Home / Romansa / RAHASIA MENANTU IDAMAN / AYO MAJU KALAU MAS, BERANI!

Share

RAHASIA MENANTU IDAMAN
RAHASIA MENANTU IDAMAN
Author: Dara Tresna Anjasmara

AYO MAJU KALAU MAS, BERANI!

last update Last Updated: 2025-04-27 22:15:48

“Bri, nanti malam anterin mama sama papa ya.”

Pesan dari ibunya masuk pas Brian baru aja selesai meeting sore itu.

“Kemana, Ma?” balas Brian.

“Ke rumah temen mama. Udah lama banget nggak ketemu. Bisa kan?”

Brian ngerasa aneh. Biasanya orang tuanya ke mana-mana berdua, nggak pernah ngajak-ngajak.

“Tumben? Biasanya jalan sendiri.”

“Udahlah, nurut aja. Ini penting. Jam 8 malam jemput kita ya. Mama tunggu.”

“Ya udah. Oke. Tunggu ya, Ma.”

Habis baca pesan itu, Brian bengong sejenak.

“Tumben-tumbenan,” gumamnya pelan sambil ngerasa ada yang nggak beres.

Jam 6 sore, jalanan macet total. AC mobil kayak mogok fungsi, Brian sumpek sendiri.

Dia ngechat lagi ke ibunya.

“Ma, kayaknya nggak bisa, macet parah banget.”

“Duh, gimana ya, Brian? Ini penting banget loh...”

“Penting gimana maksudnya?”

“Ya penting lah. Kamu harus dateng. Gini deh, Mama sama Papa naik taksi duluan. Kamu nyusul. Nih Mama kirim alamatnya.”

“Ya udah. Hati-hati ya, Ma.”

Brian nyengir lemas. Badan gerah, kepala cenat-cenut, dan feeling-nya makin nggak enak.

---

Di tempat lain...

“Wah, akhirnya ketemu juga, Rich!”

Abi Atmaja menjabat tangan Richard Wicaksana, sahabat masa kecilnya.

“Iya, Bi. Udah lama banget ya. Anak-anak udah gede, kita malah baru bisa ngumpul begini.”

Mereka tertawa kecil, nostalgia masa-masa dulu waktu masih tetangga di Surabaya.

“Brian apa kabar?” tanya Abi.

“Masih kerja di perusahaan fashion, NHB. Sibuk banget. Nggak sempat ngenalin cewek juga.” jawab Richard.

“Sama kayak Kanya,” celetuk Ratna, istri Abi.

“Cantik, tapi keras kepala. Susah banget disuruh serius.”

Mereka bertiga tertawa.

Ratna jalan ke lantai atas. “Kanya! Turun yuk, temen mama udah dateng!”

“Bentar ma...” suara Kanya dari dalam kamar.

Nggak lama, gadis itu muncul. Cantik, segar, dengan aroma parfum vanilla yang manja. Rambut panjang disibak santai, kaki jenjang melangkah ringan.

“Temen mama yang mana sih?” tanya Kanya sambil gandeng tangan ibunya.

“Liat aja nanti. Ayo, turun dulu.”

Di ruang tengah, Kanya langsung jadi pusat perhatian.

“Duh, cantik banget sih kamu!” puji ibu Brian, menggenggam tangan Kanya.

“Masa sih, Tante? Jadi malu…”

Kanya nyengir. “Tapi Kanya bikin risol mayo loh, Tante. Muncrat nggak tadi?”

Mereka tertawa bersama. Kanya memang cewek nyentrik—nggak peduli sekolahnya cuma sampai SMA, yang penting jadi model top sejak muda dan bisa bikin risol viral.

---

Setengah jam kemudian...

Brian datang dengan wajah capek dan baju agak kusut. Tapi auranya tetap keren.

“Brian, inget sama Om?”

Abi menyambut, mereka berpelukan singkat. Lalu… datanglah momen yang bikin Brian nyaris keselek.

“Jadi gini, Bri. Mama sama Papa pengen kamu... serius sama Kanya.”

“HAH?” Brian nyaris copot alis.

“Dulu kita udah jodohin kalian. Sekarang waktunya kalian kenalan beneran.”

“Ma, Pa... serius?”

“Banget.”

