Share

Permintaan Ibu dan Doni (4)

Author: Mutiara Sukma
last update Last Updated: 2022-09-01 13:00:12

MATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI 4

Ting!

Sebuah nomor baru mengirim pesan ke gawaiku.  Ah, paling orang nyasar.

Ting!

Pesan kedua kubuka dengan mulut menganga, dan pandangan yang tiba-tiba mengabur.

Oh tidak! Jangan... Ini hanya mimpi kan!!

[Mas, aku sekarang ada dirumah. Kamu dimana?]

[Mas, cepatan pulang, aku lelah banget mau istirahat. Sekalian beli makanan, aku lapar tadi di bandara nunggu jemputannya lama.]

Ya ampun, oh tidak. Tak mungkin!

"Kenapa sih, Mas kayak orang kesurupan gitu, mondar-mandir ga jelas!" rutuk Marni.

"Rina, Dek. Rina ada dirumah. Aduh gimana ini! Mati aku!" keringat dingin berjatuhan. Gimana ini, kalau dia bertanya uangnya aku harus jawab apa. Rumah kami juga aku renov sekadarnya saja.

"Ya udah, samperin sana. Pura-pura senang saja. Lalu minta uang yang dia bawa."seloroh Marni yang ada benarnya juga. Rina pasti masih wanita polos seperti dulu, aku yakin itu.

"Oke, oke Mas pulang dulu. Kamu jangan telepon-telepon Mas dulu ya. Sementara Mas ga bisa kesini sering-sering."tuturku sambil memakai jaket dan mengambil helm. Biar Rina menyangka aku memang mencari kerja sesuai alasanku nanti.

Jantungku berdebar-debar bukan karena akan bertemu Karina. Tapi, lebih kepada khawatir jika istriku itu marah jika tahu uang yang dua kumpulkan bertahun-tahun habis olehku. Ah, emang harus begitu kan? Aku kan kepala keluarga, aku yang berhak atas dia. Uang istri uang suami juga kan?

Sesampainya dirumah, seorang wanita dengan pakaian modis, rambut tergerai indah. Jelas sekali kalau pemilik rambut itu adalah wanita yang pandai merawat diri. Kulitnya begitu putih, dari jarak beberapa meter aku tak bisa mengenalinya karena posisi wanita itu yang membelakangiku. Mungkin teman Rina.

"Mas..." 

Perempuan itu berbalik badan saat motorku berhenti tepat di halaman rumah.

"Karina?"

Karina tersenyum, ya Allah, wanita ini ternyata istriku. Tak ada lagi Rina yang dekil, kusam. Rambut yang kusut tergelung asal. Dari ujung rambut hingga ujung kaki, Rina tampak sangat sempurna. Bibirnya dipoles lipstick merah muda, begitu menggoda.

"Maaf aku ga ngabarin, mau buat kejutan."ujarnya. Sungguh kejutan yang membuat bukan lagi terkejut tapi benar-benar merasa berada bertemu bidadari, seketika cinta itu bersemi, rindu menggebu.

"Dek, Mas rindu!" 

Aku mendekati Rina hendak memeluknya.

"Eh, jangan peluk-peluk! kamu bau!" kekehnya yang membuatku mengurungkan niat.

Aku tersipu, Rina benar-benar mengemaskan. Tak sabar aku membuka pintu rumah. Rumah yang jarang aku tempati, bahkan hampir tak pernah

"Hayo sayang, masuk." aku menarik tangannya, tapi dengan lembut tangan mulus itu melepaskan tanganku.

"Aku bisa sendiri!"pungkasnya.

Lagi aku hanya bisa menggusap tengkukku, kenapa jadi canggung begini dengan istri sendiri.   Wangi tubuh Rina menguar saat aku berdekatan dengannya. Ya ampun, kenapa hasrat ini begitu menggelora melihatnya.

"Raffi mana, Mas?"tanya Rina. Matanya liar menatap keadaan rumah, membuat jantungku dad-dig-dug tak menentu.

"Raffi di rumah Ibu, Dek." jawabku dengan terus membuka jendela rumah ini. Udara pengab perlahan hilang 

"Kok rumahnya berdebu begini? kamu gak pernah bersihin ya, Mas?"tanya Rina, tangannya sibuk menepuk-nepuk telapak tangan yang tak sengaja terkena debu. Satu persatu meja, lemari bahkan kaca yang tersangkut di dinding pun dia colek, yang meninggal bekas hitam di jarinya.

