Bethany telah sepakat untuk menerima Alex menjadi partner dalam menjalankan aksi balas dendamnya. Bethany mengatakan akan mengajak Alex ke apartemen Bella untuk melihat bukti-bukti perundungan yang dialami oleh Bella.
Alex menyetui hal tersebut. Alex menunjukkan jalan pintas keluar hotel agar tidak diketahui oleh para karyawan yang sedang berpesta. “Jika aku tidak datang, apa kau berencana untuk meracuni para tamu di pesta itu?” tanya Alex ketika mereka sudah berada di dalam mobilnya. “Aku tidak mungkin seceroboh itu,” jawab Bethany sambil membuka topeng berukir yang sedari tadi cukup menyiksa. “Bukankah datang ke pesta itu sebagai Bella saja sudah merupakan tindakan yang ceroboh?” Alex kembali mencecar pertanyaan yang sangat membuatnya penasaran. “Aku memang sengaja mencari pusat perhatian, tapi tidak mengira MC itu menyebutkan nama tamu yang hadir. Bukankah pakaianku hari ini sangat berbeda style dengan Bella?” “Memang. Tapi, aku cukup mengenal Bella dan dia tidak mungkin datang ke pesta itu. Jadi, aku cukup yakin bahwa kau adalah Bethany, kembarannya.” Mereka akhirnya tiba di apartemen Bella. Bethany menunjukan sebuah roadmap yang menggambarkan beberapa foto bukti perundungan Bella. “Kau tidak tampak terkejut melihatnya?” Bethany menyipitkan matanya dan mulai mencurigai Alex lagi. “Siapa pun yang melihat ini di kantor, tidak akan terkejut. Karena sejak adanya rumor mengenai skandal itu, Bella memang menerima perlakuan yang tidak menyenangkan. Tapi aku juga tidak menyangka akan separah ini.” “Kau pasti kenal siapa saja orang yang ada di dalam foto ini. Bukankah mereka para pelakunya?” “Hmm ... aku tidak yakin. Dari mana kita bisa tahu mereka pelakunya?” “Kalau mereka bukan pelakunya. Siapa orang-orang ini?” “Kita hanya bisa mencari bukti. Dan yang pertama akan kita lakukan adalah ... membuatmu menjadi Bella.” Alex memandang Bethany dari atas hingga ke bawah. Menelusuri setiap pakaian yang dikenakan wanita itu. Alex tampak sangat tertarik. Berbeda dengan Bethany yang malah terlihat ketakutan. “Sejujurnya. Aku sudah lama tidak bertemu dengan Bella. Sejak orang tua kami meninggal.” Bella dan Bethany telah lama tidak berkomunikasi maupun bertemu. Hubungan mereka menjadi renggang karena suatu peristiwa yang membuat mereka sangat tidak mempercayai satu sama lain. Bethany mengatakan hal tersebut kepada Alex. Dia tidak peduli pria itu akan mempercayainya atau tidak. “Kalau kau membencinya. Kenapa kau bersedia melakukan ini dan berupaya mencarinya?” “Bagaimanapun, dia satu-satunya keluargaku yang tersisa.” “Ayo. Ubah dirimu menjadi Bella.” Alex mulai melepas satu per satu atribut kostum serigalanya, menyisakan kemeja putih yang ia gulung bagian lengannya. Ia kembali memasang wajah serius untuk membuat Bethany percaya bahwa dia bersungguh-sungguh ingin membantunya. Alex menceritakan hal-hal yang ia ketahui tentang Bella. Beberapa sudah diketahui oleh Bethany. Namun, sisanya adalah hal-hal baru yang harus dia pelajari. Terutama tentang pekerjaan yang Bella tangani. Berbeda dengan Bethany, meskipun Bella bekerja di sebuah perusahaan kosmetik, Bella sama sekali tidak menangani produk kosmetik sedikit pun. Ia hanya menjadi tangan kanan manajer divisi keuangan yang sering kali harus memegang sejumlah uang yang sangat besar. Alex memberikan beberapa catatan penting kepada Bethany