Share

73 – Tatapan yang Terbongkar

Auteur: Dualismdiary
last update Dernière mise à jour: 2025-09-27 07:13:25

Arya duduk di samping Panewu dengan tenang, meski jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Tatapan matanya tak bisa lepas dari sosok pamong muda yang dipanggil dengan nama Gaja Mada.

Dan saat wajah itu sedikit terangkat…

Mata itu.

Arya langsung merasakan sesuatu yang menghentak ke dalam dirinya. Mata itu bukan sekadar sepasang milik seorang pemuda pamong biasa. Ia tahu betul—ia telah melihatnya sebelumnya. Sorot bening yang menyimpan kecerdikan sekaligus kelembutan, sorot yang menghantui mimpinya sejak berbulan-bulan lalu.

“Mata itu…” bisik Arya dalam hati, tenggorokannya tercekat. “Itu… Alesha.”

Namun sebelum ia sempat menyelami lebih dalam, pamong muda itu buru-buru menunduk, bahkan berlutut begitu rendah di hadapan Panewu. Gerakannya tergesa, seolah ingin melarikan diri dari sorotan mata siapa pun.

“Ampun, Panewu…” suara Gaja Mada terdengar parau. “Hamba hanyalah pamong kecil, tak layak mendapat perhatian sebesar ini.”

Para rakyat yang hadir di balai itu saling berpandangan,
Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Chapitre verrouillé

Latest chapter

  • MAHAPATIH DARI MASA DEPAN : Dark Romance di Istana Majapahti   80 – Rumah yang Tak Pernah Hilang

    Suasana hutan mulai mereda. Burung-burung kembali bernyanyi setelah dentum panah berhenti, dan sinar sore menyelinap di antara dahan. Para pengiring sibuk mengangkut hasil buruan, sementara Arya Wuruk dan Gaja Mada menuntun kuda mereka perlahan keluar dari hutan.Angin sore menyapu wajah Alesha, tetapi jantungnya belum juga tenang. Ia masih bisa merasakan sisa hangat napas Arya di tengkuknya, seolah tadi bukan sekadar kebetulan.Dalam diam yang terasa menyesakkan, suara tenang Arya akhirnya memecah udara. “Pamong muda yang kini menjadi bendahara ibukota… tentu sudah memiliki rumah dinas, bukan?”Alesha menelan ludah. Pertanyaan menjebak… Dengan suara yang ia usahakan tetap datar, ia menjawab, “Hamba… masih tinggal di rumah dinas pamong muda, Paduka. Rumah dinas bendahara ibukota belum kosong. Keluarga bendahara sebelumnya masih bersiap pindah.”Arya melirik sekilas, matanya dalam dan sulit terbaca. “Begitu. Jadi, seorang bendahara ibukota masih tidur di rumah pamong? Kedengarannya

  • MAHAPATIH DARI MASA DEPAN : Dark Romance di Istana Majapahti   79 – Panah yang Tersembunyi

    Suasana hutan sore itu seolah menahan napas. Bayangan pepohonan jatuh memanjang di tanah, angin membawa bau dedaunan basah. Seekor rusa terkapar, tubuhnya sudah tak bergerak, tapi ketegangan justru semakin memuncak.Arya menatap pemuda di hadapannya dengan penuh selidik. Gaja Mada—atau siapa pun dia sebenarnya—duduk di atas kuda yang begitu dikenalnya. Hatinya mendidih oleh kecurigaan, namun wajahnya tetap dingin.“Dari mana kau mendapat kuda ini?” tanya Arya lagi, nada suaranya tenang tapi tajam seperti bilah keris.Alesha berusaha mengendalikan napasnya, otaknya berpacu mencari jawaban. “Kuda ini…” ia menunduk sedikit lebih dalam, menyembunyikan mata yang hampir bergetar, “ayahku, Mahadeva, membelinya dari seorang pedagang yang katanya menerima langsung dari seorang gadis bangsawan.”Sejenak hening.Arya mengangkat sebelah alisnya, sorot matanya jelas menyiratkan ketidakpercayaan. Namun bibirnya melengkung tipis, pura-pura percaya. “Seorang gadis bangsawan, katamu?” ia mengulang per

  • MAHAPATIH DARI MASA DEPAN : Dark Romance di Istana Majapahti   78 – Bayangan di Balik Busur

