Share

11 - Bahasa tanpa Aksara

Penulis: Dualismdiary
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-05 11:44:26

Malam itu, pelita minyak bergoyang pelan tertiup angin yang menyusup dari celah jendela kayu. Cahaya kuningnya menari di dinding, menciptakan bayangan yang bergerak seakan hidup. Aroma minyak kelapa terbakar bercampur dengan bau kayu tua, membuat ruang rahasia yang mendadak menjadi ruang belajar istana itu terasa hangat namun juga sunyi penuh rahasia.

Alesha duduk bersila di atas tikar pandan, lututnya mulai pegal namun ia tak bergeming. Rambut hitamnya terurai sedikit acak, sebagian menutupi pipinya yang mulai pucat karena kantuk. Namun matanya—meski dihiasi lingkar hitam tipis—masih berkilat penuh semangat. Di hadapannya terbentang lembaran lontar dengan goresan-goresan tinta pekat, huruf-huruf kaku yang masih goyah bentuknya, hasil perjuangan tangannya.

Tak jauh darinya, Arya Wuruk duduk dengan tenang. Tubuhnya tegap meski hanya bersandar ringan pada tiang kayu. Pandangan matanya tajam, mengikuti setiap gerakan Alesha dengan kesabaran seorang guru sekaligus rasa ingin tahu seorang pemuda. Ia, sang raja muda yang terbiasa menerima sanjungan karena kecerdasannya, malam itu justru menemukan dirinya kagum pada kegigihan seorang asing yang penuh teka-teki.

“Ini… a-ka-ra…” suara Alesha terdengar pelan, terbata, sambil menunjuk huruf yang baru saja ia goreskan. Tangannya sedikit gemetar, tapi senyumnya merekah kecil.

Arya mengangguk. “Śatyam. Iṅih akṣara ka.” (Benar. Ini huruf ka.)

Nada suaranya rendah, berwibawa, tapi bibirnya terangkat tipis seolah menahan senyum.

Alesha mengerjap, merasa hatinya dipenuhi rasa bangga. Ia lalu melirik sekeliling ruangan. Pandangannya jatuh pada sebuah kendi tanah liat di sudut ruangan. Jemarinya menunjuk benda itu. “Itu… apa namanya?”

“Kendi,” jawab Arya singkat.

“Oh… sama. Masih sama dengan di masa depan,” gumam Alesha lirih, seakan berbicara pada dirinya sendiri.

Ia buru-buru menuliskan aksara Kawi untuk kata itu, goresannya miring dan tak sempurna. Lalu ia menunjuk tikar pandan yang menjadi alas mereka.

“Tikar.”

Alesha mengangguk lagi, matanya berbinar. “Ternyata banyak yang sama dengan bahasa yang kukenal.” Ia menirukan pelafalan Arya, meski lidahnya kaku dan beberapa kali salah nada.

Namun setiap kali ia berhasil, wajahnya berbinar seperti anak kecil yang menemukan harta karun. Bahkan ketika ia berhasil membaca ulang kata-kata itu dengan lancar, ia meloncat kecil hingga lantai kayu berderit.

“Aku bisa! Aku bisa!” serunya penuh kemenangan, tangannya terkepal ke udara.

Arya menahan tawa. Pemandangan itu asing baginya—seorang gadis yang tak mengenal tata krama istana, namun keberaniannya justru memikat.

Lalu, tanpa sadar, Alesha berlari kecil ke arahnya dan memeluknya erat.

Tubuh Arya menegang seketika. Matanya melebar. Hangat tubuh Alesha menembus kain pakaian, membuat detak jantungnya berdegup tak karuan. Ia tak pernah dipeluk seperti itu. Bukan oleh rakyat, bukan oleh bangsawan, bahkan bukan oleh keluarga. Pelukan itu begitu jujur, begitu tiba-tiba.

Alesha baru tersadar setelah beberapa detik. Matanya membesar, wajahnya merona merah, jantungnya berdebar panik. Ia buru-buru melepaskan pelukan itu, tubuhnya mundur terburu-buru. Bibirnya bergerak, nyaris berbisik, “Maaf… aku… aku tidak sengaja—”

Keheningan jatuh.

Hanya suara pelita yang berkelip-kelip, seperti ikut menyaksikan sesuatu yang tak seharusnya.

Arya menunduk sesaat, lalu mengangkat tangannya. Jemarinya menyentuh bahu Alesha. Sentuhan itu lembut namun tegas. Ia tidak menolak. Justru, perlahan, ia menarik Alesha kembali ke dalam pelukannya—kali ini dengan kesadaran penuh.

Alesha terkejut. Tubuhnya kaku sejenak. Tapi ia bisa mendengar detak jantung Arya—keras, cepat, tak kalah kacau dari miliknya sendiri. Nafas mereka beradu di antara jarak yang begitu dekat, hangat, ragu, namun tak terelakkan.

Arya menunduk, suaranya nyaris berbisik, berat dan rendah.

“Mamĕluk,” ucapnya.