Kanya dipanggil lagi. Kali ini, dia turun dengan ekspresi kalem. Tapi matanya ngintip Brian dari ujung rambut sampai ujung sepatu.

Dan dimulailah duel pertama mereka... di taman belakang rumah.

•••

Melangkah ragu, Brian lebih dulu berjalan menuju kursi taman, Kanya pun menyusul dengan membawa makanan dan minuman.

Brian berdiri, nyender ke pagar taman.

“Aku nggak kenal kamu.”

Kanya duduk santai di kursi. “Aku juga nggak kenal mas. Soalnya jelek,” ucap Kanya, saat ia duduk di kursi taman dan menyilang kakinya, tanpa melihat wajah Brian.

“Hah? Apa?” Brian nyaris terkejut.

“Eh, maksudnya… cakep sih. Maaf, mas. Mau duduk? Atau... mau dipangku?”

Kanya senyum manis tapi sinis.

Brian mendengus. “Sok cantik,” kata Brian.

“Emang aku cantik kok.”

“Kamu sok cakep.”

“Emang aku cakep.”

“Kamu nggak punya kuku kayak aku.”

Kanya nunjukin kukunya yang kinclong.

“Ngapain aku pake kuku kayak gitu?”

Brian geleng-geleng.

“Dan kamu pasti nggak punya cewek kayak aku. Aku yakin cewek kamu kaku. Kayak kamu.”

Brian diem tapi udah gemes dari tadi.

“Bener kan? Hayo ngaku deh, dari tadi liatin aku terus.”

“Kamu juga liatin aku!”

“Ya iyalah, aku kan manusia, bukan guling. Suka ya? Sange ya?” Kanya ngedeketin.

“Ampun! Aku pulang. Aku nggak mau nikah sama kamu,” Brian mau ngeloyor pergi.

“Kamu juga nggak punya cewek kayak aku. Aku yakin cewek kamu tuh orangnya kaku! Kayak kamu tuh!" ucap Kanya sambil menantang.

“Hahaha, sok tau," Brian tertawa remeh.

“Emang aku tau! apa coba?! sok keren! apa?! MAJU SINI LO KALAU BERANI!” kata Kanya, nantangin.

Brian berhenti melangkah sesat, lalu ia benar-benar melangkah mendekati Kanya. “Kamu pikir aku takut?” kata Brian.

Kanya mundur selangkah, senyum menyeringai. “Kamu pikir aku berani?” ucapnya yang sok berani padahal mau kabur.

"Kamu juga nggak punya cewek kayak aku. Aku yakin cewek kamu tuh orangnya kaku! Kayak kamu tuh!” ucap Kanya sambil menantang lagi padahal tadi udah mau nyerah.

"Hahaha, sok tau, ” Brian tertawa remeh.

Sementara Brian, masih memandangi wajah cantik dan tubuh yang seksi itu yang sedang menggodanya.

“Mahluk apa sih dia?” ucap Brian, dalam hatinya saat melihat Kanya.

“Gede banget pasti punya dia, dia aja gede banget badannya, tinggi lagi, aduh..” ucap Kanya, saat melihat Brian, atas hingga bawah.

“Apaan liat-liat?" ucap keduanya, bersamaan.

“Ih, mas yang liatin aku, kok,” ucap Kanya, sambil melipat kedua tangannya.

“Kamu yang liatin aku duluan." ucap Brian, dengan tangan yang masih ia masukan dalam saku celana.

“Ih... enak aja, langit pun tau, kalo situ yang liatin aku duluan! Dasar mesum!" Ucap Kanya pada Brian.

“Sembarangan kamu bilang aku mesum?" Brian protes.

“Emang! Ih kamu pikir aku mau nikah sama cowok kayak gini? Hah?" Kanya membela diri.

“Hah apa? Kamu pikir aku mau nikah sama cewek kayak kamu?" Brian menjual mahal.

“Jelas lah, kamu tadi liatin aku kok? Atas bawah depan samping kiri kanan aku? kamu liatin! Suka kamu sama aku kan? dasar kaku. pacar kamu juga pasti kaku!” ucap Kanya sambil sedikit menyibak rambutnya dan sedikit menggigit bibirnya.

Brian tak menjawab dan benar apa yang Kanya ucapkan tentang kekasihnya yang kaku itu.

