MATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI 4
Ting!
Sebuah nomor baru mengirim pesan ke gawaiku. Ah, paling orang nyasar.
Ting!
Pesan kedua kubuka dengan mulut menganga, dan pandangan yang tiba-tiba mengabur.
Oh tidak! Jangan... Ini hanya mimpi kan!!
[Mas, aku sekarang ada dirumah. Kamu dimana?][Mas, cepatan pulang, aku lelah banget mau istirahat. Sekalian beli makanan, aku lapar tadi di bandara nunggu jemputannya lama.]Ya ampun, oh tidak. Tak mungkin!"Kenapa sih, Mas kayak orang kesurupan gitu, mondar-mandir ga jelas!" rutuk Marni.
"Rina, Dek. Rina ada dirumah. Aduh gimana ini! Mati aku!" keringat dingin berjatuhan. Gimana ini, kalau dia bertanya uangnya aku harus jawab apa. Rumah kami juga aku renov sekadarnya saja.
"Ya udah, samperin sana. Pura-pura senang saja. Lalu minta uang yang dia bawa."seloroh Marni yang ada benarnya juga. Rina pasti masih wanita polos seperti dulu, aku yakin itu.
"Oke, oke Mas pulang dulu. Kamu jangan telepon-telepon Mas dulu ya. Sementara Mas ga bisa kesini sering-sering."tuturku sambil memakai jaket dan mengambil helm. Biar Rina menyangka aku memang mencari kerja sesuai alasanku nanti.
Jantungku berdebar-debar bukan karena akan bertemu Karina. Tapi, lebih kepada khawatir jika istriku itu marah jika tahu uang yang dua kumpulkan bertahun-tahun habis olehku. Ah, emang harus begitu kan? Aku kan kepala keluarga, aku yang berhak atas dia. Uang istri uang suami juga kan?
Sesampainya dirumah, seorang wanita dengan pakaian modis, rambut tergerai indah. Jelas sekali kalau pemilik rambut itu adalah wanita yang pandai merawat diri. Kulitnya begitu putih, dari jarak beberapa meter aku tak bisa mengenalinya karena posisi wanita itu yang membelakangiku. Mungkin teman Rina."Mas..."
Perempuan itu berbalik badan saat motorku berhenti tepat di halaman rumah.
"Karina?"
Karina tersenyum, ya Allah, wanita ini ternyata istriku. Tak ada lagi Rina yang dekil, kusam. Rambut yang kusut tergelung asal. Dari ujung rambut hingga ujung kaki, Rina tampak sangat sempurna. Bibirnya dipoles lipstick merah muda, begitu menggoda.
"Maaf aku ga ngabarin, mau buat kejutan."ujarnya. Sungguh kejutan yang membuat bukan lagi terkejut tapi benar-benar merasa berada bertemu bidadari, seketika cinta itu bersemi, rindu menggebu.
"Dek, Mas rindu!"
Aku mendekati Rina hendak memeluknya.
"Eh, jangan peluk-peluk! kamu bau!" kekehnya yang membuatku mengurungkan niat.
Aku tersipu, Rina benar-benar mengemaskan. Tak sabar aku membuka pintu rumah. Rumah yang jarang aku tempati, bahkan hampir tak pernah
"Hayo sayang, masuk." aku menarik tangannya, tapi dengan lembut tangan mulus itu melepaskan tanganku.
"Aku bisa sendiri!"pungkasnya.
Lagi aku hanya bisa menggusap tengkukku, kenapa jadi canggung begini dengan istri sendiri. Wangi tubuh Rina menguar saat aku berdekatan dengannya. Ya ampun, kenapa hasrat ini begitu menggelora melihatnya.
"Raffi mana, Mas?"tanya Rina. Matanya liar menatap keadaan rumah, membuat jantungku dad-dig-dug tak menentu.
