Share

PART 3

Alea yakin orang-orang pasti akan bertanya-tanya jika hari ini sikapnya berubah drastis pada suaminya saat di sekolah. Sejujurnya Alea belum sanggup menjadi bahan gunjingan seisi penghuni sekolah itu. Jadi Alea pun memutuskan untuk tetap berangkat ke tempat kerja bersama Genta. Walau pada kenyataan, perasaannya sudah tak lagi sama terhadap suaminya.

Sebenarnya, Alea bisa melihat raut tertekan di wajah Genta. Apalagi setelah pembicaraan mereka sore sebelumnya Alea tak lagi mengajak lelaki itu untuk bertegur sapa.

Saat keduanya sampai di sekolah pun, kebiasaan Genta yang suka beramah tamah dengan teman-teman kantornya hari ini sedikit berkurang. Lelaki itu lebih banyak berdiam diri di meja kerjanya.

Alea sendiri, nyatanya juga tak mudah untuk bersikap biasa saja. Apalagi saat hari ini dia mau tak mau harus memasuki kelas XII 2. Kelas dimana Olivia Alexandra Winata belajar. Jantung Alea berdegup sangat kencang hingga sampai di ruangan itu.

Alea sama sekali tak tahu apakah Olivia menyadari bahwa dirinya telah mengetahui hubungan anak itu dengan suaminya atau belum. Tetapi yang Alea lihat, Olivia tampak gugup dan salah tingkah saat tak sengaja mata mereka saling bertemu. Hampir saja Alea frustasi dengan situasi yang sangat tidak nyaman itu.

"Bu Lea!"

Alea kaget saat seseorang meneriakkan namanya sebelum dirinya mencapai tangga turun ke ruang guru usai kelas berakhir. Dengan enggan wanita itu pun berhenti dan menoleh. Sebenarnya dia berharap itu bulan Olivia, meskipun dari suaranya saja dia sudah yakin bahwa memang anak itulah yang tengah mengejarnya.

"Bu, saya ingin bicara dengan Ibu," ujarnya saat berhasil mencapai tempat Alea berdiri. Alea menelan ludah getir, lalu menatap gadis remaja itu sekilas.

"Maaf, saya sedang sibuk dan buru-buru," katanya cepat, lalu berlalu meninggalkan Olivia yang terlihat putus asa.

Sungguh situasi yang sangat sulit untuk Alea. Bagaimanapun juga Olivia adalah anak didiknya. Dia harus tetap menjadi teladan yang baik untuk remaja itu. Namun di sisi lain, tak bisa dipungkiri rasa sakit hati merasa seperti telah ditusuk dari belakang membuat sulit bagi wanita berhidung mbangir itu bersikap manis lagi pada sang anak didik.

.

.

.

Genta menatap kedatangan Alea di ruang guru dengan tatapan sendu. Alea tahu lelaki itu sangat menginginkan kata maaf darinya. Tapi salahkah Alea jika hal itu sangat sulit dilakukannya terutama untuk saat ini?

"Ayo makan siang!"

Tiba-tiba saja Genta sudah berdiri di samping mejanya. Baru saja ingin Alea tolak, saat tiba-tiba terdengar celotehan trio rumpi dari arah belakang meja kerjanya.

"Duuuh enaknya ya yang satu kantor sama suami, tiap hari bisa makan siang bareng," seloroh Bu Setya menggoda pasangan pengantin baru itu. Alea berpura-pura tersenyum malu mendengar itu. Walau Genta bisa melihat bahwa senyum itu sangatlah gamang.

Dengan langkah malas akhirnya Alea mengikuti langkah tegap suaminya itu menuju kantin. Alea tak tahu apakah ini hanya perasaannya saja ataukah bukan, tetapi sepanjang perjalanan ke kantin sepertinya dia melihat beberapa siswa yang berbisik-bisik ketika pasangan itu sedang melewati mereka. Begitupun saat keduanya telah sampai di kantin. Beberapa pasang mata siswa seperti sengaja mencuri pandang ke arah Alea dan suaminya sambil berbisik-bisik aneh.

'Mungkin aku mulai peranoid,' tepis Alea dalam hati. 'Atau jangan-jangan anak-anak itu sudah tahu semuanya? Tentang Olivia dan suaminya?'

Alea terlihat sangat frustasi hingga tak satu pun makanan yang dia pesan di kantin itu disentuhnya.

