Share

Bab5

last update Last Updated: 2022-07-12 20:02:08

MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#5

POV Rani.

Kumatikan ponsel agar mas Mande tidak lagi menelpon. Biarkan saja mereka merasakan bagaimana rasanya penasaran. Mungkin mereka berpikir aku akan kembali dan memohon pada mereka, akan tetapi keputusan ini sudah bulat dan aku tidak akan runtuh meskipun dengan alasan apapun.

Kulihat bapak juga masih asyik bermain dengan Khalila, sesekali ia berhenti karena ngos-ngosan. Biasanya kalau bapak kecapekan ia bisa ngompol atau buang air besar sembarangan. Jadi, aku menghentikan kegiatan sejenak lalu menanyai bapak apakah dia ingin buang air.

"Pak, bapak mau pipis?" tanyaku dan ia menggeleng.

"Kalau BAB?" tanyaku lagi, dan ia juga menggeleng.

"Bapak lapar, belum makan. Sudah dari sehabis pulang kerja bapak belum minum seteguk air." Aku mengernyit, padahal baru saja bapak habis makan banyak. Tapi, ia sudah lupa kalau dia sudah makan.

"Pak, tadi bapak sudah makan," ujarku. Karena, aku belum sempat memasak. Belanja saja belum, apalagi harus memasak. Semua peralatan dapur yang berdebu pun belum habis aku cuci.

"Ibumu mana? Tadi bilangnya mau masak," ujarnya ngelantur. 

"Pak, ibu sudah tenang di sisi Allah," sahutku dengan pelan, meskipun di dalam sini terasa sakit.

"Eh. Itu di bawah kolong ranjang ada tas hitam tempat aku menyimpan kartu ATM sama uang, di situ juga ada surat kebun kelapaku yang banyak di Riau tempat kelahiranku. Adikku yang menjaganya, pasti tabunganku sangat banyak di dalam ATM itu." Bapak menunjuk ke arah kolong ranjang yang hanya berjarak satu jengkal dari lantai. Memang, aku tidak pernah memeriksa kolong ranjang mereka, meskipun pada saat dulu aku belum menikah.

"Pasti bapak hanya halusinasi," gumamku cuek.

Kemudian bapak sudah lupa lagi dengan ucapannya. Tak lama ia terbaring lalu tertidur karena kelelahan. Pun, Khalila juga ikut mendengkur di samping bapak. Mereka tertidur di ruang tamu dan hanya beralaskan tikar gulung yang memang dijadikan sebagai alas lantai semen tanpa proslen ini.

Aku kembali berberes, kulirik pada jam yang melingkar di tangan, kubeli hanya seharga dua puluh lima ribuan. Itupun, masih diejek oleh mertua dan Manisah, serta satu lagi adik bungsunya yang manja bernama Salma.

Aku menyapu kamar bapak yang sudah banyak terdapat sarang hewan kecil, apalagi di bawah kolong ranjangnya. Terpaksa aku membungkuk agar sapu bisa sampai keujung kolong supaya di bawah kolong ranjang bisa bersih dan tak menjadi sarang kecoa.

Akan tetapi, ada yang menyangkut saat aku memasukkan sapu ke dalam kolong. Seperti ada sebuah benda yang lumayan besar di letakkan di bawah sana. Aku penasaran lalu mengambil ponsel dan menghidupkannya. Kupencet senter yang ada di ponsel dan mengarahkan ke bawah kolong ranjang.

Kulihat di bawah sana ada sebuah tas hitam lusuh berukuran sedang tergolek begitu saja penuh debu. Tas apa ini? Belum pernah aku melihatnya sekalipun. Aku menjadi penasaran.

Dengan bersusah payah aku mengambilnya, kutatap tas yang ada di tangan sama persis dengan apa yang bapak ucapkan. Kupikir bapak hanya melantur karena biasanya bapak suka ngasal mengucapkan hal apapun yang spontan keluar dari mulutnya.