"Ampun deh! Ah! Buang waktu. Aku nggak akan nikah sama kamu," Brian bersumpah.

"Ya udah sana, pulang kerumah kamu, awas kesini lagi sampe bawa gono gini! Awas aja!" ucap Kanya sambil kemudian menghentak kaki dan berbalik arah meninggalkan Brian di taman.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • RAHASIA MENANTU IDAMAN    KANYA JADI INCARAN MUSUH LAMA

    Malam itu di sudut gelap dekat warung kopi tua yang sepi pelanggan, dua pria itu duduk di atas motor masing-masing, helm masih menggantung di setang. Rokok menyala di ujung jari mereka, dan obrolan pelan tapi penuh racun mengalir di antara kepulan asap. “Besok kita mulai rencana,” kata si pria bertubuh kekar, menyesap rokoknya pelan. “Kita culik, tapi nggak langsung. Kita bikin dia panik dulu.” “Penculikan, pemerasan, bisa dapet ratusan juta. Cewek kayak gitu pasti punya harga,” jawab temannya yang lebih kurus, matanya tajam memperhatikan layar ponsel yang menampilkan foto Kanya dari akun sosial medianya. “Masalahnya, dia tinggal sama cowok. Mungkin suami. Mungkin pacar.” “Kita pastiin dulu besok. Kalau perlu kita nginep depan gedung. Kita harus tahu siapa aja yang keluar masuk apartemen itu.” Mereka tertawa pelan. Tawa yang lebih mirip desisan ular ketimbang manusia. Sementara itu... Di dalam apartemen yang terang dan modern, Brian duduk rapi dengan kemeja putih yang atasnya u

  • RAHASIA MENANTU IDAMAN    ORANG YANG MENCURIGAKAN MUNCUL?

    Sementara itu di apartemen, Brian duduk di depan laptop dengan rambut sedikit acak-acakan dan kaos oblong berwarna abu-abu. Daniel duduk manis di pangkuannya, tangan kecilnya sibuk memainkan stabilo berwarna kuning. “Daniel, jangan ganggu mouse-nya Daddy dong…” Daniel menyeringai sambil menunjuk layar dan berucap, “Dino! Daddy, itu Dino!” “Bukan, itu grafik performa keuangan bulan ini, Nak…” Brian tersenyum lelah, namun matanya tetap hangat. “Tapi kalo kamu bilang Dino juga, ya udahlah…” Hari ini, mereka tidak hanya menjalankan peran. Mereka hidup di dalamnya. Kanya di depan kamera, Brian di balik layar, dan Daniel menjadi pusat dari semesta mereka berdua. ••• Siang itu, di apartemen yang mulai sunyi karena AC menyala lembut dan tirai ditutup setengah, Brian duduk di lantai sambil menyuapi Daniel yang enggan diam. Bayi gemuk itu lebih sibuk bermain dengan sendok dan menjatuhkan mangkuk kecil ke lantai. “Daniel, suap nih... Aaaa... pesawat mendarat di mulut!” suara Brian

  • RAHASIA MENANTU IDAMAN    KELUARGA SINTIA KECEWA. BRIAN SAMA KANYA SIBUK BUAT ANAK KE DUA.

    Rumah Sakit, malam hari Lampu di ruang IGD bersinar terang. Di luar, Ibu Silvi duduk dengan mata sembab, sementara Pak Erik berjalan mondar-mandir dengan wajah tegang. Dokter baru saja keluar dan menjelaskan bahwa Sintia masih belum sadar akibat overdosis dan benturan dari kecelakaan. Ibu Silvi dengan suara gemetar, “Dia cuma butuh ditanya kabarnya. Sekedar ‘kamu nggak apa-apa’, gitu aja nggak ada...” Pak Erik menahan amarah, “Brian... bocah itu. Dulu sopan. Dulu perhatian. Tapi sekarang?! Ditelepon pun jawabannya cuma ‘maaf, Brian nggak bisa kesana’. Lalu ditutup.” Ibu Silvi menghapus air matanya. Ibu Silvi berucap, “kamu pikir dia kayak gini karena siapa? Karena disakitin, karena dikhianatin? Tapi dia perempuan, Erik. Sekalipun salah, masih pantas dikasih waktu bicara.” Pak Erik duduk akhirnya, diam sejenak sebelum dia berkata, “kalau anak itu bisa tega ninggalin perempuan yang pernah dia tunangin begitu aja... berarti hatinya udah dibagi ke yang lain.” ••• Daniel suda

  • RAHASIA MENANTU IDAMAN    MANTAN BRIAN DATANG LAGI?