    Hutan perburuan di tepi Trowulan dipenuhi aroma tanah basah. Embun masih menggantung di ujung dedaunan, sementara sinar matahari pagi menembus celah-celah rimbunan pohon, membentuk garis cahaya yang berkilau. Suara burung dan gemerisik ranting patah menjadi irama yang tak pernah berhenti.Arya Wuruk, dengan pakaian sederhana seorang raja dalam balutan busana berburu, menunggang kudanya yang gagah. Di belakangnya, para pengawal dan bangsawan mengatur jarak, menjaga formalitas namun memberi ruang pada sang raja untuk bebas bergerak.Di sisi lain, Gaja Mada—yang sesungguhnya adalah Alesha—tampak menunduk penuh hormat sebelum menaiki kudanya. Jubah samar, penutup wajah, serta ikat kepala menutupi hampir seluruh identitasnya, hanya menyisakan sepasang mata dan kening yang sesekali terlihat saat angin menyingkap.Arya memalingkan wajah sekilas, menahan napas saat melihat kuda yang ditunggangi pemuda itu. “Kuda itu…” hatinya bergetar. Tak salah lagi—itu adalah kuda yang pernah ia hadiahkan p

  • MAHAPATIH DARI MASA DEPAN : Dark Romance di Istana Majapahti   77 – Papaosan Panggalih

    Sore itu, Bangsal Raja dipenuhi aroma dupa yang masih mengepul dari sesaji siang tadi. Cahaya mentari yang merambat masuk melalui celah dinding kayu jati membuat ruangan berkilau temaram, membias di ukiran-ukiran naga dan kala pada pilar penyangga.Arya Wuruk duduk tegak di singgasana rendah berlapis kain beludru merah. Di hadapannya, beberapa abdi masih sibuk merapikan naskah lontar yang baru saja dibacakan. Namun sang raja tak beranjak—matanya tajam menatap Rendra yang berlutut, memegang gulungan papaosan panggalih yang berisi hasil penelusuran tentang seorang pamong muda: Gaja Mada.“Sudah genap sepekan sejak aku titahkan,” ujar Arya, suaranya berat namun terkontrol. “Apa yang kau dapati?”Rendra mengangguk dalam-dalam, lalu membuka lontar itu, suaranya mengalun jelas agar semua yang hadir dapat mendengar.“Daulat, Paduka. Hamba telah menelusuri asal-usul pamong muda bernama Gaja Mada itu. Menurut catatan desa dan keterangan para tetua, ia adalah anak campuran: ibunya seorang pribu

  • MAHAPATIH DARI MASA DEPAN : Dark Romance di Istana Majapahti   76 – Hari Pertama

    Pagi itu, matahari baru naik di atas Trowulan. Cahaya emasnya menimpa genteng tanah liat dan atap rumbia, membuat kota ibukota Majapahit berkilau seakan permata. Jalanan utama menuju balai bendahara sudah mulai ramai. Pedagang kecil dengan pikulan berisi beras, prajurit yang baru selesai ronda, dan kereta-kereta kayu yang membawa bahan logistik kerajaan berderak menuju gudang besar di belakang bangsal.Alesha—atau Gaja Mada di mata semua orang—berdiri sejenak di depan pintu bangunan megah itu. Balai bendahara, letaknya tak jauh dari alun-alun Trowulan, berdinding bata merah dengan pintu kayu jati tinggi menjulang. Lambang kerajaan terukir di atas gerbang: Surya Majapahit.Nafasnya terasa berat. Dalam hati ia berbisik,“Mulai hari ini, aku bukan lagi pamong muda biasa. Satu langkah salah… bisa jadi semua rahasiaku terbongkar.”Dua abdi dalem membungkuk hormat. “Selamat datang, Bendahara Muda,” ucap salah satunya, memberi jalan.Alesha mengangguk singkat, menahan detak jantung yang ter

  • MAHAPATIH DARI MASA DEPAN : Dark Romance di Istana Majapahti   75 – Mata yang Mengusik

    Malam telah larut ketika Arya Wuruk akhirnya kembali ke istana. Langkah-langkahnya bergema pelan di koridor panjang berlampu obor, sementara wajahnya tetap tegang, menyimpan segala gejolak yang tadi ia rasakan. Hatinya masih berdebar oleh sorot mata itu—mata pemuda bernama Gaja Mada, yang begitu mirip dengan mata yang selama ini menghantui tidurnya: Alesha.Sesampainya di bangsal raja, ia menanggalkan ikat kepala samaran, mengganti dengan pakaian kerajaan yang lebih sederhana, lalu duduk di kursi kayu berukir naga. Api obor menari-nari di dinding, menciptakan bayangan panjang di wajahnya. Ia memanggil Rendra, abdi setia yang sudah lama menemaninya.“Rendra,” suara Arya dalam dan mantap, meski sarat beban. “Sendika dawuh, Paduka,” Rendra segera berlutut memberi sembah.Arya menunduk sejenak, lalu mengangkat wajahnya dengan tatapan tajam. “Aku ingin kau mencari tahu lebih dalam tentang seorang pemuda bernama Gaja Mada.”Alis Rendra langsung terangkat tinggi. “Gaja… Mada? Siapakah dia

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status