Home / Romansa / MENANTU IMPIAN IBU / Bab 08. Lepaskan Diniku.

Share

Bab 08. Lepaskan Diniku.

Author: HaniHadi_LTF
last update Last Updated: 2024-10-02 04:04:08

Dilan dengan tak sabar mencari keberadaan Dini. Dia seperti orang yang sudah kesurupan. Baru juga dia beranjak pergi ke taman di belakang, dia menemukan makanan yang tercecer di bawah dekat meja makan. "Ternyata kamu kelaparan, Din," gumannya pelan. Dilan merasa bersalah, kenapa dia tak menyediakan roti atau apa di kamarnya.

Dilan kembali mencari keberadaan Dini dengan ke taman belakang. Terdengar raungan menyayat. Dilan yang tidak menyangka sama sekali mendekat. Menarik pria yang tak lain adalah adiknya sendiri dari tubuh Dini yang ditindihnya di balai dekat taman. Dipukulnya keras pria yang tubuhnya lebih besar dari dirinya itu hinggah terjungkal.

Dini yang ketakutan segera menghambur memeluk Dilan.

"Bisa-bisanya kamu melakukan ini. Tidak taukah kamu siapa dia?" 

"Dia hanya wanita gila yang kaubawa kemari." Dengan sempoyongan Davin memegangi bibirnya yang keluar darah

"Yang kausebut wanita gila itu istriku, Davin!"

Ramai yang terjadi membuat Ima dan Sekar yang kamarnya dekat taman, berlarian menghampiri. Sekar kemudian memanggil majikannya.

"Kamu bikin ulah apa, Davin?" tanya Pramono.

"Davin, bibirmu berdarah. Siapa yang melakukan ini?"

"Menurut Mama siapa kalau bukan aku?" Dilan lalu merangkul Dini yang pakaianya tercabik dan menampakkan bagian atasnya yang robek. 

"Belum apa-apa kamu sudah buat onar di sini. Dasar wanita gila!" 

"Bisa-bisanya Mama membela Davin dengan mengatai Dini seperti itu? Kesalahan apa yang dibuat Dini hinggah dilecehkan seperti ini?"

"Dia yang pasti menggoda Davin."

"Mama sadar ghak sih, siapa Dini?  Jangankan dia memikirkan menggoda pria, memikirkan dirinya sendiri saja dia tak mampu." Dilan lalu memapah Dini ke kamarnya. Dipeluknya Dini erat. Mata elang yang biasa berpijar ceria itu kini buram dengan air yang siap tumpah di sudutnya.

"Maafkn, Mas,...Din. Mas tidak bisa menjagamu."

"Dini takut!" 

"Maafkan, Mas." Dilan sudah tak kuasa lagi membendung airmatanya. 

Terdengar bunyi di perut Dini. "Kamu lapar?"

Dini mengangguk.

"Barusan Subuh, kita sholat duluh, ya,.. habis itu kita makan di luar sambil jalan-jalan."

Dini mengangguk. Dia bahkan mengambil pakaian untuk ganti dengan membawanya ke kamar mandi. 

Dilan menatap Dini yang keluar dengan segar. Direngkuhnya kembali Dini.

"Mandi juga, ya,..kamu bau habis mukuli orang."

Dilan terkekeh mendengar kata-kata Dini

"Mau makan nasi pecel?" tanya Dilan setelah mereka sampai di warung.

"Kamu kenapa?" tanya Dilan dengan mengusap airmata Dini dengan ujung jarinya saat makanan disajikan.

"Ibu."  Dini teringat ibunya. Makanan seperti inilah yang bisa Dini dapati di rumahnya.

"Makanlah, kamu harus makan dengan kenyang agar tak kurus kerempeng seperti itu. Kapan-kapan kalau Mas ada libur lumayan, kita bisa dolan ke Ibu. Biar  Ibu senang kalau lihat kamu seger."

"Emang kamu juga pingin aku gendut?"

"Ya, ghak gendut-gendut amat sih, yang penting seger saja," ucap Dilan sambil merangkul Dini. "biar aku makin,.." Dilan mengerlingkan matanya.

"Tuh, kan, jadi orang lain lagi. "

Dilan terkekeh. Dia sudah tak ingin menggantikan pribadinya dengan menjadi orang kalem seperti Aziel. 

"Bagaimana? Enak ghak pecelnya?"

"Heem. Enak. Kayak masakan Ibu," ujar Dini dengan masih mengunyah makanan di mulutnya dengan belepotan. Dilan mengambil tisu dan mengelap mulut di depannya dengan tersenyum geli. Apapun yang dilakukan Dini, bagi Dilan, lucu saja. 

Dilan mengajak Dini mampir di toko roti yang tak jauh dari mereka makan. Dia ingat Dini yang tadi malam kelaparan sampai keluar dari kamarnya. Kembali Dilan teringat kejadian malam itu. Walau  Davin tak sadar karena dalam pegaruh alkohol, Dilan menjadi kuatir dengan Dini.