Kubuka tas hitam yang resletingnya pun sudah keras. Dengan sekuat tenaga aku berusaha sampai-sampai aku harus mengolesinya dengan minyak goreng yang memang sengaja kusimpan di dalam dirgen dan kuletakkan di dalam lemari rak piring. Agar minyak goreng itu tetap bagus, dan ternyata sampai sekarang pun bau dan warnanya masih belum berubah.

Aku terkejut setelah membukanya, kulihat ada beberapa gepok uang merah di dalam tas ini dan juga satu buah ATM berwarna hitam, juga ada ponsel senter butut berwarna abu-abu. Sepertinya ponsel ini sudah sangat lama sehingga tak bisa lagi dihidupkan. Entah masih bisa dicharger atau sudah rusak.

"Uang siapa sebanyak ini?" gumamku. Ini uang keluaran tahun 2005 tapi masih laku sampai saat ini. 

Kulihat ada secarik kertas usang terselip di dalam tas ini. Kubuka pelan sembari membacanya dengan perlahan.

[13 Desember 2011. Anakku, jika suatu saat bapak melupakan tas di bawah kolong ranjang ini, bapak berharap kamu atau ibumu menemukannya. Di dalam tas ini berisi uang tunai dan kartu ATM tabungan bapak, serta ada map yang berisikan surat kebun kelapa milik bapak yang terletak di tanah kelahiran bapak. Kebun kelapa itu dikelola oleh pamanmu yang bernama Hamsar, setiap bulannya ia selalu rutin mengirim uang ke rekening ini hasil dari penjualan kelapa milik bapak. Bapak mendapat warisan yang lumayan banyak dari kedua orang tua bapak, dan sebagian uang dari penjualan buah kelapa pun bapak kumpulkan untuk membeli kebun baru. Mungkin, bapak tidak selamanya sehat. Jika kamu menemukan tas ini maka temuilah pamanmu. Kode pin ATM 130997. Tertanda dari bapak.] Terakhir bapak memberitahu kode pin ATM. Apakah tas ini sudah disimpan sejak sepuluh tahun yang lalu dan ibu tidak mengetahuinya. Lalu kenapa?

Aku bergegas beranjak menuju ruang tengah, membangunkan bapak yang sedang tertidur pulas.

"Pak-pak, bangun!" ucapku menggoncang tubuhnya dan bapak terperanjat.

Bapak hanya kaget tapi tak mengucapkan sepatah katapun, ia mengucek matanya layaknya seperti anak kecil.

"Pak, ini tas punya siapa? Ini juga ada uang yang lumayan banyak. Apa bapak yang menaruhnya di bawah kolong ranjang?" tanyaku penasaran, berharap bapak ingat. Soalnya tadi bapak bergumam sendiri tentang tas ini.

"Tidak tahu, kamu siapa?" tanyanya masih linglung.

"Pak, aku Rani anak bapak," ucapku menunjuk dada ini.

"Rani? Memangnya saya sudah menikah." Hum! Setiap kali bapak bangun tidur aku terpaksa memperkenalkan diri lagi, karena bapak selalu tidak ingat denganku.

Aku memilih untuk menyimpan kembali tas ini pada tempatnya. Hal yang membuat aku semakin penasaran, berapakah jumlah saldo yang ada di dalam kartu ATM ini. Besok aku harus memastikannya dengan segera.

___________________________

Aku meminta tolong pada tetangga untuk menjaga bapak selagi aku pergi mengecek kartu ATM ini pada ke pasar. Membawa Khalila sekalian menggunakan ojek menuju pasar, seteleh sampai di tempat yang kutuju, aku segera masuk ke dalam ruangan mini ber AC yang ada di depan mata ini.

Dengan sedikit gemetar aku memasukkan kode pin enam digit yang bapak tulis pada secarik surat peninggalannya. 