"Raffi di rumah Ibu, Dek." jawabku dengan terus membuka jendela rumah ini. Udara pengab perlahan hilang
"Kok rumahnya berdebu begini? kamu gak pernah bersihin ya, Mas?"tanya Rina, tangannya sibuk menepuk-nepuk telapak tangan yang tak sengaja terkena debu. Satu persatu meja, lemari bahkan kaca yang tersangkut di dinding pun dia colek, yang meninggal bekas hitam di jarinya.
"Mas, ga sempat, Dek. Namanya laki-laki. Mas sibuk cari kerja." kilahku.
"Mencari kerja setiap hari?mencari kerja apa mencari istri muda!" datar tapi mencekik.
Degh!
"Ja--jangan gitu, Dek. Mas lelaki setia kok." desisku gugup.
Rina sekarang masuk ke kamar tidur kami. Kasur yang sudah lama tak kutiduri tampak kotor. Rina berdecak kesal. Bibir tipisnya yang makin ranum itu mengerucut. Rina bak seorang audit yang sedang melakukan sidak, semua ruangan dia sisir. Dan aku seperti kacung yang mengikuti derap langkahnya dari belakang.
"Dek, kamu ga kangen sama, Mas?" panggilanku diabaikan. Rina terus melangkah menuju dapur, dapur yang berantakan piring kotor yang entah kapan teronggok disana menyisakan bau yang menyengat.
"Dek...!" Rina menoleh, mata indahnya menatapku penuh tanda tanya.
"Nanti Mas, beresin. Sekarang kita ke kamar aja, yuk. Mas kangen." lagi aku mendekati Rina. Perempuan itu dengan angkuh berlalu meninggalkanku.
"Beresin sekarang, Mas! Aku akan kesini lagi dua jam lagi!" Rina berlalu keluar rumah, mengutak-atik gawai nya yang tampak bagus.
Tak lama sebuah mobil datang menjemput.
"Sayang! kamu mau kemana?"jeritku saat melihat Rina berjalan kearah mobil itu.
"Sebelum rumah ini bersih dan rapi, aku tak mau tinggal disini!"sahutnya sebelum menghilang dibalik pintu mobil yang kemudian tertutup rapat.
Sumpah! Kenapa aku seperti orang beg* begini ya? Bahkan aku tak bisa menyentuh istriku sendiri. Rencana hendak memarahinya karena tak mengirimkan uang, menguap begitu saja. Yang ada rasa sungkan dan merasa ga enak padanya.
Rina seratus delapan puluh derajat berubah. Apa begitu setiap wanita yang pulang dari luar negeri? Padahal menurut Rina dia hanya menjadi operator produksi. Terkadang ada rasa heran seorang operator produksi bisa mengirim uang dalam jumlah yang lumayan banyak tiap bulan. Apa pekerjaan Rina benar hanya itu saja, apa dia jual diri? Awas saja kau Rina!
Ting!
[Jangan kebanyakan bengong, Mas! Aku tak bisa menunggu lama! Buruan bersihin rumah sekarang juga!]
Pesan dari Rina. Sial*n kenapa dia tahu aku masih bengong menatap jalanan yang sudah tak ada lagi mobil yang membawa dia.
Gegas aku mengambil sapu, membersihkan rumah yang seperti sarang hantu ini. Debu berterbangan. Huff, menyebalkan sekali Rina. Seharusnya tugas membersihkan rumah ini tugas dia. Tapi, tak apalah aku mengalah. Nanti setelah uangnya dia serahkan padaku, baru tanduk ini kukeluarkan.
"Bim... Bima...!"
Suara motor berhenti didepan rumah diiringi suara teriak Ibu.
"Apa sih, Bu?"keluhku. Tak tahu apa aku sedang kerja rodi membersihkan rumah sendirian.
"Anakmu Raffi, halunya sudah kebangetan. Cepat bawa ke psikolog. Main hape mulu jadi kayak anak ga waras gitu."tuduh Ibu asal."Halu gimana sih, Bu?" sapu yang sedari tadi kupegang kuletakkan dan berjalan ke arah Ibu.