Dilan keluar dari mobilnya setelah mereka sampai di rumah. Belum juga dia mengeluarkan Dini, dia sudah dikejutkan dengan wanita yang kini tengah duduk-duduk di depan rumahnya.

"Ummi,... kapan Ummi datang? Kenapa ghak bilang-bilang?"

"Biar kejutan untuk kamu," ucap Ajeng lalu menyambut uluran tangan Dilan dan membiarkan pemuda jangkung itu mencium tangannya.

"Kamu ya, bisa-bisanya menikah ghak kasih kabar ke Ummi," diacaknya rambut Dilan. Sekilas Ajeng terdiam, diingatnya kembali anaknya yang hampir setahun meninggalkannya. Sosok Dilan, walau berbeda karakter, mengingatkan dia pada Bian,... Biandra Azierul Alam.

"Semuanya tak normal seperti layaknya pengantin biasa, Ummi. Jadi Dilan tak berani berkoar-koar. Dilan hanya menunggu dia sembuh. Setelah itu, entah apa yang terjadi, lihat saja nanti."

"Maksud kamu apa?"

"Dia duluh teramat membenci Dilan, Mi." 

"Lalu sekarang di mana gadis itu? Setidaknya kenalin ke Ummi."

Dilan terkekeh. Dia baru menyadari, selama itu dia membiarkan Dini di dalam mobilnya. Dilan kemudian beranjak ke mobilnya, membuka pintunya pelan. Ternyata Dini sedang tidur. Kembali Dilan mengeryitkan dahinya. Apa karena kejadian semalam dia kini tertidur, atau karena sesuatu? Tidurnya begitu lelap seperti orang kecapean.

"Dia ketiduran, Mi."

Ajeng terkekeh. "Ghak usah dibangunin, Dilan. Kamu angkat saja dia ke dalam kamar, biar dia lanjutkan tidurnya."

Dilan mengeluarkan Dini dan mengangkatnya. Melewati rumahnya dengan tersenyum menyapa kepada Ibra, suami Ajeng yang dipanggilnya Abi, yang kini tengah bercakap-cakap dengan mama dan papanya.

Ajeng yang mengikuti Dilan ke kamar, terlihat kaget dengan wajah gadis yang kini telah ditidurkan Dilan. Wajah itu, walau hanya sekali dia pernah bertemu dengannya, Ajeng seperti tak merasa asing. Bahkan dia duluh juga menunggu dia membuka mata dengan posisi tidur seperti ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 124

    Dini menyandarkan punggung ke kursi kayu dekat jendela, tangannya sibuk meraih stoples camilan yang tadi pagi dibawakan Giani. Keripik gurih itu ia kunyah pelan-pelan, seolah tak ada yang perlu dirisaukan. Perutnya memang besar, tapi wajahnya terlihat santai. Sesekali ia tersenyum sendiri ketika merasakan gerakan kecil dari bayi di rahimnya.Suara sandal berdecit di lantai terdengar dari arah pintu. Astri baru saja datang, membawa keranjang buah segar. Wajahnya sedikit lelah, tapi begitu melihat Dini masih santai ngemil, ia tertawa kecil. “Din, kamu kok malah enak-enakan ngemil, ya? Hamil tua begini biasanya orang malah rewel.”Dini pura-pura manyun, lalu menyodorkan stoples. “Coba Bu, enak banget. Makanya aku nggak bisa berhenti.”Namun tawa Astri mendadak terhenti ketika matanya menatap sesuatu. Langkahnya tertahan. Ia mengernyit, lalu cepat-cepat mendekati Dini. “Eh… Din, rok kamu… basah?”“Basah?” Dini menoleh, menepuk-nepuk bagian belakang roknya. Memang ada bercak basah yang cu

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 123

    Pagi itu, senyum tak pernah lepas dari bibir Dilan. Meski langkahnya menuju parkiran sedikit tergesa, wajahnya tetap teduh, seakan ada cahaya yang menyertainya. Rekan-rekan kerjanya di rumah sakit jiwa bahkan sampai geleng kepala melihat perubahan itu."Dilan, tumben ya… senyum-senyum terus,” celetuk Evind sambil melirik berkas di tangannya.Dilan hanya terkekeh. “Biar awet muda, Vin.”“Awet muda apaan. Biasanya juga kamu serius mulu. Sekarang kayak anak SMA jatuh cinta,” sindir Evind setengah bercanda.Dilan tidak membantah, justru malah menunduk malu. Hatinya sudah penuh dengan bayangan wajah Dini. Sejak Dini hamil, setiap detik terasa begitu berarti.Jam istirahat siang, ia menelpon Dini. Suaranya bergetar menahan rindu.“Dek, kamu nggak muntah lagi, kan?” tanyanya lembut.Dini yang saat itu rebahan di kamar, menempelkan ponselnya ke telinga sambil memejamkan mata. “Alhamdulillah, nggak, Mas. Aku malah lagi ngantuk berat.”“Ya udah, istirahat aja. Jangan mikirin kuliah dulu.”Dini