"Nggak dimakan?" Melihat istrinya yang bertingkah sedikit aneh, Genta mencoba mencairkan suasana.

"Aku kembali ke ruang guru saja. Sepertinya aku sedang nggak enak badan," kata Alea pelan, membuat lelaki itu memandangnya penuh tanya.

Genta tahu tak akan ada gunanya menanyakan hal yang lebih lagi pada istrinya yang dia tahu sedang sangat marah itu. Untuk itulah lelaki itu membiarkan saja Alea melangkah meninggalkannya di kantin.

"Bu Alea!"

Seseorang memanggil nama Alea lagi dari arah belakang saat wanita itu baru saja ingin menaiki anak tangga menuju lantai 2 dimana ruang guru berada. Refleks Alea mempercepat langkahnya karena dia masih hafal betul siapa pemilik suara itu. Olivia masih berusaha ingin mengajaknya bicara.

Namun belum lagi kakinya menginjakkan ke anak tangga yang pertama, tiba-tiba sebuah cekalan tangan laki-laki yang lumayan kuat mendarat di lengan kanannya. Alea menoleh seketika, wajahnya memerah antara kaget dan marah.

Seorang pemuda tak dia kenal, tanpa seragam sekolah, sedang menatap Alea dengan sangat tajam. Di belakangnya, Olivia sedang berjalan cepat menuju ke arah mereka. Wajah Alea mendadak pucat. Namun beruntungnya dia masih sadar bahwa dirinya masih ada di lingkungan sekolah. Sehingga dia yakin tak akan ada sesuatu yang buruk terjadi padanya.

"Anda siapa? Kenapa bisa masuk sampai sini? Anda bukan siswa sini kan?" Alea mengibaskan tangan berusaha melepaskan diri dari cekalan pemuda itu.

"Saya ingin bicara dengan Anda, Bu," ujar pemuda itu dengan nada tegas. Dari wajahnya sama sekali tak ada sedikit pun rasa takut dengan suara Alea yang bernada ancaman.

"Ada aturannya bertamu di sekolah ini, Mas. Silahkan ke bagian resepsionis untuk melapor dulu," cetusnya pada pemuda itu.

"Adik saya ingin bicara langsung dengan ibu, tapi dia bilang Ibu sepertinya berusaha menghindarinya. Jadi percuma saja kan jika saya minta ijin ke resepsionis untuk menemui Ibu?" Pemuda itu terdiam sejenak, sepertinya menunggu Alea bereaksi. "Tolong Bu, saya hanya ingin bicara sebentar," lanjutnya dengan nada yang lebih halus.

Alea menghela napas usai pemuda itu menyelesaikan kalimatnya.

"Silahkan Anda ke resepsionis dulu. Saya akan menemui Anda setelah menitipkan tugas ke anak didik saya," kata Alea akhirnya. Memandang pemuda itu sejenak, kemudian beralih ke Olivia, sebelum akhirnya berlalu pergi meninggalkan keduanya menuju ke ruang guru.

.

.

.

Di ruang guru, usai menyiapkan tugas untuk para siswa yang akan diajarnya di jam pelajaran berikutnya, Alea mendadak bimbang. Haruskah dia temui pemuda itu? Jika dia memang benar kakak dari Olivia, apa sebenarnya yang diinginkannya darinya?

"Bu Lea nggak jadi makan? Kok wajahnya pucat gitu sih?" Bu Lukman yang baru saja datang dari ruang loker langsung melihat perubahan raut Alea.

"Enggak Bu. Saya agak kurang enak badan kayaknya. Ini mau titip tugas untuk anak-anak nanti," jelas Alea.

"Nggak enak badan kok malah nggak makan to, bu Lea. Ayo dipaksa makan sana, Bu. Atau saya belikan makanan ya di bawah ya? Pak Genta tadi dimana? Apa masih di kantin?"

Bu Lukman memang guru senior di tempat itu. Pembawaannya tegas tapi sangat perhatian pada rekan-rekannya.

"Enggak Bu. Saya nggak apa-apa kok. Ini mau pakai minyak angin aja. Sebentar lagi juga pasti sembuh."

Baru saja Alea menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba seseorang mendatanginya.

"Bu Lea, ada yang ingin bertemu di bawah. Wali muridnya Olivia, kelas XII 2."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status