"Mas, ga sempat, Dek. Namanya laki-laki. Mas sibuk cari kerja." kilahku.

"Mencari kerja setiap hari?mencari kerja apa mencari istri muda!" datar tapi mencekik.

Degh!

"Ja--jangan gitu, Dek. Mas lelaki setia kok." desisku gugup.

Rina sekarang masuk ke kamar tidur kami. Kasur yang sudah lama tak kutiduri tampak kotor. Rina berdecak kesal. Bibir tipisnya yang makin ranum itu mengerucut. Rina bak seorang audit yang sedang melakukan sidak, semua ruangan dia sisir. Dan aku seperti kacung yang mengikuti derap langkahnya dari belakang. 

"Dek, kamu ga kangen sama, Mas?" panggilanku diabaikan. Rina terus melangkah menuju dapur, dapur yang berantakan piring kotor yang entah kapan teronggok disana menyisakan bau yang menyengat.

"Dek...!" Rina menoleh, mata indahnya menatapku penuh tanda tanya.

"Nanti Mas, beresin. Sekarang kita ke kamar aja, yuk. Mas kangen." lagi aku mendekati Rina. Perempuan itu dengan angkuh berlalu meninggalkanku.

"Beresin sekarang, Mas! Aku akan kesini lagi dua jam lagi!" Rina berlalu keluar rumah, mengutak-atik gawai nya yang tampak bagus. 

Tak lama sebuah mobil datang menjemput.

"Sayang! kamu mau kemana?"jeritku saat melihat Rina berjalan kearah mobil itu.

"Sebelum rumah ini bersih dan rapi, aku tak mau tinggal disini!"sahutnya sebelum menghilang dibalik pintu mobil yang kemudian tertutup rapat.

Sumpah! Kenapa aku seperti orang beg* begini ya? Bahkan aku tak bisa menyentuh istriku sendiri. Rencana hendak memarahinya karena tak mengirimkan uang, menguap begitu saja. Yang ada rasa sungkan dan merasa ga enak padanya. 

Rina seratus delapan puluh derajat berubah. Apa begitu setiap wanita yang pulang dari luar negeri? Padahal menurut Rina dia hanya menjadi operator produksi. Terkadang ada rasa heran seorang operator produksi bisa mengirim uang dalam jumlah yang lumayan banyak tiap bulan. Apa pekerjaan Rina benar hanya itu saja, apa dia jual diri? Awas saja kau Rina!

Ting!

[Jangan kebanyakan bengong, Mas! Aku tak bisa menunggu lama! Buruan bersihin rumah sekarang juga!]

Pesan dari Rina. Sial*n kenapa dia tahu aku masih bengong menatap jalanan yang sudah tak ada lagi mobil yang membawa dia.

Gegas aku mengambil sapu, membersihkan rumah yang seperti sarang hantu ini. Debu berterbangan. Huff, menyebalkan sekali Rina. Seharusnya tugas membersihkan rumah ini tugas dia. Tapi, tak apalah aku mengalah. Nanti setelah uangnya dia serahkan padaku, baru tanduk ini kukeluarkan.

"Bim... Bima...!"

Suara motor berhenti didepan rumah diiringi suara teriak Ibu.

"Apa sih, Bu?"keluhku. Tak tahu apa aku sedang kerja rodi membersihkan rumah sendirian.

"Anakmu Raffi, halunya sudah kebangetan. Cepat bawa ke psikolog. Main hape mulu jadi kayak anak ga waras gitu."tuduh Ibu asal.

"Halu gimana sih, Bu?" sapu yang sedari tadi kupegang kuletakkan dan berjalan ke arah Ibu.

"Itu, dia bilang malam ini mau nginep di rumah Ibunya. Ibu khawatir anak kamu itu kalau ga kena sambet, kemungkinan pengaruh hape."jelas Ibu dengan muka kesal.

"Emang Ibunya sudah pulang, Bu."tampikku membuat mata ibu membelalak.

"Serius kamu?"aku mengangguk lemah.

"Waaah, mana jatah Ibu? Ibu sudah tak sabar ingin beli cincin biar orang-orang makin iri sama, Ibu." sembur Ibu yang membuatku makin lemas.

"Lho kamu kenapa?"tanya Ibu melihatku berlalu meninggalkan Ibu. Ibu ini tak ada topik selain uang dalam pikirannya.