Ternyata setelah beberapa saat, aku berhasil memasukkannya. Kulihat informasi pada saldo rekening dan sukses membuat aku melongo di tempat. Isi saldo rekening peninggalan bapak tak kurang dari empat ratus juta.

Aku membekap mulut dan mundur beberapa langkah, karena merasa tak percaya? Bapak mempunyai uang tabungan sebanyak ini. Apakah paman yang bernama Hamsar itu, masih rutin mengirimkan uang dari hasil penjualan kelapa milik bapak? 

Hah! Aku harus mencari alamat yang tertera di belakang lembar surat yang disimpan oleh bapak.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Tamat

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YABG PIKUN#31Rani dengan berat meninggalkan area pemakaman, saat mereka ingin beranjak pergi dokter Ridwan pun datang."Nyonya Rani, saya baru tahu kalau pak Hamdar mening ...." ucapannya terjeda saat melihat mata Rani yang sembab dan merah."Ehm ... Maaf, saya datang di waktu yang tidak tepat," ujar dokter Ridwan."Tidak papa, Dok," sahut Khalila."Tapi, kami sudah mau pulang," lanjutnya."Silahkan, saya akan menyusul nanti." Dokter Ridwan kemudian mendekat pada kuburan pak Hamdar, ia berjongkok sembari menengadahkan kedua tangannya. Memanjatkan doa-doa dan surat-surat Al-Qur'an, terakhir ia membaca surat Yasin dan menabur bunga.Sementara Hamsar menyarankan agar mereka menunggu dokter Ridwan di gerbang utama, tidak enak saja meninggalkan orang yang datang untuk melayat keluarganya. Apalagi, orang tersebut sudah akrap dengan keluarganya."Eh, kalian masih di sini?" tanya dokter Ridwan saat ia keluar dari gerbang pemakaman umum tersebut."Pulangnya baren

  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Bab30

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#30Setelah beberapa hari tidur di tempat yang kurang layak, hari ini Mande memutuskan untuk pindah ke hotel yang lebih mewah dan nyaman. Ia juga makan di restoran yang mahal dan tentunya memakan pesanan yang ia pesan hingga tandas tak bersisa.Malam itu Mande dikagetkan dengan kedatangan dua orang polisi ke restoran tersebut, sembari menodongkan senjata api dan menyuruh Mande mengangkat kedua tangannya. Peluh jagung mulai bercucuran dan Mande menjadi tegang."Angkat tangan! anda kami tahan." Salah satu dari polisi tersebut mengancam.Mande pun tak bisa berbuat apa-apa, ia terpaksa manut agar tak di tembak oleh polisi tersebut. Percuma saja ia kabur, yang ada ia akan di dor saat mencoba berlari."Salah saya apa ya, pak?" tanya Mande berpura-pura tidak tahu."Anda kami tangkap atas tindakan pencurian di rumah, nyonya Rani," ujar polisi tersebut dan salah satu dari mereka memborgol tangan Mande."S-saya tidak mencuri, pak," ucap Mande masih mengel

  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Bab29

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#29 "Heh! Bercanda lagi." Khalila mengangkat satu bibirnya dan menghembuskan nafas kasar. "Apa udah gak punya cara lain, sehingga harus berpura-pura pingsan. Atau ... Emang sengaja mau cari simpati. Bangun, aku enggak akan luluh dengan sandiwara receh seperti ini." Khalila berbalik dan mengguncang tubuh Mande. Namun Mande tak bergerak, tubuhnya begitu lemas. Selain ia menahan sakit, ia juga tidak sempat makan dari pagi. Apalagi, dia juga kelelahan karena berlari kesana-kemari beberapa hari ini. "Enggak bangun, Bun. Apa dia meninggal?" Khalila melirik pada bundanya. Rani yang mendengar ucapan Khalila tersentak dan takut. "Biar kakek periksa," ujar Hamsar mendekat. "Dia pingsan," ucap Hamsar. "Terus gimana dong, kek?" tanya Khalila. "Kita panggil dokter Ridwan saja," usul Hamsar. Khalila dan Rani mengangguk, Lila pun segera mengambil ponsel dan menekan nomor dokter Ridwan, dokter langganan mereka yang biasa di panggil ke rumah. Sekian pu

