Share

BAB 8. Mengorek Luka

Tabitha tersenyum miris. Bukannya memakan bekal yang ia bawa dari rumah, Tabitha malah meraih ponselnya yang sejak tadi tergeletak di meja kerjanya dan membuka salah satu akun sosial medianya. Selama ini, Tabitha hanya memanfaatkan sosial media untuk mengikuti trend terkini yang berhubungan dengan pekerjaannya di bidang kreatif itu. Namun, dalam beberapa minggu terakhir ini Tabitha mendadak semakin sering membuka second account yang sengaja ia buat untuk kepentingan pribadi.

Hal itu bermula sejak Tabitha tak sengaja melihat mantan suaminya mengunggah sebuah foto di suatu tempat yang ingin wanita itu datangi tetapi belum kesampaian. Sakha mengunggah foto pemandangan kota Yunani ketika senja. Saat matahari sudah nyaris tenggelam sepenuhnya di peraduan. Foto yang diunggah Sakha itu tidak bisa Tabitha abaikan begitu saja. Sebab, caption di unggahan itu langsung menarik perhatian Tabitha. Sakha menuliskan sepenggal lirik lagu milik Secondhand Serenade yang berjudul Your Call.

.

šŸŽµAnd Iā€™m tired of being all alone

And this solitary moment

Makes me want to comeback homešŸŽµ

.

Tiga baris lirik itu seolah menggambarkan apa yang sedang Sakha rasakan kala mengabadikan foto itu. Dan seketika itu juga aa yang kembali patah saat Tabitha membaca sepenggal lirik itu. Tabitha seolah kembali dilemparkan ke masa-masa saat ia dan Sakha masih bersama. Saat mereka belum mengenal luka. Saat keduanya belum kehilangan satu sama lain. Saat keduanya masih bisa saling memeluk dan menguatkan ketika dunia sedang tidak berpihak kepada mereka. Saat mereka masih bisa saling menemukan ketika tersesat dalam labirin kehidupan.

Dulu, meski mereka punya segudang masalah, mereka bisa mengatasinya berdua. Meski tidak selamanya mendapatkan hasil akhir yang baik, setidaknya mereka tidak sendirian. Mereka memilik satu sama lain untuk bersandar. Mereka tidak akan merasa kesepian, karena tahu bahwa dalam keadaan paling buruk pun mereka masih punya tempat untuk pulang.

Namum, sekarang tidak lagi. Tabitha sudah kehilangan teman hidup yang ia kira akan bertahan selamanya di sisinya.

Deg.

Jantung Tabitha seolah terhenti saat melihat unggahan baru di akun pribadi milik Sakha yang sebagian besar berisi foto-foto pemandangan alam yang laki-laki itu abadikan menggunakan kameranya.

Dulu, di antara foto-foto pemandangan itu, ada Tabitha yang memenuhi setengah dari jumlah unggahan di akun milik Sakha itu. Namun, setelah pengadilan mengetukkan palu sebanyak tiga kali, meresmikan perceraian Sakha dan Tabitha, foto-foto Tabitha dihapus oleh Sakha. Semuanya. Jejaknya dalam hidup Sakha seolah dihapus hingga tak bersisa lagi.

Yang membuat Tabitha sejenak terpaku adalah lokasi di mana foto yang diunggah Sakha itu itu diambil. Tidak seperti biasanya, Sakha mengunggah sebuah foto saat laki-laki itu sedang berada di sebuah coffee shopāˆ’dulu Sakha dan Tabitha hampir setiap dua minggu sekali datang ke tempat ituāˆ’bersama beberapa orang yang sangat tidak asing untuk Tabitha. Mereka adalah teman-teman Sakha yang juga menjadi teman sepermainan Tabitha. Dulu. Tabitha tidak lagi bergaul dengan mereka semenjak perceraiannya dengan Sakha. Beberapa bulan setelah bercerai, Tabitha beberapa kali ia dikontak oleh salah satu dari mereka, mengajak Tabitha untuk nongkrong bareng seperti yang sering mereka lakukan. Ajakan itu langsung Tabitha tolak dengan halus.

Tabitha masih belum bisa bertemu dengan Sakha saat luka hatinya masih menganga. Ia belum siap jika harus bertatap langsung dengan mantan suaminya tanpa merasakan patah hati untuk kedua kali. Tabitha butuh waktu. Dan rupanya, setahun masih belum cukup untuk pulih dari rasa sakit yang menghancurkannya.

