Marni dengan semangat menggebu, memulai hari sejak dini hari mempersiapkan dagangannya. Mulai hari ini Marni akan membuka kedai minum Jamu. Marni memilih mencoba cara baru selagi diberikan kesempatan dan lapak oleh Bude Sri.
Sambil mengaduk Jamu yang sedang digodok dalam panci besar, Marni tersenyum. Tekadnya bulat. Tak akan gentar meski ia yakin kejadian serupa akan ada saja namun Marni akan melindungibdirinya lebih baik. Jika memang tak salah, Marni akan mempertahankan diri dan akan sekuat tenaga berjuang dengan segala upaya yang ia miliki sekarang. Terlebih saat ini ada Bude Sri yang mendukung Marni untuk kembali bangkit dan tak terus meratapi nasib. Setelah menunaikan dua rakaat shalat subuh Marni mandi dan memakai pakaian bersih dan sopan, siap memulai hari dengan tempat dan suasana yang semoga mendatangkan rezeki. Marni membereskan lapak berjualannya. Menata botol-botol jamu dan gelas bagi pelanggan yang datang. "Mumpung beli ada pembeli, Aku mau membawakan Bude Sri jamu agar bisa dicicipi dan siapa tahu Bude Sri tambah sehat dan semangat berdagang." "Bude," Sapa Marni membawa baki berisi Jamu dan air jahe hangat untuk Bude Sri. "Bude, coba diminum Jamu buatan Marni. Biar tambah semangat dagangnya." Marni menyodorkan baki kepada Bude Sri. "Walah. Ya sini, mumoung Bude juga belum isi apa-apa. Tapi Kamu udah makan apa belum? Kalau belum saraoan bareng Bude. Tadi pulang Masjid Bude bawa dua besek. Di Masjid ada jamaah yang ruwahan. Eh Bude dikasih double. Padahal cuma bantu baca saja, Bu Ustadzah yang biasa baca doanya berhalangan datang." "Itu namanya rezeki Bude. Gimana Bude enak ga Jamu Marni?" Marni tak sabar menunggu penilaian Bude Sri. "Sudah lama Bude ga minum Jamu buatanmu, makin lama tanganmu sudah mirip Mbahmu. Jamu buatanmu mirip poll sama Mbahmu Mar." "Alhamdulillah kalo suka. Boleh ya tiap hari Marni bawain buat Bude buat jaga stamina biar sehat dan semangat dagangnya." "Boleh. Tapi Budr mau bayar ya." "Yah kalau gitu ga jadi." Marni merajuk. "Cah Ayu, kalo merengut begini bukannya jelek malah gemes Bude. Yo wes. Bude mau setiap hari di gratisin Jamu. Puas?" Marni tersenyum sambil mengangguk. "Ayo masuk, sarapan bareng Bude. Bude juga ga tahu isi beseknya apa." Marni tak mengira, hari pertama lapaknya buka, ramai oleh para pedagang pasar dan pembeli yang mampir minum Jamu. Meski tak sedikit para Kaum Adam ada saja yang menggoda Marni tapi kali ini Marni tegas membentengi diri agar kejadian yang lalu tak terjadi. "Halo Marni, udah buka nih! Wah jualan Jamu. Abang mau dong cobain Jamunya." Udin sang Keamanan Pasar memilih duduk diantara pembeli yang sedang memesan Jamu juga. "Bude," Marni melihat Bude Sri datang ke lapaknya bersama seorang wanita. "Mar, lagi rame yo?" "Alhamdulillah Bude. Sini Budr masuk. Marni mau buatin Jamu dulu buat yang beli." "Wes, Bude santai. Ini si Leha mau nyobain Jamu Kamu. Leha ini Marni keponakan Bude. Marni, ini Leha Bojone Udin." Marni baru sadar sejak tadi Bang Udin terlihat cemas dan mulai bergeser dari tempat duduknya. "Lu ngapain disini Bang! Katanya mau keliling nagihin duit keamanan. Lu jangan banyak gaya Bang! Gw bilangin Babe bsru tahu rasa Lu!" "Ya Allah Leha, pan Gua lagi nagihin juga ini si Marni. Mana Mar," Bude Sri mengkode