yang harus dia pelajari. Alex mengatakan, jika tidak ingin terlambat, jangka waktu yang harus dikejar Bethany untuk belajar menjadi Bella adalah maksimal selama tiga hari. *** Tiga hari telah berlalu, Bethany siap untuk memulai aksinya. Ia mengenakan pakaian formal yang biasa dikenakan oleh Bella. Ia juga telah menutupi tato ular nya dengan alas makeup agar tidak terlihat menonjol. Bethany melangkahkan kakinya dengan percaya diri, sedikit membusungkan dadanya seperti yang Bella sering lakukan saat di sekolah menengah. Pertama kali melangkahkan kaki di kantor Magesty, yang Bethany rasakan adalah sesuatu yang sangat luar biasa. Dari luar saja sudah tampak interior gedung yang sangat mewah. Berbeda sekali dengan salon kecil di pinggir kota tempat dia dulu bekerja. Bekerja di perusahaan kosmetik adalah salah satu cita-citanya. Sejujurnya, Bethany sangat iri dengan Bella yang mencapai sesuatu yang diinginkan oleh Bethany dengan mudahnya. Alex telah memberinya petunjuk dan rute untuk menuju ruang kerja Bella. Tapi, dia tetap saja gugup dan perlu pendampingan. Kemana pria itu? Dia berjanji akan menemui Bethany di hari pertama penyamarannya sebagai Bella di Magesty. Namun, sudah sejam berlalu Bethany menunggu di lobby, Alex tetap saja tidak terlihat. Beberapa karyawan yang datang sempat melihat ke arahnya dengan tatapan heran. ‘Orang New York memang paling tidak bisa menyembunyikan ekspresi wajahnya,’ batin Bethany merasa kesal. “Bella? Akhirnya kau menyudahi cuti panjangmu.” Tiba-tiba seorang wanita menghampiri Bethany yang sudah mulai merasa bosan menunggu Alex. Bethany mencoba mengingat-ingat beberapa foto yang ditunjukan oleh Alex untuk dihapalkan. Nancy, Bethany akhirnya mengingat salah satu wajah yang berada di jajaran foto HRD perusahaan. “Ah Nancy, apa kabar?” kata Bethany dengan sedikit gugup. “Harusnya aku yang bertanya padamu. Apa kau baik-baik saja?” Nancy tiba-tiba memasang wajah serius dan duduk di sebelah Bethany. “Aku sudah baik-baik saja.” Bethany terus memikirkan Alex, kenapa pria itu lama sekali. “Bella Redwig! Akhirnya kau hadir juga.” Baru saja ia memikirkannya, pria itu muncul dengan akting yang tidak kalah hebat darinya. “Maaf ... Nancy, tapi pagi ini Bella milikku.” Alex kemudian memberikan kode dengan matanya agar Bethany mengikutinya. Sebelum mereka pergi, Nancy berbisik di telinganya, “Sejak kapan kau dekat dengan playboy itu?” Bethany tidak sempat menjawab, Alex sudah menarik tangannya. Dia merasa lega karena Alex telah menyelamatkannya, beberapa menit lagi duduk dengan staff HRD itu mungkin penyamarannya langsung ketahuan. Namun, Bethany juga penasaran dengan apa yang dikatakan Nancy barusan. “Kau sudah bisa melepas tanganku.” Bethany mencoba menegur Alex yang sudah keluar dari skenarionya. “Ah, maaf.” Alex melepas genggamannya pada pergelangan tangan Bethany dan kembali melanjutkan langkahnya. “Apa maksud kata ‘milikku’ tadi?” tanya Bethany pada Alex. “Kita butuh skrenario baru agar kau aman.” Alex mengakhiri percakapan mereka tepat sebelum mereka memasuki sebuah ruangan. Bethany melihat sekeliling ruangan. Terdapat banyak sekali meja staff yang diberi sekat. Dia menduga itu adalah ruang staff divisi keuangan tempat Bella bekerja. Belum banyak karyawan yang terlihat. Alex menuju ke meja kosong di paling pinggir dekat dengan mesin fotokopi. Alex