Share

Perasaan Cemburu

Penulis: Nona Lee
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-30 15:50:23

"Kau pikir aku bodoh? Berduaan di ruangan tertutup dengan lelaki sialan itu. Apa kau pikir dia tidak memiliki niat buruk?!"

"Jangan salah paham Kami tidak melakukan apapun."

Lelaki itu mengepalkan tinjunya, bersiap untuk menghajar. Amarahnya tak bisa terbendung lagi, dia merasa sangat cemburu. Melihat kedekatan istri dan adik iparnya, Kevin curiga mereka memilki hubungan yang spesial.

Marlina berencana untuk kabur, wanita itu menatap ke arah pintu lalu berlari kencang. Namun Kevin berhasil mencegahnya, lalu mendorong Marlina ke lantai. Dia kembali mengepalkan tinjunya, untuk memukul Marlina. Wanita itu menjerit ketakutan, terdengar hingga ke lantai bawah. Para pelayan mulai gelisah, karena tak bisa melakukan apapun.

"Kevin ampun!"

Lelaki itu memukul wajah istrinya keras, hingga bibirnya berdarah. Dia juga meremas rambutnya kuat, lalu menyeret Marlina ke luar. Para pelayan menyaksikan semua kejadian itu, dan memohon Kevin untuk berhenti. Namun lelaki itu tidak bisa dihentikan, kecuali Tuhan mencabut nyawanya.

"Wanita sialan! Apa kau tidak puas dengan satu lelaki?!"

Kevin meneken wajah Marlina ke dinding, membuat semua orang semakin histeris. Wanita itu terus berteriak memohon ampun, hingga suaranya serak.

"Aku bersumpah! Aku tidak melakukan apapun, sungguh!"

Lelaki itu berbisik lembut di telinga Marlina, "Katakan. Apa kau mencintainya?!" suaranya meninggi, dan tegas. Seolah penuh dengan tuduhan.

Karena tak mendengar jawaban dari sang istri, pikiran Kevin semakin kalut. Lengannya meremas kuat leher wanita itu. Mendorongnya ke dinding, hingga tak bisa bernafas. Semua pelayan mencoba menarik majikan mereka, namun tenanganya luar biasa kuat.

Bugh!

Sebuah pukulan mendarat di kepala lelaki itu. Dia terpental ke samping, hingga Marlina berhasil lepas. Wanita itu jatuh ke lantai dengan tubuh gemetar. Dia menangis pelan, memegangi lehernya yang sakit.

"Kau baik-baik saja?"

Jeno berdecak kesal, lalu kembali menghajar kakaknya. Dia sangat murka, melihat Marlina diperlakukan seperti itu. Untung saja seorang pelayan memanggilnya kembali, kalau tidak Marlina bisa habis. Kedua kakak beradik itu saling beradu tinju, mata mereka penuh dengan kebencian. Tubuh Kevin yang besar dan tinggi, sangat sulit dikalahkan.

"Apa kau gila?!" Melotot tajam. "Kau hampir membunuhnya!" Bentak Jeno marah. Dia mencengkram kemeja sang kakak, lalu menepisnya.

Kevin menarik nafas panjang. Matanya menatap Marlina yang ketakutan setengah mati. Dia merasa sudah hilang kendali, karena alasan tak jelas.

"Aku akan membawa kakak ipar. Dia bisa mati jika bersamamu," Ucap Jeno pada kakaknya.

Kevin meremas lengan adiknya kuat, "Tidak ada yang boleh membawa istriku pergi. Kau pikir, kau siapa?!"

Bugh!

Jeno mengepalkan lengannya kuat, berniat menghajar lelaki itu dengan tinjunya. Namun tiba-tiba Marlina bangkit, menahan adik iparnya. Dengan kondisi yang seperti itu, dia tetap membela suaminya.

"Aku tidak apa-apa. Sungguh!" Ucap Marlina. Matanya menatap takut sang suami. "Tolong... jangan bertengkar lagi."

Kevin tertawa puas, "Kau lihat? Dia sendiri yang bilang padamu."

Jeno merasa sangat frustasi. Dia tidak habis pikir dengan jalan pikiran wanita itu. Setelah semua yang kakaknya lakukan, Marlina masih saja bertahan. Walaupun dia hanya seorang adik tiri dari kakaknya, Jeno sangat perduli dengan wanita itu. Dia tidak akan membiarkan Marlina hidup menderita dengan si monster.

"Kak, kita pergi ya?"

Jeno mencoba membujuk kakak iparnya itu, namun Marlina tetap menolak. Dia takut, akan terjadi hal lebih buruk, jika dirinya pergi. Apalagi ketika dia melihat wajah suaminya yang murka, Jeno bisa saja dalam bahaya. Marlina tidak akan membiarkan siapapun terlibat dalam masalahnya.

"Lebih baik kau pergi. Jangan khawatir, aku akan baik-baik saja."

Dengan wajah penuh luka, wanita itu tersenyum manis. Dia berjalan meninggalkan kerumunan, lalu pergi ke kamarnya. Para pelayan berusaha mengurusnya, meninggalkan kedua kakak beradik yang masih bersitegang.