kepada Marni agar memberikan uang lima ribu kepada Udin. "Dah sono Lu Bang. Ngapain masih disini!" Bentak Leha. "Iye Boto! Nih Abang juga mau balik. Dah Sayangnye Abang Udin!" "Ga usah sok-sokan romantis Lu Bang! Gua udah apal akal bulis Lu!" Marni mengulum senyumannya agar Istri Udin tidak tersinggung. "Mau minum apa, e" Marni bingung memanggil apa pada Leha. "Gue Leha. Bininya si Ganjen. Tuh laki Gua! Panggil aja Gua Mpok Leha sama kayak yang laen. Lu jual Jamu ape? Ada ga Jamu yang bikin laki kayak si ganjeng betah dan ga maen serong!" Mpok Leha tipikal orang tang blak-blakan. Tanpa tedeng aling-aling kalau bicara langsung ke topik yang ingin dibicarakan. "Jelas ada dong. Ini ramuan khusus pamungkas. Sebentar Mpok Marni racikin." Marni meracikkan Jamu untuk Mpok Leha. "Ini Mpok silahkan dicoba. Dan ini air Jahe Hangatnya." Dengan melirik sebentar kearah Marni Leha menyesap perlahan Jamu yang terasa sedikit getir dilidah. Getir yang merajai seluruh indra perasa Mpok Leha segera dinetralisir oleh Jahe Hangat yang memiliki rasa manis. "Ini kira-kira khasiatnye ape?" "Ini ramuan pamungkas Mpok. Khasiatnya kalo rutin diminum bikin si itu kayak Mpot Ayam." Bisik Marni. "Lu yang bener? Emang Lu udah kawin bisa tahu begitu?" "Ya belum tapi ini ramuan turun temurun dari Si Mbah Saya Mpok." Mpok Leha melirik kearah Bude Sri. Bude Sri mantap menganggukan kepala sebagai legitimasi dan meyakinkan Mpok Leha mengenai kebenaran perkataan Marni. "Lu bener keponakan Bude Sri?" "Lo bener toh Leha. Kamu masih ga percaya sama Bude? Lah Bude yang sering ngasih tahu Kamu loh kalau Udin mampir dan aneh-aneh." Bude Sri langsung ambil alih menjawab. "Tapi Lu jangan ladenin si Ganjen! Die kambinh dibedakin aje dirayu! Lu jangan kegoda sama si Udin!" "Saya ga ada niat ngerayu siapa-siap termasuk Bang Udin. Saya disini niat jualan Jamu. Dan bukan jual diri. Jadi Mpok Leha ga usah khawatir." "Gue pegang omongan Ku ya Mar. Gue percaya karena Lu ponakan Bude Sri." "Wes toh! Masih pagi udah tarik urat! Dah balik yuk! Mar Bude balik ke lapak ya. Leha Kamu jadi mau ambil bumbu dapur di tempat Bude?" Sepeninggal Bude Sri dan Mpok Leha, Marni disibukkan dengan pembeli yang silih berganti mampir minum jamu. Kehadiran Marni di pasar memberikan warna baru bagi pedagang disekitar teeutama Kaum Adam. Namun karena Bude Sri dengan ketat menjaga Marni tak ada yang berani macam-macam kepada Marni. Paling sekedar bercanda dan menggoda tipis-tipis saja. "Alhamdulillah. Disini dagang setengah hari saja udah terkumpul segini. Mudah-mudahan manjang rezekinya disini dan terus bagus hasil jualanku." Marni menghitung lembar demi lembar uang yang terkumpul di kaleng tempat ia menyimpan uang hasil jualan jamu. "Kayaknya Aku harus mulai buka rekening yo. Biar bisa nabung sedikit sedikit. Tapi nanti kalau uang buat setor awalnya udah terkumpul." Marni tersenyum sendiri karena memang uangnya masih belum cukup. Marni duduk termenung di pojok kamar, di bawah sinar lampu yang remang-remang. Ia membuka kembali catatan keuangan sedeehana yang ia buat. Dengan mata yang berbinar, ia membayangkan hari dimana ia bisa membuka rekening bank sendiri. "Iya, harus mulai menabung," gumamnya meletakkan buku catatannya kembali di laci meja kecilnya. Namun, senyumnya