kemudian mendekatinya dan berbisik, “Ini adalah meja Bella. Mulai sekarang, kau akan bekerja di meja ini. Dan ... Ada sesuatu yang lupa kukatakan kemarin.” “Apa itu?” Bethany merasa ada hal yang tidak beres. “Aku lupa bilang bahwa sejak pesta kemarin, kita .. maksudku aku dan Bella telah digosipkan memiliki hubungan. Jadi, kita harus berpura-pura pacaran mulai dari sekarang.”Pria di hadapan Bethany menatapnya heran. "Excuse me?" Bethany belum juga menjawab. Pria itu kemudian kembali bicara dalam bahasa Prancis. "Bonjour?" Bethany yang sejak tadi berusaha mengingat siapa seseorang yang mirip dengan pria di hadapannya ini, akhirnya tersadar saat seseorang memanggil pria tersebut. "Alden! Cepat! Upacaranya akan segera dimulai!" Ia akhirnya mengambil kertasnya kembali dan pria itu pergi bersama seorang wanita yang terlihat sangat serasi dengannya. "Sepertinya aku benar-benar harus segera membawamu kembali, sweetheart." Bethany mendengar suara yang begitu ia kenal, ia terkejut dan spontan membalik badannya. Hampir saja ia terjatuh, tapi pria itu segera menopangnya dengan memegang pinggulnya lalu mendekatkan tubuh mereka. Alex telah berdiri di sana. Ia tidak berubah sama sekali, bahkan lebih tampan dari sebelumnya. "Alex, kau bilang kau tidak akan hadir. Bagaimana bisa?" tanya Bethany tidak dapat menyembunyikan rasa senangnya. "Aku beru
Beberapa bulan setelah Bethany tinggal di Paris, Alex masih menghubunginya hampir setiap hari. Bethany tentu tidak keberatan dengan hal itu. Karena itu satu-satunya syarat agar Alex bisa melepasnya pergi. Setelah membereskan peralatan rias yang ia gunakan untuk berlatih hari ini, Bethany duduk bercermin dan menatap refleksi dirinya sendiri. Teringat akan saudari kembarnya yang saat ini masih bekerja di Magesty. Sejak keputusannya untuk pergi ke Paris, Bella juga lebih sering menghubunginya. Hubungannya dengan Bella membaik sejak seluruh kejadian yang mereka alami sebelumnya. Ponselnya akhirnya bergetar, tepat pukul sembilan malam. Waktu yang mereka janjikan untuk saling bekirim kabar. Kali ini, Alex tidak hanya mengiriminya pesan, tapi ia juga melakukan panggilan video dari negeri sebrang. Bethany menerima panggilan video tersebut. Sudah hampir sebulan mereka tidak melakukan panggilan video seperti ini karena kesibukan masing-masing. 'Apa dia biasanya memang setampan in
Keputusan Vanessa menyembunyikan surat ibunya Danny selama ini adalah keputusan yang sangat tidak egois. Semakin dipikirkan berkali-kali, alasan Vanessa menyembunyikan surat itu semakin jelas. Menyembunyikan fakta dari Danny bahwa ibunya melakukan bunuh diri karena melihat anaknya mulai dekat dengan dirinya. Agar Danny tidak merasa bersalah. Namun, Vanessa telah memunculkan monster baru dalam dirinya. Monster yang selama ini tidak pernah sekalipun mencoba untuk keluar. Keinginan untuk tetap mempertahankan Dominic pada posisinya. Keinginan untuk dicintai. Keinginan untuk tetap bersama dengan cara yang salah. Bethany dengan lemah berjalan ke luar ruangan. Pikirannya berkecamuk. Bagaimana bisa seseorang yang tadinya adalah malaikat menjadi monster karena cinta? Bagaimana harta dan tahta bisa membuat seseorang berperilaku di luar nalar. Entah keputusan yang benar atau salah dirinya terlibat jauh dalam masalah besar keluarga itu. Ia menatap kedua telapak tangannya sendiri.