Sakha menuliskan caption ā€œsupport systemā€ pada unggahan yang mendapatkan puluhan komentar itu. Didorong oleh rasa penasaran, Tabitha membuka kolom komentar dan langsung menyesal saat itu juga. Ada satu akun yang sangat Tabitha kenali, yang juga menuliskan komentar pada unggahan itu. Pemilik akun @ranismandira menuliskan, ā€œKangen kalian semua. See you soonā€.

ā€˜See you soon?ā€™ batin Tabitha. Memangnya di mana Ranis sekarang? Tabitha bertanya-tanya.

Saat masih berkutat dengan pikirannya, ada balasan dari Sakha yang menuliskan, ā€œBalik ke Indonesia dong, Nis. We miss you tooā€.

Kalimat kedua yang dituliskan Sakha sontak membuat Tabitha tersenyum kecut.

Sebelum semakin sakit melihat interaksi Sakha dan Ranis dulu pernah menjadi orang yang paling dekat dengan Tabitha, wanita itu langsung keluar dari aplikasi yang membuat dirinya sakit hati dan ia pun memaki dalam hati.

ā€œLo bodoh banget, Tabitha. Mereka mau ngapain aja bukan urusan lo. Mereka cuma orang asing di hidup lo sekarang. Jadi, berhenti ngerasa sakit hati cuma karena orang-orang nggak penting itu!ā€

Tabitha setengah melemparkan ponselnya ke meja kerjanya karena emosinya mendadak menjadi campur aduk. Padahal, salahnya sendiri yang sengaja mencari penyakit dengan memantau sosial media mantan suaminya. Seharusnya ia tahu jika ia tidak akan pernah bisa terbiasa saat harus melihat interaksi Sakha dengan teman-temannya. Terutama Ranis.

Perut Tabitha terasa melilit karena lapar, tetapi nafsu makannya sudah menurun drastis. Tabitha sudah tidak berminat memakan bekalnya. Hanya saja ia butuh tenaga yang cukup banyak untuk bisa bekerja sampai sore. Dengan lesu, Tabitha mengeluarkan kotak bekal yang ia bawa dari rumah lalu memakan irisan buah pepaya dan melon tanpa memakan nasi dan lauk yang ia siapkan sejak subuh tadi.

Pukul satu kurang sepuluh menit Jona sudah kembali muncul di kantor. Laki-laki itu tak lupa membelikan pesanan Tabitha.

ā€œMakasih, Jon. Cinta banget gue sama lo,ā€ ucap Tabitha sembari menyeruput jus yang dibawakan Jona.

ā€œGue sih lebih cinta mantan laki lo,ā€ canda Jona yang nyaris membuat Tabitha tersedak.

Di antara rekan-rekan kerjanya dan juga teman-teman Tabitha di luar kantor, hanya Jona satu-satunya orang yang berani menyinggung soal Sakha dengan candaannya yang sangat menyebalkan.

ā€œKalau lo cinta, kenapa nggak usaha deketin? Cemen lo!ā€ balas Tabitha ketus.

Jona yang duduk di kubikel yang berada di sisi kanan Tabitha itu tertawa.

ā€œGue nggak suka makan temen sih.ā€

ā€œKalau lo lupa, gue sama dia udah pisah hampir setahun. Kalau lo nggak gerak cepat, keburu ditikung orang lain, Jon,ā€ balas Tabitha yang malah meladeni Jona mengobrol tidak jelas.

Lagi-lagi Jona tertawa.

ā€œNggak, deh. Ntar gue ngebayanginnya muka lo mulu kalau lagi jalan sama Sakha. Gue nggak mau mimpi buruk kebayang muka setan lo kalau lagi ngamuk.ā€

ā€œKurang ajar!ā€ seru Tabitha seraya melemparkan bolpoin hingga mengenai kepala Jona yang telat menghindar.

Jona membungkuk untuk mengambil bolpoin milik Tabitha yang jatuh ke lantai, lalu berkata, ā€œUdah setahun, Tha. Lo nggak ada niat buka hati buat orang lain?ā€

Ditodong pertanyaan serius dari Jona membuat Tabitha terpaku. Jauh di lubuk hatinya yang terdalam, Tabitha juga ingin. Sungguh, ia telah berusaha membuka hati dan memberi kesempatan laki-laki yang mendekatinya. Namun, mau dipaksa seperti apa pun juga, ia masih belum bisa.