perlahan pudar saat ia mengingat bahwa uangnya belum cukup untuk setoran awal. Ia menghela nafas, merasa sedikit kecewa namun tidak putus asa. Marni kemudian mengambil ponselnya membuka aplikasi kalkulator dan mulai menghitung harus berapa lama lagi ia harus mengumpulkan agar bisa membuka rekening. Setiap angka yang ia tekan, harapannya kembali membara. Meski jalan masih panjang, Marni tahu ia harus mulai dari sekarang. Dengan tekad yang baru, ia berbisik pada diri sendiri, "Nanti kalau uangnya sudah terkumpul, Aku pasti bisa.""Nduk, Kamu jadi mau ke Pabrik?" Bude Sri melihat Marni bersiap."Jadi Bude. Bude mau ikut?" Marni menunggu ekspresi Bude penasaran dengan apa yang sebenarnya dirasakan Bude pada Babeh Ali apakah seperti dugaan Marni dan Mpok Leha."Ndak, Bude mau masak semur, lumayan nyicil buat Kateringan sahur. Kan awet.""Oh gitu, Mbak Jum sama Mbak Ratmi belum dateng Bude?""Paling sebentar lagi. Kamu kalau mau berangkat-berangkat aja.""Kalo gitu Marni pamit ya Bude. Assalamualaikum.""Waalaikumsalam. Hati-hati Ndok.""Iya Bude."*"Astagfirullah!" Marni terkejut dari arah depan seseorang dengan langkah tergesa berlari dan tanpa minta maaf padahal sudah menabrak Marni."Ya Allah Gusti! Itu orang gimana coba! Yo jalan kayak Buldozer! Nabrak orang yo minta maaf gitu, malah kabur tanpa dosa." Marni misuh-misuh sambil bangkit, menepuk-nepuk belakang bajunya yang tentu saja kotor karena tabrak pria tak bertanggung jawab."Nak, Kamu gapapa? Kok Pakaianmu kotor begitu?" Marni yang masih misuh-misuh da
"Bude, serius gak mau ikut, Mpok Leha padahal udah pesen Loh kalo Bude diajak juga." Marni kembali meyakinkan apakah benar Bude Sri tetap memilih tidak ikut padahal permintaan Mpok Leha harus mengajak Bude Sri."Bener Nduk, lagian Bude mau buat ini sama Ratmi dan Juminten." Hamparan bahan-bahan membuat jenang sudah mulai siap dan tinggal menunggu eksekusi saja."Apa Bude sengaja menghindar ya?""Kamu berangkat saja, nanti Leha nunggu." "Ya sudah kalau begitu Bude. Nah itu Mbak Jum sama Mbak Ratmi datang."Ucapan salam terdengar seiring langkah Kaki yang terdengar memasuki rumah Bude Sri."Sudah rapi Kamu Mar, mau kemana toh?"Juminten memindai tampilan Marni yang sudah berganti baju lengkap dengan tas selempang."Mau nemenin Mpok Leha Mbak.""Sudah sembuh toh?""Sudah, makanya katanya bosen di rumah terus. Yo minta temenin jalan.""Walah enak yo wong sugih bosen di rumah yo jalan-jalan. Lah Kita bosen gak bosen yo gak ada pilihan."Setelah berpamitan dengan Bude Sri dan lainnya Marni
"Bu Sri silahkan dilihat, di kulkas bangak bahan-bahan yang bisa di masak. Tadi Saya juga belum sempat masak, terus kan juga ada nasi kotak yang biasa dianter kesini. Jadi Babeh bilang gak usah masak untuk Babeh. Babeh makan nasi kotak yang Bu Sri kirim setiap Sahur dan Buka."Bude Sri tak menyangka, makanan yang setiap hari Ia kirimkan benar-benar dimakan sama Babeh Ali."Beh, mau apa? Mau ambil minum? Bibi sudah taro gelas kopi sama gelas air putih di meja makan seperti biasa." Bibi segera repot saat melihat Babeh Ali masuk dapur.Tak biasanya membuat Si Bibi jadi belingsatan sendiri takut majikannya marah atau butuh sesuatu."Em, enggak. Gua gak butuh apa-apaan. Eh tapi pada mau masak apaan?" Babeh Ali melihat Bude Sri yang sedang memegang sayuran dan ikan menjadi penasaran."Maaf Beh Saya lancang ini ijin pakai dapurnya, tadi Leha minta dimasaki." Bude Sri sejujurnya gak enak hati, ada yang punya rumah dia malah lagi masak disini."Gapape, Si Leha bener-bener bisanye ngerepotin or
