delapan tahun pula aku tinggal di desa, merawat kedua orang tuanya. Setelah kedua mertuaku meninggal dunia, aku dan anakku memohon padanya agar kami bisa ikut bersamanya ke kesatuan. Dia setuju… Tapi dengan satu syarat! “Setibanya di kesatuan nanti, status kalian hanyalah kerabatku dari kampung,” ucapnya dingin. Saat itulah aku mengerti… Ternyata, di kesatuan sana, dia sudah memiliki keluarga lain. Akhirnya, aku membawa anakku pergi tanpa menoleh sedikit pun. Dan pria yang dikenal dingin itu… Justru tampak panik.
View MorePerempuan yang Baron sebut sebagai sosok cerdas dan tangguh itu… benarkah Mustika?Kenapa selama ini Baskara sama sekali tak tahu?Pertanyaan-pertanyaan itu menyerbu pikiran Baskara, membuatnya kebingungan.“Oh iya, Mas. Omong-omong, kenapa Mbak Mustika balik lagi ke desa? Apa di kesatuan nggak nyaman?”Baskara ingin menjawab, dia membuka mulutnya, tapi tak sepatah kata pun keluar.Apa lagi yang harus dia bilang?Bilang di kesatuan tak ada yang mau mengakui Mustika dan Dimas?Bilang mereka selama ini hanya dipandang sebagai kerabat miskin yang hanya menumpang ketenaran dan selalu diremehkan?Bagaimana mungkin dia akan mengatakannya?Bagaimana mungkin dia berani mengatakan kebenarannya?Di tengah rasa malu yang menyelimuti dirinya, terdengar suara wanita dari belakang.“Baron, ayo balik ke desa.”Baron menoleh, lalu melambaikan tangannya.“Oke, Mbak! Mbak Mus, coba lihat siapa yang datang?”Baskara berbalik, wajahnya menegang.“Mustika.”Langkahku terhenti. Ada kilatan ketidaksabaran di
Wajah perempuan itu terlihat agak tenang.“Aku nggak tahu soal orang lain, tapi suamiku bukan orang yang seperti itu,” ucapnya pelan.“Awalnya, aku juga sempat takut… takut mempermalukannya. Apalagi di desa, banyak wanita intelektual yang juga menyukai suamiku.”“Tapi…”Perempuan itu menunduk, menatap bayi di pelukannya dengan sorot mata yang begitu lembut.“Tapi suamiku pernah bilang, sejak menikahiku… dia akan memperlakukanku dengan baik seumur hidup. Katanya, dia adalah kepala keluarga, lahir dari tanah pedesaan, sama sepertiku. Kalau ada orang yang merendahkanku… itu karena mereka lebih dulu merendahkannya.”“Dia juga bilang… karena sering nggak di rumah karena tugas tentara, semua urusan dalam dan luar rumah, aku yang urus. Dia merasa berutang banyak padaku. Bahkan kalau nanti dia melipatgandakan kebaikannya padaku, tetap nggak akan pernah cukup untuk menebusnya.”Bayi yang sudah kenyang itu mengangkat tangan mungilnya, menggosok-gosok mata.Perempuan itu tampak dengan lembut meny
Sementara dia… bergabung ke militer, menempuh jalan hidup yang dipilihnya sendiri.Baskara tak berani mengakui.Di balik sikap benci dan dinginnya yang selalu dia tunjukkan padaku dan Dimas… sebenarnya tersimpan rasa bersalah yang besar.Galaknya hanya topeng, tapi hatinya pengecut.Karena itulah, meski dia tahu…Bahwa aku tinggal di desa selama delapan tahun demi berbakti pada orang tuanya.Tahu aku menunggunya selama delapan tahun.Tahu betapa tulus dan tanpa pamrihnya aku.Tahu betapa sungguh-sungguhnya perasaanku padanya.Dia tetap tak mau mengakui.Dan tak berani mengakui.Setiap kali melihatku dan Dimas, yang terbayang di benaknya adalah kebobrokannya sendiri.Karena demi melarikan diri dari hidup yang tak ingin dia jalani, dia telah mengurung seorang gadis tak bersalah selama delapan tahun.Tanpa sadar, tangannya kembali terulur hendak mengambil rokok. Namun, suara seorang perempuan dari seberangnya menghentikan gerakannya.“Mas… bisa tolong ambilkan air panas?”Perempuan itu te
Baskara tak tahu bagaimana reaksi Helena. Sekalipun tahu, dia tak akan terlalu memikirkannya.Begitu keluar dari aula, dia menyandarkan tubuhnya yang lesu ke dinding. Dia menarik sebatang rokok, menyalakannya, lalu mengisapnya dalam-dalam hingga asap memenuhi rongga dadanya.Barulah setelah menghembuskan napas panjang, dia seperti hidup kembali.Musik dari dalam aula masih terus berdentum. Baskara hanya melirik sekilas, sebelum akhirnya berbalik pergi.Dia rindu… rindu yang samar pada kampung halaman.Dia membuka pintu gerbang halaman.Malam ini, cahaya bulan begitu terang, jatuh menerangi kebun sayur yang terlihat sedikit berantakan.Dua petak tanah. Tidak besar, juga tidak kecil. Begitu melihatnya, jelas hasil tangan orang yang terbiasa bekerja di kebun. Tanahnya diratakan dengan rapi, garis-garisnya teratur.Hanya saja, beberapa tunas liar yang tumbuh sembarangan merusak harmoni itu.Tangannya yang terselip di saku kembali terasa gatal. Baskara mengeluarkan korek api, tapi tepat saa






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.