    LOBBY KANTOR NHB – JAM 14.10 SIANG Suasana kantor elite NHB mendadak gaduh. Security yang biasa bersikap tenang langsung siaga waktu seorang wanita berdandan glamor datang masuk tanpa appointment. Sintia. Dengan high heels menggedor lantai, rambut terurai, dan wajah penuh amarah yang ditutup senyum palsu. “Maaf, Mbak. Nggak bisa sembarangan masuk—” “Gue tunangannya Brian!” hardik Sintia, langsung melenggang ke lift eksekutif. Satpam bingung, tapi tetap ikutin dari belakang. RUANGAN BRIAN – LANTAI 12 Brian yang sedang review katalog lookbook baru tiba-tiba berdiri pas pintu ruangannya dibuka paksa. “Sayang, kita bisa ngomong baik-baik nggak?” Suara Sintia mendayu-dayu. Nggak cocok sama cara dia maksa masuk. Brian berdiri pelan. Tarik napas. Lalu menatap wanita itu dari ujung kaki sampai kepala seolah dia lagi lihat sesuatu yang menjijikkan. “Satpam.” Nada suaranya datar. “Brian?!” “Keluarin dia.” Dua satpam masuk dan langsung mengarah ke Sintia. “Brian! Lo

  • RAHASIA MENANTU IDAMAN    IMBAS PENGKHIANATAN IRVAN KE BRIAN.

    PAGI DADDY DAN GRAFIK Pagi itu, aroma tumisan sayur dan telur orak-arik khas buatan Kanya menguar dari dapur. Kanya mengenakan apron lucu bergambar dinosaurus—bukan karena hobi, tapi karena Daniel yang milih waktu mereka belanja bareng. Di meja makan, kotak bekal stainless steel udah disusun rapi, isinya lengkap: nasi, ayam bumbu kecap, sayuran, dan potongan buah. Sementara itu, suara cipratan air terdengar dari kamar mandi. “Daniel... sabunnya jangan di makan, ya sayang…” teriak Kanya sambil nyalain hair dryer, lalu buru-buru ke kamar mandi. Daniel duduk di dalam ember mandi warna biru laut, tubuh gempalnya penuh busa, dan wajahnya senyum-senyum sambil ngerespon mainan bebek karet yang tenggelam di antara gelembung sabun. Di depan kaca wastafel, Brian berdiri dengan wajah serius, rambut masih sedikit basah. Pakaian kantor udah rapi, dasi tinggal disesuaikan. Tapi tangannya masih pegang ponsel yang menampilkan grafik progres proyek. “Kalau kita pakai pendekatan minimalis, g

  • RAHASIA MENANTU IDAMAN    DARI MASA LALU MUNCUL

    “Maksudnya... kita pura-pura pernah punya masa lalu?” tanya Kanya sambil nyuapin Daniel suapan terakhir.Brian angguk sambil peluk Daniel makin erat.“Kita ketemu lagi baru-baru ini. Reconnect. Kamu bawa Daniel. Aku syok, tapi mutusin buat tanggung jawab. Cerita kayak gini masih bisa dimaafin... dibanding kalau kita jujur soal kekerasan itu.”Kanya diem. Matanya berkaca-kaca.“Tapi aku bohongin mama papa, Mas...”“Aku juga. Tapi bohongin demi kebaikan mereka. Kita yang nanggung. Daniel nggak akan ngerti nanti—yang penting dia tumbuh dalam cinta.”Kanya taruh sendok dan tatap Brian penuh rasa percaya. “Oke... deal, Mas.”Brian senyum, lalu gendong Daniel tinggi-tinggi.“Deal. Kita tutup masa lalu kamu, kita mulai dari cerita versi kita.”Daniel tertawa-tawa kegirangan diangkat ke udara. Kanya ikut tertawa sambil ngelap mulut si kecil.“Yang penting kita bertiga... bareng terus,” ucap Kanya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status