Share

009

Pertarungan antara prajurit Dominic dan kelompok bersenjata memakan korban jiwa. Dominic tidak pernah mengira kalau perjalanan bulan madu direcoki oleh pihak tak bertanggung jawab.

Janna dibawa dengan kuda tunggangan hitam milik Xaviery. Dominic menangkap suara ringkikan kuda lalu ia melompat ke tubuh Jud.

Jud lari melesat mengikuti kuda yang membawa Janna lari. Sebagai kuda terlatih di medan pertempuran, Jud memiliki kecepatan yang tak diragukan. Ia mampu mengejar si kuda hitam.

Tangan Dominic ingin menggapai tubuh Janna yang duduk di belakang, sayangnya ia hanya mampu menangkap angin sebab Xaviery mengeluarkan pedang dan menjulurkan pada Dominic.

Denting pedang kembali terdengar di udara beberapa saat hingga kedua kuda dengan warna kontras berdiri saling berhadapan.

Dominic mengamati dengan tatapan panjang dan dalam. Begitu juga Xaviery melempar api amarah.

"Serahkan dia padaku," ucap Dominic menunjuk Janna yang duduk di belakang tubuh Xaviery.

"Kau memaksa seorang perempuan menjadi istri, itu bukan tindakan ksatria," ujar Xaviery dingin.

Kalimat itu menghantam dada Dominic, ia merasa direndahkan. Orang lain tidak pernah tahu apa yang ada dalam pikiran seorang Dominic yang juga terpaksa menikahi Janna.

"Membawa paksa istri orang lain, kejahatan paling hina," balas Dominic tidak ingin kalah.

Xaviery tertawa terbahak-bahak membuat Dominic semakin geram. Pria itu mengambil sebelah lengan Janna lalu melingkarkan ke depan tubuhnya.

"Ini bukan paksaan."

Terbukalah mata Dominic seperti ada pengertian yang mendadak memasuki otaknya.

Xaviery menyerang Dominic dengan serangan pedang bertubu-tubi dari atas kuda. Dominic sempat kewalahan, ia segera mengumpulkan fokus untuk menghadapi pria berpakaian hitam yang tidak dikenalinya.

Sabetan pedang mengenai lengan Dominic, sementara Xaviery tidak mengalami apa-apa. Dominic melihat kini kedua lengan Janna bertaut erat di depan tubuh Xaviery.

Dominic mengambil kesimpulan bahwa pria yang sedang bersama istrinya adalah orang yang dikenal Janna.

Dengan menenangkan pikiran di tengah gemruh amarah, Dominic mengambil ancang-ancang untuk menyerang Xaviery di titik lemahnya.

Dominic mengarahkan pedang tajam ke arah Janna, Xaviery berusaha membelokkan posisi kudanya agar pedang tidak mengenai teman kecilnya. Sayangnya, kaki kuda tergeliat sehingga keduanya jatuh ke tanah.

Bersamaan, Dominic turun dari kuda langsung menyerang Xaviery. Dengan sigap, Xaviery mengambil pedang yang terlempar dekat kakinya.

Denting pedang kembali terdengar riuh.

Sabetan kali ini mampu mengenai tubuh depan Xaviery. Janna sangat khawatir dengan keadaan teman kecilnya yang bisa saja mati di tangan Jenderal Dominic.

"Katakan siapa yang mengutusmu?!" tanya Dominic pada Xaviery dari jarak agak jauh.

Xaviery menoleh pada Janna, mereka bertiga berdiri dalam posisi segitiga sehingga satu sama lain bisa saling melihat. Janna menggeleng samar, Xaviery mengerti maksudnya.

"Tidak ada yang menyuruhku."

"Kau dari mana?!" tanya Dominic lagi.

Xaviery hanya diam tidak menjawab. Kondisi itu menaikkan emosi Dominic, ia kembali menyerang Xaviery. Dengan kelihaian menggunakan pedang, Xaviery kewalahan melawan Dominic.

"Kau stratum Royusha?!" tuding Dominic dengan pedangnya diarahkan pada Xaviery.

Nafas tersengal-sengal Xaviery dianggap sebagai jawaban. Mendadak kuda hitam berlari sekencang-kencangnya menuju Xaviery, dengan sigap Xaviery melompat ke atas tubuhnya.