Satu tahun menurutnya masih terlalu dini untuk bisa kembali menjalin hubungan serius. Tetapi untuk menjalin hubungan kasual juga bukan pilihan yang benar. Tabitha pernah menikah. Itu menjadi salah satu alasan Tabitha sulit kembali dekat dengan lawan jenis. Wanita yang pernah menikahāˆ’terutama yang menjadi janda karena ceraiāˆ’seringkali dipandang sebelah mata.

Contoh sederhananya, banyak tuduhan miring yang sering tertuju kepadanya ketika ia pulang ke rumah diantar oleh Jona. Bahkan, pernah sekali Tabitha pulang naik ojek online yang kebetulan ia mendapat driver seorang mahasiswa yang masih cukup muda dan tinggal di komplek yang sama. Entah orang-orang tahu dari mana, esok harinya Tabitha menjadi topik perbincangan panas di kalangan ibu-ibu komplek yang suka bergosip saat sedang berbelanja di tukang sayur yang lewat setiap pagi. Di antara mereka ada yang dengan terang-terangan mengatai Tabitha saat tak sengaja berpapasan di depan rumah Tabitha ketika wanita itu akan berangkat kerja.

ā€œDasar janda gatel! Pantas saja kamu diceraikan. Kelakuannya aja nggak bener. Kamu ini udah janda jangan kebanyakan gaya. Janda kayak kamu itu levelnya sama duda. Jangan malah godain anak saya yang bisa dapat perempuan yang jauh lebih baik dari kamu. Anak saya nggak level sama janda kayak kamu.ā€

Tabitha tidak tahu harus berkata apa kala itu. Ia bahkan tidak tahu letak kesalahannya di mana. Ia hanya memesan ojek online dan kebetulan mendapat driver yang merupakan anak dari salah satu tetangganya. Tetapi ternyata hal itu menjadi bumerang dan malah membuat Tabitha semakin dipandang jelek oleh tetangga-tetangganya yang menyebutnya kegatelan. Kelakuannya yang mana yang tidak benar? Sejak kapan ia bertingkah banyak gaya?

Rasanya sangat menyakitkan. Padahal, semenjak bercerai, Tabitha sebisa mungkin menjaga diri karena tahu bahwa pandangan sebagian besar masyarakat kepada orang-orang sepertinyaāˆ’yang pernah gagal menjaga pernikahannyaāˆ’selalu mengarah ke hal-hal negatif. Tabitha semakin jarang berdandan karena pernah disebut-sebut sebagai wanita murahan. Tabitha dituduh menggoda laki-laki yang sudah beristri di komplek perumahan yang ia tinggali hanya karena Tabitha sedikit memulas wajahnya dengan make up.

Sejak hari itu, Tabitha akhirnya memilih untuk menyewa satu kamar kos yang dekat dengan kantornya dan jarang pulang ke rumah yang dulu ia tinggali dengan Sakha selama menikah. Tabitha juga selalu membawa mobil ke tempat kerja dan tidak pernah lagi naik ojek online untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Tabitha juga tidak pernah mau lagi diantar pulang oleh laki-laki mana pun meski kini ia bisa lebih bebas tanpa harus mendengar omongan-omongan kejam para tetangganya.

ā€œWOY!ā€ tegur Jona seraya memukul pundak Tabitha pelan. ā€œSorry, gue bikin lo kepikiran, ya?ā€

Tabitha memaksakan senyum.

ā€œGue masih nyaman sendiri. Tapi kalau nanti ada yang cocok, gue juga nggak akan nutup hati kok. Itā€™s all just about time.ā€

Jona tersenyum maklum. ā€œRight. Mending lo pikirin aja soal training minggu depan.ā€

Tabitha langsung mencibir, ā€œMasih usaha aja lo.ā€

Jona berdiri dari duduknya sembari membalas, ā€œJust go. Siapa tahu di Bali lo bisa ketemu soulmate lo. Udah ah, ayo meeting. Si Bos bisa ngambek kalau kita belum ada di ruang meeting sebelum dia datang.ā€

ā€œGue bukan Syabda yang hobi berburu,ā€ ujar Tabitha dengan malas lalu ikut beranjak dari kursinya sembari meraih Macbook dan blocknote dari meja kerjanya.

Namun, dalam hatinya, Tabitha membatin. Dulu, ia sangat yakin jika Sakha adalah soulmate-nya. Namun, hubungan mereka gagal. Apakah mungkin suatu hari nanti ia bisa bertemu dengan soulmate-nya dan tidak akan gagal lagi?

.

.

to be continued 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status