Terpaan angin tak terduga membuat tubuh Vanessa terhuyung. Seolah alam menginginkan dirinya untuk melanjutkan apa yang ia rencanakan sebelumnya. Ia memejamkan mata, seakan menerima hal itu sebagai takdirnya. Namun, seorang anak yang tidak rela ibunya pergi meninggalkannya begitu saja berhasil menangkapnya. Kini Vanessa berada di tepi gedung, tubuhnya melayang dengan hanya bertopang pada genggaman Alex pada pergelangan tangannya. Ia tidak berani melihat ke bawah. Ternyata, kematian begitu mengerikan ketika sudah berada sangat dekat. “P-peganglah yang erat,” ucap Alex sambil menahan berat tubuh ibunya sendiri dengan kedua tangan. Vanessa merasakan tangan lain mencoba untuk menariknya ke atas. Wanita itu, yang selama ini selalu ingin ia singkirkan, saat ini mencoba untuk menyelamatkannya. “Kau tidak boleh mati seperti ini.” Bethany mengulurkan tangan satu lagi dan membantu Alex menarik Vanessa ke atas. Ternyata, menyelamatkan seseorang yang hampir saja terjatuh dari ketinggi
Bethany hendak menemui atasannya di ruang kerja. Ia sangat ingin melihat ekspresi dari Vanessa Godfrey. Orang yang selama ini berusaha menyingkirkannya. Ia sangat ingin tahu bagaimana Vanessa menghadapi kenyataan bahwa apa yang selama ini ia usahakan tidak sesuai dengan rencananya. Bethany sudah berdiri di depan pintu. Pintu yang untuk pertama kalinya ia masuki dengan tanpa rasa takut. Ia mengetuk dua kali pintu tersebut. Tapi, ia tidak mendapat respon apa pun. Ia menangkap sebuah keanehan. Bethany pun tidak lagi mencoba mengetuk, ia langsung membuka pintu itu. Apa yang ia harapkan lebih dari imajinasinya. Ruang kerja yang biasanya sangat rapih itu kini sangat berantakan. Beberapa pecahan gelas dan botol wine berhamburan di bawah. Potongan kertas telihat robek berkeping-keping di atas meja. Ia memungut kertas-kertas itu untuk memastikan apa isinya. Setelah menyusun kembali potongan kertas itu seperti puzzle, apa yang ia lihat tidak pernah ia duga sebelumnya. Surat perceraian.
Pagi itu adalah pagi yang teramat berbeda bagi para pegawai di Perusahaan Magesty. Plang nama berkilau di pintu masuk sudah tak seindah biasanya. Beberapa wartawan telah mengerubungi lobby perusahaan, demi mendapat berita terkini tentang penangkapan Bob Hudges semalam. Bahkan, nama Cathie, mantan aktris yang dengan licik pernah mencoba untuk menjebak Bethany dan kawan-kawan, ikut terseret ke dalam kasus tersebut. Penangkapan salah satu petinggi perusahaan nomor dua di New York itu mengungkap segala kebusukan Magesty, tidak hanya tentang pelecehan yang terjadi di kalangan para mantan karyawan, tapi juga tentang penggelapan dana perusahaan. Alex sempat kebingungan dengan tindakan yang akan dia lakukan selanjutnya. Setelah berpikir semalaman, ia akhirnya mengumpulkan seluruh pemegang saham untuk rapat dadakan di kantor tersebut. Beberapa di antara mereka tidak datang, takut dengan sorotan media. Sedangkan yang lain, terpaksa hadir untuk mengetahui nasib mereka. "Bagaimana i