"Itu, dia bilang malam ini mau nginep di rumah Ibunya. Ibu khawatir anak kamu itu kalau ga kena sambet, kemungkinan pengaruh hape."jelas Ibu dengan muka kesal.
"Emang Ibunya sudah pulang, Bu."tampikku membuat mata ibu membelalak.
"Serius kamu?"aku mengangguk lemah.
"Waaah, mana jatah Ibu? Ibu sudah tak sabar ingin beli cincin biar orang-orang makin iri sama, Ibu." sembur Ibu yang membuatku makin lemas.
"Lho kamu kenapa?"tanya Ibu melihatku berlalu meninggalkan Ibu. Ibu ini tak ada topik selain uang dalam pikirannya.
"Ibu bantuin Bima dulu deh, baru nanti bahas uang."dengusku lalu kembali mengambil sapu yang tadi kupakai.
"Kalau itu mah, ibu siap!" Ibu bergegas masuk, menyingsingkan lengan baju dan mulai beres-beres. Lumayan aku dapat bantuan. Doni kusuruh menyapu halaman, enak saja dia mandorin.
Hari mulai beranjak petang. Rumah kembali bersih, tinggal menenangkan Ibu dan Doni yang merengek minta beli makanan. Uang dari mana?
"Sabar, Bima telpon Rina dulu, Bu."
Panggilanku dijawab.
"Malam ini aku dan Raffi nginap di rumah teman. Besok aku pulang."
"Tapi, Dek...!
Tut Tut!
Suara telepon dimatikan sepihak.Buj*gh, makan apa ini? Ga ada makanan apapun disini. Uang juga ga ada.
Dia malah enak-enakan nginap dirumah temannya."Bim! Mana makanan nya?" teriak Ibu.
Au ah elap!
Lavaaaarrrr...!BersambungMATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI 5Pagi ini cacing diperutku mulai berdemo, demo yang mulai anarkis karena dari kemarin belum di isi nasi. Ibu yang tak kuat menahan lapar, pulang dengan Doni. Menyebalkan sekali, enaknya bareng-bareng. Giliran susah tanggung sendiri, nasib... nasib.Suara mobil terdengar dari luar."Bu, Raffi ga mau tinggal disini, di rumah tadi aja."rengek Raffi yang terdengar olehku."Sabar, sayang."sahut perempuan yang kupastikan itu adalah Karina.Duh, kenapa jantungku berdebar-debar begini."Assalamu'alaikum..."salam mereka serentak."Wa'alaykumussalam..." jawabku dan membuka kan pintu.Wajah cerah Karina tersenyum tipis, tanpa menyalami tanganku terlebih dahulu, Karina masuk kerumah."Dek, kamu ga salaman dulu sama suami sendiri!"hardikku."Oh...!" Rina berhenti melangkah lalu menoleh padaku."Maaf, suamiku sayang. Lima tahun di negri orang membanting tulang memeras keringat, hampir membuatku lupa jika aku memiliki suami!"pelan tapi tajam. Sekilas Karina mer
MATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI 6Motorku dan Doni sudah sampai dihalaman rumah. Diiringi mobil yang membawa Karina dan Raffi berikut algojonya. Gil*! Rina benar-benar tak seperti Rina lima tahun lalu. Wajahnya yang makin cantik malah bertambah angkuh. Sebenarnya apa pekerjaan dia di Taiwan? Aku tak yakin jika hanya seorang operator produksi, bod*h nya aku tak pernah peduli soal itu."Bim... Ibu ga mau terseret urusan rumah tangga kamu! setelah sertifikat rumah itu kamu ambil, buruan pergi dari sini. Urusan kamu dengan Karina dan Marni, Ibu jangan dilibatkan!"cecar Ibu pelan.Astaga naga! Aku lupa tentang Marni. Semoga saja Rina tak tahu jika aku sudah menikah lagi. Kenapa urusan menjadi rumit begini."Sssst... Ibu ga usah sebut-sebut nama itu. Nanti Karina dengar!"rutukku. Bisa dikutuknya nanti aku."Cepet, Mas! nunggu apa lagi!"bentak Rina. Aku dan Ibu bergegas masuk kerumah. Kalau saja Rina tak membawa bodyguard sudah kutampar muka angkuhnya itu."Dek, kita masuk dulu, yuk.