Jud meringkik, siap untuk bertugas. Di saat Dominic akan menaiki Jud, Janna gegas berlari mendapati Dominic.

"Jangan! Biarkanlah dia pergi," pinta Janna dengan sikap memohon. Ia menyentuh tangan Dominic sambil berlutut.

Lengan Dominic terluka, tetesan darah mengalir dari ujung jarinya. Janna melihatnya. "Kau terluka, Jenderal." Ia mendongak.

Dominic menegakkan tubuh Janna menghadap padanya. "Utusan stratum Royusha untuk membebaskan mu, heh?!"

Linangan air mata tak terbendung, Janna mengangguk takut-takut. "Dan kau menyetujui?"

Lagi-lagi, terungkap kenyataan bahwa Janna bersedia dibawa lari.

Tak kuasa melawan emosi, Dominic melayangkan tamparan ke wajah istrinya hingga Janna tersungkur.

"Kau tahu apa akibatnya mengkhianati kesultanan?! Kau akan dihukum mati, termasuk keluargamu, bahkan seluruh stratum Royusha bisa dimusnahan secara sistematis dan disengaja!!" teriak Dominic habis kesabaran.

Janna menangis tersedu-sedu, menyesali perbuatan egoisnya yang bisa berbuntut panjang.

"Maafkan aku, Jenderal," ucap Janna terbata-bata sambil terisak.

"Jangan pernah bermimpi kembali ke Hosmer, bukan karena kau layak di Pamdos, tetapi aturan negara tidak memperbolehkannya tanpa izin dariku!"

Janna menyalahkan dirinya sendiri, seharusnya ia menolak sedari awal. Akan tetapi, penyesalan datang belakangan. Janna hanya mengangguk mengiyakan perintah Dominic, meskipun di dasar hatinya, Janna masih menginginkan kebebasan.

"Sesampainya di Seaco kita akan membuat perjanjian untuk menjalani pernikahan ini."

Tidak lama kemudian, Letnan Adrian datang dari lokasi pergumulan prajurit, ia melaporkan korban nyawa dari pertarungan sengit yang telah terjadi.

"Bereskan segala sesuatu di sini. Utus beberapa prajurit kembali ke Pamdos, minta tambahan prajurit ke Seaco. Kami akan meneruskan perjalanan," perintah Dominic.

"Tetapi Jenderal, kereta kuda mengalami kerusakan fatal akibat serangan kelompok bersenjata," lapor Letnan Adrian.

Dominic menoleh melihat Janna yang tengah berusaha berdiri sendiri dari tanah. "Kami akan menggunakan Jud."

"Baik, Jenderal." Letnan Adrian melakukan tugasnya, beberapa prajurit yang membawa logistik mengikuti Dominic ke Seaco.

Janna didudukkan di depan sebaris dengan Dominic yang menunggangi Jud. Tidak mungkin membiarkan Janna jalan sendiri, meskipun amarah Dominic masih tersimpan di dada.

Air mata Janna mengering dihapus angin. Jud dengan kecepatan lari di atas rata-rata membuat tubuh Janna kedinginan. Pakaian Janna telah kotor, ditambah lagi bukan pakaian tebal yang biasa digunakan untuk berkuda.

Janna sibuk memeluk tubuh sendiri, gelisah di tempatnya duduk.

"Bisakah kau duduk tenang?" Dominic memperlambat lari Jud.

Janna hanya mengangguk, ia menggigil kedinginan. Wajahnya pun pasi akibat angin kencang langsung menerpa paras coklatnya.

Dominic bisa merasakan getaran tubuh menggeligis Janna. Ia melepaskan jubah kebesaran yang dipakai oleh seorang Jenderal.

Seharusnya hal itu tidak pantas dilakukan, akan tetapi keadaan terpaksa membuat Dominic membungkus tubuh Janna dengan jubah militernya. Bila tidak dilakukan, Janna bisa mati kedinginan sampai di Seaco.

"Pakai dan jangan lepaskan," perintah Dominic. Dominic sendiri telah menggunakan pakaian tebal di balik jubahnya sedari awal perjalanan. Ia pun menggunakan penutup kepala saat memasuki wilayah Seaco.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status