Alesha menatapnya bingung. Ia tidak tahu arti kata itu. Namun cara Arya menyebutnya, tekanan pada suku katanya, getaran rendah di dadanya, ditambah eratnya pelukan yang semakin menguat—semua itu cukup untuk membuatnya paham tanpa perlu terjemahan.

Jantung keduanya berpacu tak terkendali.

Dalam malam yang sunyi, di antara lontar, tinta, dan cahaya pelita, mereka tidak hanya sedang belajar huruf-huruf baru. Mereka tengah belajar bahasa lain—bahasa tanpa aksara, tanpa suara, hanya lewat tubuh dan rasa.

Waktu seolah berhenti. Degup jantung menjadi satu-satunya musik yang terdengar.

Di luar, jangkrik bersahut-sahutan, seakan menambah irama pada malam yang semakin dalam.

Di dalam ruangan itu, dua jiwa muda terikat dalam bahasa hati—bahasa yang berani muncul, meski mereka sendiri tak tahu ke mana akan membawanya.

Dan di balik keheningan, ada sesuatu yang berdenyut: rasa yang tumbuh, rahasia yang tak terucap, serta bayangan takdir yang mungkin tak pernah mereka duga.

Namun tiba-tiba…

Tap… tap… tap…

Suara langkah kaki terdengar mendekat dari lorong luar. Berat, teratur, seperti sepatu kulit pengawal yang berpatroli malam.

Alesha dan Arya sontak terdiam. Pelita bergetar, seolah tahu rahasia yang bisa terbongkar kapan saja.

Mereka belum sempat saling melepaskan pelukan ketika suara langkah itu semakin dekat—tepat menuju pintu ruangan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MAHAPATIH DARI MASA DEPAN : Dark Romance di Istana Majapahti   149 — Kesalahan Rendra dan Dilema 'Lestari'

    Rendra, dengan napas terengah-engah dan jantung berdebar kencang, berlari secepat mungkin melewati koridor Istana. Langkahnya terhenti di depan pintu kamar pribadi Raja Arya Wuruk, di mana ia tahu Rajanya sedang bersama Mahapatih. Ia mengetuk pintu dengan tergesa-gesa, mengabaikan etika dan jam istirahat malam.Pintu terbuka. Arya Wuruk berdiri di sana, hanya mengenakan kain sarung yang diikatkan di pinggang, rambutnya sedikit acak-acakan. Di belakangnya, Alesha (masih dalam pakaian tidurnya) mengintip."Ada apa kau Rendra? Wajahmu pucat sekali, seperti melihat mayat bangkit dari kematian," tanya Arya, nada suaranya tajam karena terganggu.Rendra membungkuk, berusaha mengatur napas, suaranya tercekat karena panik."Ampun Paduka Raja! Ampun Mahapatih!" Rendra segera berlutut di ambang pintu. "Hamba... hamba baru saja berpapasan dengan Kebo Iwa."Alesha dan Arya langsung bertukar pandang yang dipenuhi ketakutan. Ketenangan mereka setelah insiden di pelabuhan seketika hancur."Apa?! Baga

  • MAHAPATIH DARI MASA DEPAN : Dark Romance di Istana Majapahti   148 — Rendra: Kunci yang Terjatuh

    Sore hari di Istana Wilwatikta memancarkan keindahan yang tenang. Bayangan dari arsitektur bata merah membentang panjang di halaman. Kebo Iwa, setelah beristirahat sejenak, memutuskan untuk mengikuti tawaran Raja Arya. Ia keluar dari kompleks tamu dan berjalan santai menyusuri taman-taman Istana yang asri, dan kemudian memberanikan diri melangkah keluar dari gerbang utama.Di luar tembok Istana, kehidupan di ibu kota Trowulan berdenyut. Kebo Iwa berjalan di antara kedai dan pasar kecil. Ia mendengarkan pembicaraan warga, ingin memahami bagaimana sesungguhnya Majapahit di mata rakyatnya. Hampir di setiap pembicaraan yang ia dengar, ada nada pujian yang tulus untuk Raja Arya Wuruk."Panen tahun ini berlimpah berkat saluran air Raja!""Raja kita sungguh bijaksana, dia memastikan tidak ada yang kelaparan.""Bahkan Mahapatih Gaja Mada kita pun hebat, meski wajahnya tertutup, otaknya tak tertandingi."Kebo Iwa menyimak semuanya. Ia mencari Lestari, tetapi ia hanya menemukan kesejahteraan da

  • MAHAPATIH DARI MASA DEPAN : Dark Romance di Istana Majapahti   147 — Jebakan di Istana dan Ciuman Terlarang