Dua hari tak ada kabar dari Rina. Hanya kemarin dia meminta menyiapkan semua perlengkapan Raffi, karena Raffi mau di pindahkan ke pesantren. Daripada di rumah main gawai terus, begitu alasannya. Terserah dia saja kalau masalah itu, bukankah itu lebih baik. Kewajibanku memberi jajan dan menjaga Raffi jadi berkurang.Sorenya seorang laki-laki menjemput semua barang-barang Raffi. Sempat kutanyakan alamat Karina. Tapi, dia tak mau menjawab.Syukur juga sih, berharap Rina lupa dengan tabungannya. Kalau rumah jelek itu, biarkan saja dia ambil. Toh, itu memang miliknya. Aku sudah punya rumah yang kubeli untuk Marni. Rina minta cerai pun tak masalah, masih ada Marni."Apa Ibu bilang, dia cuma gertak sambel doang. Mana berani dia kesini mencelakai kita. Mungkin juga duitnya habis, ga mampu lagi bayar bodyguard, secara hanya TKW bukan pengusaha hahahaha." tawa ibu membahana.Aku hanya menimpali sekadarnya karena lagi fokus chatting dengan Marni yang semlohai.[Sayang, udah mandi belum?] pesanku
Drrttt drrttt drrtttPonselku berbunyi dari tadi, lelah masih tersisa setelah pertarungan tadi."Mas, gawaimu dari tadi bunyi terus."seru Marni sambil menggoyang-goyangkan tubuhku."Apa sih, Dek. Mas masih ngantuk."sahutku dengan nada berat khas orang mengantuk."Itu dari tadi ada yang nelpon, coba lihat kali penting." Marni menyodorkan gawaiku. Dia yang sudah mandi mengeringkan rambutnya."Halo...!""Bimaa...! Buruan pulang, mobil Ibu mau dirampok. Buruan pulang...huhuhu." suara Ibu melengking diiringi tangis histeris."Ya ampun, siapa yang mau merampok, Bu?" aku yang tadi tiduran langsung bangun. Marni ikut menghampiri dan duduk disampingku."Istrimu! Dia mau membawa mobil dan motor Doni. Buruan pulang, Bim! Ibu ga mau mobil Ibu dibawa. Ibu ga mau! pokoknya ga mau...!" aku menjauhkan telepon dari telingaku, suara Ibu membuat telingaku berdenging sakit."Oke, oke Bima segera pulang. Bilang Karina, tunggu Bima sampai dulu, ya Bu!" aku menutup telepon, bergegas mandi dan berpakaian. "
MATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI 8"Sayang, please. Jangan seperti ini. Kita bicarakan lagi baik-baik, lihat kita menjadi tontonan warga." aku mendekati Rina. Wanita cantik itu bahkan tak mau menatapku. Pandangannya lurus ke depan dengan tangan bersedekap di dada."Bima, usir mereka! Apa kata teman-teman arisan Ibu, kalau mereka melihat ini."cecar Ibu frustasi.Sebagian dari mereka memegang gawainya dan mengarahkan kepada kami."Biarkan saja sih, kapan lagi kalian viral dan menjadi artis dadakan."ucap Karina santai, tega sekali dia."Sayang, tolonglah. Mas minta maaf, memang uang tabungan kita terpakai oleh Mas. Tapi, Mas janji akan membayarnya. Ingat sayang, kita ini suami istri."rayuku. Rina diam saja saat aku memegang pundaknya. Ya ampun, Rina-ku yang sekarang sangat beda. Kulitnya halus terawat, bahkan wangi tubuhnya tercium olehku."Kamu kemana kan uang itu?"tanyanya sambil menghempaskan tanganku yang sedang menyentuhnya."Hmm... anu Sayang, anu... hmm... untuk membeli mob
MATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI 9Aku menatap nanar kertas yang tergeletak di atas nakas itu. Surat panggilan dari pengadilan Agama. Rina menggugat cerai, berani sekali dia. Siapa yang mengajarinya menjadi pembangkang begini?Dulu dia begitu penurut dan tak banyak membantah, meski kusuruh bekerja keluar negeri, terpisah dengan Raffi yang saat itu masih berusia lima tahun.Kepalaku masih terasa berat. Kucoba untuk bangun ingin melihat keadaan diluar."Buruan Dino, jangan malas!"teriak Ibu kudengar samar-samar dari luar.Pasti Ibu dan Doni sedang membereskan kekacauan yang tadi dibuat bodyguard nya Rina. Memang keterlaluan istriku itu."Kamu sudah sadar?" Ibu datang dan duduk dipinggir ranjangku. Ranjang yang kupakai bersama Rina jika menginap dirumah Ibu."Kepala Bima masih pusing, Bu." lirihku sambil memijat kening."Kamu sih segala pake dikasih surat-suratnya. Jadi pusing sendiri kan?"sesal Ibu."Kalau ga dikasih, rumah Ibu diobrak-abrik, emang Ibu ikhlas?" desisku. Baru diber
MATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI 10"Heh, apa-apaan kalian!" dua orang bodyguard itu masuk ke rumah. Marni yang berusaha menghalangi dipegangi oleh salah satu diantara mereka."Lepaskan!" Marni berontak, tapi tak berdaya. Aku juga berusaha menghalangi mereka tapi aku takut tewas hari itu juga. Tato tengkorak dilengan salah satu dari mereka membuatku kian tak punya nyali.Satu persatu perabotan didalam rumah dibawa. Televisi dan sofa sudah berpindah keluar rumah."Tolong... tolooong!" teriak Marni membuat warga mulai berdatangan. "Mbak Marni ini kenapa?" tanya salah satu warga yang terlihat prihatin."Mereka mau merampok rumah saya dan isinya, Bu. Tolong panggilkan Pak RT!" pinta Marni yang sudah berurai air mata.Belum sempat aku melarang, perempuan setengah baya tetangga Marni itu sudah berlari cepat. Pasti menuju rumah Pak RT. Aduh, jadi panjang urusannya.Karina yang duduk didalam mobil cuek saja sambil memainkan gawainya.Terbuat dari apa hati wanita itu. Tok tok tokAku me
MATI KUTU KETIKA ISTRI TKW-KU KEMBALI 11Hati siapa yang tak mendidih saat hasil jerih payahnya dihabiskan begitu saja. Yang lebih menyakitkan dia memakai uang yang kutabung untuk menikah lagi.Berkali-kali kutatap foto pernikahan yang dikirim Nana padaku. Nana adalah teman akrabku dari kecil. Rumahnya tak jauh dari rumahku. Menurut Nana sejak Mas Bima menikah rumah itu tak pernah lagi dia tempati, keterlaluan.[Pulanglah, Rin. Tak ada keuntungan kamu disana kecuali nanti hanya akan mendapatkan kekecewaan. Raffi juga kecanduan gadget. Mereka hanya mengambil uangmu tanpa menunaikan kewajibannya.]Aku mengusap air mata yang tak henti mengalir."Hey, kamu! Kenapa disini! Kembali bekerja!" bentak seorang laki-laki dengan bahasa Mandarin. Dia yang kuketahui adalah anak dari yang punya perusahaan ini.Ya Allah aku kaget luar biasa. Gegas kusimpan gawaiku dan merapikan penampilanku yang pasti kusut habis menangis. Tadi saat ke toilet iseng aku membuka gawai. Hingga aku membaca pesan Nana itu