"Alhamdulillah." Rasa syukur tak bisa tertahan keluar dengan lancar dari hati sanubari Mpok Leha."Nah, laen kali jangan ngaco ngide diet gak sehat begitu. Kalo emang Lu mau punya badan bagus, Lu kudu mesto rajin olahraga sama jaga makan Leha, denger?" Babeh Ali dalam mode Bapak-Bapak layaknya seperti Bapak lain kalau sudah menyangkut kesehatan dan keselamatan anaknya terlebih anak Perempuan satu-satunya jangan ditanya bawelnya melebihi Emak-Emak Komplek."Iye Beh Masha Allah punya Babeh satu model begini amat. Padahal Ganteng tapi kalo udah bawel ngalahin Emak-Emak lagi rebutan cabe di pasar!" Mpok Leha kini duduk diranjang besar dalam kamarnya yang sudah dirapihkan oleh Si Bibi."Neng, mau makan apa? Bibi masakin." Si Bibi yanh disuruh Babeh Ali menanyakan apa yang mau Leha makan terlihat senang, anak majikannya yang meski bawel tapi baeknya kebangetan sudah kembali pulang dari Rumah Sakit."Jangan makan yang pedes sama asem dulu!" Bukannya Mpok Leha yang menjawab, Babeh Ali sudah
"Makasi Bu Sri, Marni, Mbak Jum sama Mbak Ratmi udah jengukin Leha. Kasih tahu sekalian nih Bu Sri, jangan sok-sokan diet, akhirnya malah sakit." Babeh Ali medapat pelototan dari Mpok Leha yang malu. Memang dia anak kecil masih diomelin didepan orang begitu."Tuh begitu Bu Sri, Udah gede juga kalo dibilangin merengut!" Babeh Ali senang saja meledek anak perempuannya yang memang sejak kejadian perpisahan dengan Udin, kedua kembali dekat lagi."Bude," Mpok Leha kini malah memeluk Bude Sri mencari dukungan."Leha, Babeh gak bisa nemenin Lu nginep dimari, Lu sendirian gapapa ye?" "Iye gapapa. Emang Leha anak kecil. Lagian disini ada perawat. Babeh pulang aja. Nanti masuk angin siapa yang ngerokin. Babeh kan sama kayak Leha Jomblo!""Ya Allah nih anak, malah ngeledek!" "Kalau begitu Kita pamit saja, Nduk Bude pulang dulu ya, Insha Allah besok kesini lagi. Cepet sembuh makan yang bener ya," Bude Sri memeluk Mpok Leha, yang sejak tadi memang tak lepas memegangi lengan Bude Sri."Mpok besok
"Si Juadi bisa-bisanya minjem duit sama lintah darat!" Juminten seperti biasa selalu saja membawa informasi, up to date dan selalu dia yang pertama tahu entah darimana."Koe sopo yang kasih tahu toh Jum, heran tahu saja!" Ratmi yang sedang membungkus Arem-Arem geleng kepala dibuatnya."Loh, Aku tadi habis belanja, eh orang-orang pasar podo ngomong, katanya Si Juadi hampir aja diusir dari rumahnya. Kalau dalam seminggu ini gak bisa bayar hutangnya." Juminten dengan yakin."Serem banget yo Mbak. Itu memang minjem ke siapa?" Marni juga ikut penasaran."Tebak sopo orangnya?" Juminten malah memasang wajah senang bisa memberikan tebak-tebakan tanpa hadiah kepada Marni dan Ratmi yang kini memasang wajah penasaran."Juragan Basir! Kaget toh Kalian?" Wajah puas jelas terlihat saat Marni dan Ratmi saling pandang. Seolah tak percaya dengan fakta yang baru saja Mereka dengar.Keduanya baik Marni maupun Ratmi kompak mengangguk. Yang Mereka tahu Juragan Basir Istrinya tiga dan genit masih suka nyar