    Perjalanan dari pelabuhan ke Istana Wilwatikta terasa mencekam. Kebo Iwa menunggangi kuda di belakang Arya Wuruk dan Mahapatih Gaja Mada, matanya terus mengamati setiap detail ibu kota Majapahit—dari arsitektur bata merah yang megah hingga keteraturan prajurit yang berbaris di jalanan. Pikirannya dipenuhi kekacauan. Ia datang mencari Lestari, tetapi yang ia temukan adalah Raja dan Mahapatihnya, dan ia masih belum bisa melepaskan perasaan aneh bahwa mata Mahapatih itu terasa sangat familiar.Setibanya di Istana, Kebo Iwa segera dibawa ke kompleks khusus tamu kerajaan. Itu adalah bilik mewah, dilengkapi perabotan kayu jati ukir, yang membuat penginapan terbaik di Bali terlihat sederhana.Kebo Iwa meletakkan buntalan kain lusuh yang berisi beberapa pakaian dan perbekalannya di lantai kamar tamu itu. Ia merasakan kehangatan keramahan Majapahit, tetapi di saat yang sama, ia merasakan udara tipis di lehernya. Ia tahu, ia sedang berada di sarang musuh."Tuan Patih," ujar Arya Wuruk dengan se

  • MAHAPATIH DARI MASA DEPAN : Dark Romance di Istana Majapahti   146 — Duel Pandangan

    "ASTAGA, ARYA! Ada Kebo Iwa! Lihatlah di arah sana, di kerumunan dekat tiang bendera! Dia ada di Wilwatikta!" bisik Alesha, suaranya tercekat di balik penutup kain Mahapatih Gaja Mada.Rahang Arya Wuruk sempat mengeras hebat. Ini bukan hanya kejutan; ini adalah tindakan yang setara dengan invasi rahasia. Kebo Iwa datang tanpa diundang, tanpa utusan, dan tanpa jaminan keselamatan. Arya merasakan darahnya mendidih, tetapi ia segera mengendalikan diri. Sebagai seorang Raja, ia harus bertindak dengan perhitungan, bukan emosi."Maka kita harus menyambutnya," ucap Arya, suaranya tenang namun mengandung ancaman tersembunyi. "Kita harus menyambutnya sebagai Raja dan Mahapatih dengan baik."Arya menoleh kepada Laksamana Nala. "Laksamana Nala, uji coba kapal kita lakukan di lain waktu. Sekarang aku ada urusan mendadak dan harus menyambut seorang tamu yang sangat penting," ujar Arya, menunjuk sekilas ke arah kerumunan. "Kita harus menyambut Patih Bali, Kebo Iwa."Laksamana Nala agak terkejut. Ia

  • MAHAPATIH DARI MASA DEPAN : Dark Romance di Istana Majapahti   145 — Pertemuan Dua Panglima di Jantung Majapahit

    Kebo Iwa berjalan menyusuri pelabuhan, kakinya yang besar menginjak tanah Jawa, merasakan atmosfer Majapahit yang sangat berbeda dari Bali. Matanya terus waspada, mengamati kapal-kapal dagang yang padat dan prajurit berseragam di mana-mana. Ia mencari penginapan, namun langkahnya terhenti oleh desas-desus yang menyebar cepat di antara para buruh pelabuhan."Lihat! Di sana! Kapal Jung Jawa! Kabarnya Raja Arya Wuruk dan Mahapatih Gaja Mada sendiri yang datang melihatnya!""Mahapatih Gaja Mada? Yang terkenal sakti itu?""Iya! Mereka sedang berada di atas kapal besar yang baru selesai itu!"Mendengar nama Arya Wuruk dan Mahapatih Gaja Mada, rasa ingin tahu Kebo Iwa, yang memang seorang Panglima Perang, langsung memuncak. Ia penasaran ingin melihat secara langsung wajah Raja yang kebijaksanaannya dipuji-puji oleh Lestari, dan ingin tahu seperti apa sosok Mahapatih yang memimpin Majapahit menuju kejayaan.Kebo Iwa bergegas mengikuti arah desas-desus. Ia harus menembus kerumunan warga dan pr

  • MAHAPATIH DARI MASA DEPAN : Dark Romance di Istana Majapahti   144 — Lahirnya Jung Jawa, Penakluk Samudra

    Beberapa bulan telah berlalu sejak kepulangan Alesha dari Bali dan ledakan kecemburuan yang hampir membakar kamar Raja. Hubungan mereka kembali harmonis, diwarnai strategi politik yang kini difokuskan pada pemanfaatan kelemahan Kebo Iwa dan negosiasi diplomatik yang hati-hati dengan Pajajaran (yang kini ditangani langsung oleh Alesha, tentu saja).Pagi yang cerah itu, saat Arya Wuruk dan Mahapatih Gaja Mada (Alesha) sedang membahas logistik pangan untuk ekspedisi berikutnya, Laksamana Nala tiba-tiba menghadap. Wajahnya yang biasanya tenang, kini dipenuhi senyum puas dan bangga."Paduka Raja, Mahapatih," lapor Laksamana Nala, membungkuk dalam. "Hamba datang membawa kabar sukacita. Kapal agung itu... Kapal yang Paduka perintahkan dengan desain khusus dari Mahapatih, telah selesai dibuat."Mendengar berita itu, Arya dan Alesha sontak bangkit dari duduk mereka. Rasa lelah, ketegangan politik, dan drama pribadi seketika sirna, digantikan oleh antusiasme murni."Sudah selesai?" tanya Arya,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status