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 122

    Suara musik dari sound sistem berganti. Rupanya rombongan mempelai telah datang. Dini dan Dilan mengapit ibunya di depan. Di belakang mereka sudah tampak jajaran pakde dan budenya.MC memandu acara. Kali ini bukan MC Jawa. Karena mereka mengusung tema minimalis agar tidak sama dengan yang kemarin. Namun acara menyambut mempelai dengan Ibu memberinya minuman tetap dilaksanakan sebagai tradisi di desa mereka.Beda dengan kemarin yang mendudukkan kedua orang tua di pelaminan. Kali ini hanya mempelai yang di kursi kebesarannya. Nampak Fahmi yang tidak pernah memakai jas, terlihat tampan dengan jas senada dengan warna manten putri yang memakai warna seperti baju Dini. Selama ini Dini memang sering rundingan dengan masnya itu.Empat terima tamu yang terpajang di depan segera sibuk dengan memberikan bingkisan kepada undangan yang datang. Termasuk teman-teman Fahmi dan pengiring.Pak Kyai Ahyat yang datang disambut Dilan dan dipersilahkan duduk di kursi kebesaran jajaran depan yang telah disia

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 121

    Pagi-pagi kembali Dini dan Dilan sudah harus ada di rumahnya. Dini harus dirias lagi untuk acara 'Walik Ajang' nama acara untuk menyambut kedua mempelai ke rumah besannya.Di depan halaman rumah Astri yang luas sudah terpasang terop dan pelaminan model minimalis. Tamu masih seperti kemarin, berdatangan dari berbagai desa di sekitar. Termasuk dari wali santri pondok yang sudah lama dan mengenal Astri sebagai abdi dalem yang sering membantu anak mereka sewaktu di pondok.Belum juga acara dimulai, terlihat dua buah mobil mewah memasuki halaman Astri. Nampak Pramono dan keluarganya datang. Demikian juga dengan keluarga Ajeng yang komplit bersama anak mereka, Sania.Astri yang sudah dirias dan membuat pangling besannya, khususnya Pramono, Ibra dan Ajeng, menyambutnya. Wanita tinggi berhidung mancung yang sebenarnya cantik itu tersenyum menyambut kedatangan besan mereka yang tidak disangka-sangkanya. Apalagi dengan keluarga besarnya."Ibu Kak Dini ternyata juga cantik ya," celetuk Kanaya, "p

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu Impian Ibu 120

    Hari-hari sibuk Dini pun dimulai setelah dia mentyelesaikan ospeknya. Di kebunnya akhirnya dia menambah dua asisten baru yang membantu Harti. Dini hanya mengontrolnya sewaktu-waktu sambil terus promosi medsos. Keberadaan Binar pun juga menjadi hiburan Dini dan Dilan. Terlebih Dilan yang kadang malah mengajaknya jalan-jalan bersama Dini."Dek, jadi berapa hari kita di Ibu?""Terserah Mas, sih, aku masuk kuliah baru munggu depan.""Aku ambil cuti kan seminggu, sambil kita hoenymoon di sana, yuk! Kita sewa resort di puncak. Kan ghak jauh dengan Ibu,""Memangnya kenapa, Mas, pakek sewa resort?""Kamu kayak ghak ngerti orang desa sana. Kan yang bantuin banyak. itu pun ghak cuma satu dua hari. Tiga bahkan empat hari. Apalagi Fahmi jadi meramaikan pernikahannya. Ghak lagi sepi-sepi setelah toko bunganya maju.""Lalu?""Udara disana kan dingin.""Terus?""Ih, aku jitak ya, kamu! Dasar anak kecil ghak faham-faham."Dini terkekeh dengan kemarahan Dilan."Ok, Ok! Kamu malu keramasnya?"Dilan tert

  • MENANTU IMPIAN IBU   Menantu impian Ibu 119

    “Pisah! Pisah dulu!” suara lantang petugas pengadilan membuat ruangan yang sejak tadi riuh mendadak menegang. Dua orang yang sempat bersitegang segera dipisahkan. Dini menghela napas berat, tubuhnya terasa kaku. Ajeng di sampingnya pun melakukan hal yang sama, wajahnya pucat namun matanya menyala oleh amarah dan luka yang belum sembuh.Tak lama kemudian, suara protokol menggema. “Sidang perkara akan segera dibuka.”Semua orang bersiap. Danu yang duduk di bangku terdakwa, menegakkan tubuhnya. Wajahnya kaku, tetapi matanya tak pernah lepas dari Dini. Pandangannya tajam, seakan ingin menusuk setiap jengkal hati perempuan itu. Dini bisa merasakan bulu kuduknya meremang.Pramono datang bersama Giani. Lelaki itu menarik kursi di sisi Dini, lalu menunduk, membisikkan sesuatu. “Tenang, Din. Jangan goyah, semua akan berakhir hari ini.”Belum sempat Dini menanggapi, langkah cepat Kanaya terdengar. Gadis itu menepuk bahu Pramono ringan. “Pa, biar aku aja di sini,” ucapnya. Tanpa menunggu jawaban

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status