Kevin menyilangkan tangannya, merasa menang dengan semua perdebatan ini. Dia meninggalkan sang adik di sana, yang masih terdiam membeku. Menyusul sang istri, yang dibawa oleh para pelayannya.

"Ah, benda itu."

Dia merogoh saku celana, mengeluarkan sebuah obat yang diberikan sekertarisnya. Kevin jadi teringat niatnya pulang lebih awal ke rumah, untuk mengobati punggung Marlina. Namun, dia malah menambah luka di tubuh wanita itu.

Lelaki bertubuh atletis itu berdiri di ambang pintu, menatap istrinya yang dikerumuni banyak pelayan. Mereka sibuk mengobati Marlina, yang nampak kacau dan penuh luka.

Kevin duduk di sebuah sofa, dengan senyum yang melebar. Tanpa rasa bersalah sedikitpun, dia merokok dengan santai di hadapan semua orang. Para pelayan sampai bergidik ngeri, melihat sikap majikannya itu. Mereka merasa kasihan, dengan kondisi Marlina yang seperti ini.

"Jika sudah selesai. Pergilah! Aku ingin bicara dengan wanita ini," Ucap Kevin pada para pelayannya.

Mereka tidak bisa membantah, walaupun dipenuhi perasaan khawatir. Dengan terpaksa, para pelayan itu meninggalkan Marlina sendirian.

"Apa kau akan memukulku lagi?" Tanya Marlina. Suaranya terdengar pelan, menahan takut. Dia memegangi lehernya yang sakit, sembari menatap sang suami.

Lelaki itu berjalan mendekat, dengan tatapan penuh ancaman. Senyumnya perlahan memudar, dan berubah menjadi dingin. Dia meremas dagu Marlina kuat, "Kau sudah paham sekarang? Jangan pernah macam-macam denganku."

"Ma---"

Belum sempat meneruskan kata-katanya, Kevin sudah melahap bibir wanita itu. Dia menciumnya dengan lembut, dan penuh gairah. Jeno yang berencana untuk masuk, mengurungkan niatnya. Matanya nampak gelisah, melihat pekandangan seperti ini. Dia mundur perlahan, dan pergi meninggalkan rumah sang kakak.

Merasa lelaki itu sudah pergi, Kevin melepaskan ciumannya. Dia menatap ke ambang pintu, dengan senyuman puas di wajahnya.

"Berani sekali dia mengganggu milikku.."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MENIKAHI CEO AROGAN   Perpisahan Di Bandara

    Pagi itu, cahaya matahari baru saja menembus tirai kamar, menciptakan guratan lembut di wajah Marlina. Wanita itu sudah bangun lebih dulu, duduk di tepi ranjang dengan tatapan kosong. Sesekali dia melirik ke arah suaminya yang sibuk berdiri di depan lemari, merapikan kemeja hitam dan jas yang akan dia kenakan. Tidak ada percakapan. Hanya suara gesekan resleting koper, derit ikat pinggang yang dikencangkan, dan langkah sepatu yang terdengar kaku di lantai marmer. Marlina ingin berkata sesuatu, setidaknya hati-hati, atau aku akan merindukanmu. Namun lidahnya kelu, tertahan oleh dinginnya aura Kevin yang masih terasa. Setelah bersiap, mereka pun berangkat menuju bandara. Mobil melaju tenang di jalanan pagi. Marlina duduk di samping, kedua tangannya terkunci di pangkuan, pandangan terus tertuju keluar jendela. Kevin, dengan wajah tanpa ekspresi, juga menatap lurus ke luar kaca di sisinya. Tidak ada satu pun kata yang terucap sepanjang perjalanan. Tapi dalam hati, keduanya sama-sama ing

  • MENIKAHI CEO AROGAN   Malam Terakhir Yang Penuh Gairah

    Malam itu kamar utama terasa hening. Hanya terdengar gesekan ritsleting koper dan lipatan kain dari tangan Marlina yang sibuk merapikan pakaian suaminya. Wajahnya masih pucat, meski luka-luka di tubuhnya perlahan mulai sembuh. Gerakan tangannya hati-hati, seakan setiap kemeja yang ia masukkan ke koper adalah bentuk tanggung jawab seorang istri, walau hanya istri kontrak yang sebentar lagi akan berakhir. Kevin berdiri di ambang pintu, diam beberapa saat, hanya menatap punggung istrinya. Ada sesuatu yang menghantam dadanya pelan, perasaan berat yang tak bisa ia definisikan. Rasanya aneh. Lelaki itu melangkah mendekat, menahan napasnya sendiri."Marlina." Suaranya dalam, membuat wanita itu menoleh dengan senyum kecil."Kau sudah siapkan semuanya, Kevin?" tanya Marlina lembut. "Besok pagi kau harus sudah berangkat, jangan sampai ada yang tertinggal." Kevin tidak langsung menjawab. Tatapannya justru jatuh pada wajah istrinya, lalu koper, lalu kembali lagi pada mata teduh itu. "Bukan itu