  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Bab28

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#28Khalila menyuruh beberapa orang untuk menebar brosur, poster Mande pun sudah terpampang di berbagai jalan. Banyak tiang-tiang yang bertempelkan wajah Mande dengan caption yang sama. Sontak, para pejalan kaki dan pengendara roda dua langsung tergiur dengan hadiah yang dicantumkan oleh Khalila. Di jaman yang serba mahal ini, uang lima juta sangat banyak bagi kaum menengah ke bawah.Ya, mulai hari ini hidup Mande diawali dengan ketidak nyamanan. Tadi pagi saja saat ia membeli sarapan di warung terdekat banyak orang menatapnya dengan tatapan sinis dan aneh, ada juga yang mengikuti ia hingga sampai ke depan gang. Untungnya Mande segera berlari sekencang mungkin untuk menghindar, takut saja jika orang-orang tersebut berniat jahat atau mungkin pencuri organ tubuh. Siapa tau, kan?Nafas Mande dibuat ngos-ngosan karena berlari sekuat yang ia bisa. Tenaganya terkuras dan tenggorokan kering sebab kekurangan dahaga. Mande mengambil botol air mineral lal

  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Bab27

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#27Badan Mande serasa mau patah gara-gara digempur oleh Khalila dan Rani. Kalau Hamsar sih, tidak seberapa, yang sakit itu pukulan sapu dari Rani. Rasanya pedas dan perih.Dan ternyata membawa Khalila tidak semudah yang ia bayangkan. Ia pikir ia bisa membawa Khalila dengan gampang, sebab hanya Khalila lah penyelamat satu-satunya bagi Mande. Dikarenakan Mande memiliki banyak hutang keliling pinggang pada rentiner sehingga ia kebingungan saat ingin membayarnya. Belum lagi ia dikejar-kejar kesana-kemari bahkan beberapa kalian digebuki karena tidak bisa membayar.Pun, seorang pengusaha kaya-raya yang sudah berumur, dan lebih tepatnya bisa disebut lelaki hidung belang menawarinya uang yang banyak asalkan ia bisa memberikan gadis yang masih perawan untuk dinikahi secara siri. Sementara ia hanya mempunyai satu putri yaitu Khalila."Huh! Kurang ajar! Pukulan Rani kencang juga," decak Mande saat ingin meninggalkan halaman rumah tersebut.Sementara Rani

  • MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN.   Bab26

    MAAF MAS, AKU MEMILIH BAPAKKU YANG PIKUN#26"Hai, Rani!" Mande menyapa Rani dengan senyumnya, diangkatnya tangan sembari melambai pada Rani.Saat itu juga Rani seperti menyaksikan kilatan petir yang bersambaran. Ia merosot ke bawah seakan tak percaya kalau hari ini ia bertemu lagi dengan mantan suaminya."Siapa, Bun?" tanya Khalila, airmata Rani seketika jatuh."Bukan siapa-siapa," sahut Rani."Khalila!" Mande malah sengaja memanggil untuk memancing Khalila keluar."Iya." Khalila mendekat, berjalan menuju arah Rani yang kini mulai tersungkur ke bawah."Anda siapa?" tanya Khalila, ia memang sudah lupa bagaimana sosok dan rupa ayahnya. Sebab, saat sang Bunda memutuskan untuk pindah ia masih kecil dan baru berumur tiga tahun saat itu."Aku adalah .... ""Dia hanya salah alamat." Rani memotong ucapan Mande."Kalau begitu silahkan pergi, mungkin anda salah alamat," ujar Rani mengusir Mande."Tunggu dulu! Tapi, dia tau namaku, Bun," sergah Khalila penasaran."Mungkin kamu yang salah dengar,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status