"Ibu bantuin Bima dulu deh, baru nanti bahas uang."dengusku lalu kembali mengambil sapu yang tadi kupakai.

"Kalau itu mah, ibu siap!" Ibu bergegas masuk, menyingsingkan lengan baju dan mulai beres-beres. Lumayan aku dapat bantuan. Doni kusuruh menyapu halaman, enak saja dia mandorin.

    

Hari mulai beranjak petang. Rumah kembali bersih, tinggal menenangkan Ibu dan Doni yang merengek minta beli makanan. Uang dari mana?

"Sabar, Bima telpon Rina dulu, Bu."

Panggilanku dijawab.

"Malam ini aku dan Raffi nginap di rumah teman. Besok aku pulang."

"Tapi, Dek...!

Tut Tut!

Suara telepon dimatikan sepihak.

Buj*gh, makan apa ini? Ga ada makanan apapun disini. Uang juga ga ada.

Dia malah enak-enakan nginap dirumah temannya.

"Bim! Mana makanan nya?" teriak Ibu.

Au ah elap!

Lavaaaarrrr...!

Bersambung 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI    Bab 42

    "Sayang, kamu baik-baik saja." Mas Ahmad jelas tak melihat Jianheeng di bandara.Tapi aku dengan jelas bisa melihatnya. Aneh, kenapa dia bisa ada disini?"Oh, baik, aku baik-baik saja." Kami baru saja sampai di Taiwan."Mas, aku mau ke toilet dulu, ya." Aku pun bergegas berlari tanpa menunggu jawaban Mas Ahmad. Takut jika aku kehilangan jejak.Aku harus mencari tahu mau kemana perempuan itu, dari raut wajahnya terlihat dia sangat terburu-buru dan ketakutan.Dengan perlahan aku mengintip, ternyata dia mau terbang juga. Mau kemana dia?Setelah aku memastikan perempuan itu pergi, aku baru menemui Mas Ahmad. Dan kami pun melanjutkan perjalanan ke rumah Mama. Sekalian mau menjemput Raffi dan Sarah."Wah, pengantin baru sudah pulang?" sambut Papa senang. "Ada kabar bahagia buat kalian." Lanjutnya.Kami saling beradu pandang."Apa, Pa?" tanya Mas Ahmad tak sabar."Jianheeng sudah tak akan pernah menganggu kalian lagi." Kata Papa yakin."Papa yakin?" Tanya Mas Ahmad."Sangat yakin. Dia di us

  • MATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI    Bab 41

    Aku menatap rumah yang kubangun dengan keringatku itu, kosong. Keputusanku sudah bulat, aku akan mengabdikan hidup pada suami. Walau sebenarnya Mas Ahmad tak keberatan jika aku di Indonesia dan dia disana. Tapi, aku tak mau mengambil resiko. Tak sedikit rumah tangga yang kandas karena hubungan jarak jauh. Aku tak mau itu terjadi untuk kedua kalinya.Mbak Narsih sudah aku pulangkan, tega tak tega. Karena dia begitu rajin dan royal dalam bekerja itu yang sangat aku suka."Sayang, apa tak ada lagi barang yang mau dibawa?" ujar Mas Ahmad setelah menutup tas terakhir berisi semua pakaian dan mainan Raffi.Aku menggeleng, kurasa sudah semua.Surat keterangan pindah dari sekolah lama Raffi pun sudah aku kantongi. Tinggal, bisnis telah dibangun itu yang belum kutemukan solusinya.Sekiranya Nana tak mengkhianati kepercayaanku pasti aku tak seresah ini.[Karin, maafkan aku. Plis, Rin jangan hukum aku, aku mengaku khilaf.]Pesan dari Nana lagi.[Na, temui aku di toko dua puluh menit lagi.]jawab

  • MATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI    Bab 40

    Aku memijit keningku, Mas Ahmad terus memegang tanganku seolah memberi kekuatan. Aku dilema harus tinggal di Taiwan dan meninggalkan kehidupanku disini. Atau tinggal disini meneruskan usaha, tapi dengan resiko suami digondol kucing garong."Sayang, Jangan terlalu dipikirkan. Jalani saja, mungkin Nana ingin merasakan apa yang kamu rasakan."Aku menghela nafas panjang, bagaimana dia ingin merasakan hasilnya saja. Sementara dia tak merasakan bagaimana perjuanganku untuk mendapatkan semua ini. Memang jika melihat hasilnya siapa yang tak ingin. Tapi, kalau mereka merasakan apa yang aku rasakan selama menjadi TKW di negeri yang bahkan aku tak punya sanak famili satupun, mereka pasti juga enggan.***Selesai makan di sebuah restoran kami kembali kerumah. Rumah sudah sepi. Dan tampak juga rapi."Bu, ini kuncinya tadi Bu Nana menitipkannya." ucap Udin security rumah ini.Aku mengambil kunci itu, setelah mengucapkan terimakasih akupun berlalu.Rumah sudah rapi, dan tak ada lagi barang-barang m

  • MATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI    Bab 39

    "Wah, kejutan sekali kamu kembali, Rin." sambut Nana senang.Aku tersenyum tipis, rumah yang kutitipkan padanya sekarang seolah-olah menjadi miliknya sendiri. Berantakan, ceceran makanan memenuhi ruangan. Anak Nana yang masih berumur empat tahun itu berlompat-lompatan di atas sofa."Maaf, keadaan rumahmu seperti ini." Nana sepertinya menyadari atas ketidaksukaanku.Bukan aku melupakan kebaikannya. Tapi, dengan dia memperlakukan rumahku seperti rumahnya sendiri seperti ini, apa tidak lancang?Aku hanya menitipkan agar dia sesekali melihat keadaan rumah. Apalagi kami punya usaha bersama, yang sebenarnya itu juga merupakan usahaku yang kuserahkan penanganan sementara kepadanya."Siapa, Dek?" seru laki-laki dari lantai atas, lalu tanpa menyadari kehadiranku dia turun dengan bertelanjang dada."Astaghfirullah..." Lirihku.Nana terlihat tak enak hati."Mas, ada Karina. Kamu pakai baju dan cepat turun." desisnya.Aku membuang pandangan keluar jendela."Eh, Ibu sudah pulang?" Narsih art yang

  • MATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI    Bab 38

    ***Aku sedang berkemas, ketika kulihat Mas Ahmad sedang sibuk dengan ponselnya. Tak biasa dia begitu serius menatap benda pipih itu."Siapa yang siapa mengirim pesan, Mas?" tanyaku.Mas Ahmad terlihat kaget dan menyembunyikan ponselnya dalam kantong celana.Wajahnya memucat, Ada apa sebenarnya dalam ponsel itu kenapa tiba-tiba raut wajahnya berubah? Aku berusaha biasa saja. Tapi, dalam hatiku sedang menaruh curiga. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan dariku."Ti-tidak ada apa-apa sayang, hanya Manager Mas yang mengabarkan perkembangan perusahaan." ujarnya nya gugup."Oh ya, sudah kalau gitu Mas sekarang istirahat lah. Besok pagi kita akan segera berangkat. Aku khawatir kamu kecapean. Apalagi kamu kan baru sembuh." ujarku.Mas Ahmad tersenyum lalu menarikku dalam pelukannya."Mas, aku belum selesai nanti kalau aku sudah selesai aku akan menyusulmu, oke?"Perlahan aku melepaskan pelukan Mas Ahmad. Dia membalikkan tubuhku dan mencium keningku sesaat."Jangan lama-lama, ya?" katanya ge

  • MATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI    Bab 36

    Jianheeng menatapku tajam, aroma ketakutan di wajahnya mulai memudar. Berganti wajah penuh kebencian."Kau baru mengenal Liu, Jangan berharap kau bisa mendapatkannya, dengar itu! Sebelum kau datang Aku sudah lebih dahulu mendapatkan hatinya. Jangan berbangga hati jika kamu sekarang menjadi istrinya. Karena nanti kau akan menangis ditinggalkan olehnya, dasar wanita kampungan!"Jianheeng menghempaskan tanganku dan berlalu dengan meninggalkan tatapan yang penuh kebencian. Namun Aku tak tinggal diam dengan cepat aku menarik tangannya kembali."Jangan pernah mimpi kau kan dapatkan Ahmad wanita murahan!" "Kau tak akan mendapatkan Mas Ahmadku. Persiapkan saja dirimu untuk sebuah kekecewaan!" LanjutkuLalu aku melepaskan tangan wanita itu sehingga dia tersungkur ke lantai. Aku pun meninggalkannya tanpa mempedulikan dia yang meringis kesakitan. Tekat ini sudah bulat aku tidak akan melepaskan atau membiarkan suamiku diambil lagi.Tak lama Mas Ahmad keluar dia sedikit heran melihat wajahku masi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status