  • MENIKAHI CEO AROGAN   Pengaruh Buruk Kania

    Ruang keluarga rumah utama dipenuhi cahaya lampu kristal yang berkilauan. Kania duduk anggun di sofa, secangkir teh hangat di tangannya. Dia baru saja mendengar percakapan Tuan David lewat telepon dengan salah satu rekan bisnis, tentang keberangkatan Kevin ke Amerika dua hari lagi. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum sinis. "Akhirnya… jalan itu terbuka juga," gumamnya pelan. Tak lama, langkah kaki Jeno terdengar menuruni tangga. Lelaki itu tampak baru selesai dari ruang kerjanya, wajahnya serius seperti biasa. Kania langsung memanggilnya."Jeno," ujarnya lembut tapi penuh maksud. Jeno menoleh, menatap ibunya dengan tatapan waspada. "Ada apa lagi, Bu?" Kania menaruh cangkir tehnya di meja, lalu menatap putranya lekat-lekat. "Kau tahu, kakakmu akan pergi ke Amerika. Dua hari lagi. Itu artinya Marlina akan sendirian di sini." Alis Jeno mengerut. "Dan apa maksudmu mengatakan itu padaku?" Kania tersenyum tipis, senyum yang selalu membuat orang lain sulit menebak pikirannya.

  • MENIKAHI CEO AROGAN   Kata-Kata Saat Mabuk

    Malam itu kamar terasa pengap. Aroma alkohol bercampur dengan wangi tubuh Kevin yang menempel erat di atas Marlina. Lelaki itu jelas mabuk, matanya merah, nafasnya berat, namun setiap sentuhannya bukan lagi sekasar biasanya. Marlina terbaring pasrah, tubuhnya masih penuh memar, tapi jantungnya berdetak tak karuan saat Kevin menunduk dan berbisik lirih di telinganya. "Jangan pernah tinggalkan aku…" Wanita itu membeku. Kata-kata yang meluncur dari bibir Kevin, entah karena mabuk atau benar-benar tulus, membuat dadanya bergetar hangat. Selama ini yang dia terima hanya cacian, amarah, dan kekerasan. Tapi malam itu, Marlina melihat sisi lain yang begitu asing dari suaminya. Ciuman Kevin turun perlahan, dari bibirnya ke leher, hingga bahunya yang terbuka karena pakaian tipis yang dia kenakan. Jemari lelaki itu sempat menggenggam pergelangan tangannya kuat, namun kemudian melonggar, berganti dengan belaian. Setiap ciumannya penuh nafsu yang membakar, tapi ada kelembutan yang membuat Marl

  • MENIKAHI CEO AROGAN   Masalah Yang Tak Pernah Usai

    Pagi itu, udara rumah sakit masih dingin, bau obat-obatan menyeruak dari setiap sudut. Marlina duduk di tepi ranjang, tubuhnya masih terasa lemah, kepalanya pusing sesekali. Namun, tangannya sibuk merapikan tas kecil berisi pakaian dan obat-obatan. "Dokter menyarankan anda dirawat beberapa hari lagi," suara suster terdengar hati-hati, tatapannya penuh cemas pada wajah pucat Marlina. Namun sebelum Marlina sempat menjawab, suara Kevin sudah memotong tajam. "Tidak perlu. Dia akan pulang hari ini." Marlina menoleh, menatap suaminya yang berdiri dengan kemeja hitam sederhana yang membuatnya tampak semakin dingin. Tatapannya kosong, penuh otoritas yang tak bisa dibantah. Marlina hanya bisa menunduk. "Baik..." Di perjalanan pulang, suasana mobil begitu sunyi. Marlina menyenderkan kepala ke jendela, tubuhnya masih terasa nyeri di beberapa bagian, terutama lengan dan dadanya. Kevin memegang setir dengan satu tangan, wajahnya fokus ke jalan, namun sesekali dia melirik sekilas ke arah ist

  • MENIKAHI CEO AROGAN   Perasaan Yang Tak Biasa

    "Wanita sialan! Selalu saja membuat keributan. Apa dia memukulmu?" Kevin menoleh ke arah ranjang, menatap Marlina yang masih pucat. Nafasnya berat, tapi senyumnya tipis dan rapuh. Dengan susah payah dia mencoba bangkit, meski tubuhnya masih lemah. "Tidak..." suaranya serak, pelan. "Kevin, Maafkan aku. Karena sampai sekarang aku belum bisa memberikanmu keturunan." Kevin terdiam sepersekian detik. Kalimat itu menghantam dadanya, karena hanya dia yang tahu kebenaran bahwa ketidakmampuannya lah penghalang terbesar. Namun wajah dinginnya kembali mengambil alih, menutupi luka dan takutnya sendiri. Dengan langkah pelan tapi pasti, Kevin mendekat, menatap istrinya dari atas seolah ingin menusuk hatinya lebih dalam. "Apa boleh buat?" suaranya terdengar datar namun penuh sindiran. "Kau memang tidak bisa menjadi istri yang baik." Marlina menunduk, kedua tangannya menggenggam erat sprei putih rumah sakit. Matanya berkaca-kaca, tapi dia berusaha menahan air mata itu agar tidak jatuh di had

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status