Share

BAB 3

“Aku ingin bercerai.” Ucap Lucia dengan mata menyorot penuh keseriusan pada pria yang sedang duduk di kursi roda tersebut.

Tak ada respon apapun dari pria itu, hanya tatapan dingin dan datar yang selalu dia tampilkan tapi Lucia sedikit bersyukur dengan itu setidaknya permintaannya nanti tidak di persulit oleh pria itu.

“Tapi tidak untuk sekarang karena aku ingin kita saling menguntungkan karena bagaimana pun aku sudah mengucap sumpah janji di hadapan tuhan.” Ucap Lucia lagi sambil duduk di sofa yang berada di tempat itu.

“Apa yang kau inginkan?” Tanya Dariel dengan dingin.

“Karena tak mungkin kita langsung bercerai saat ini maka aku memutuskan untuk merawatmu tapi kau tak bisa mengganggu privasiku.” Ucap Lucia dengan serius.

Dariel yang mendengar itu langsung menaikkan alisnya dan dia langsung menaruh tangannya di depan perutnya dengan sangga kursi roda dan tatapannya serius dan auranya begitu mencekam.

“Aku tak butuh leluconmu.” Ucap Dariel dengan dingin.

“Sebenarnya aku bukanlah wanita yang seharusnya kau nikahi, tapi adik tiriku lah yang seharusnya berada di posisi ini dan aku pulang dari pekerjaanku di luar negeri untuk melihatnya menikah namun aku malah terjebak disini.” Ucap Lucia, dia ingin menjelaskan situasinya terlebih dahulu pada pria itu agar pria itu sedikit mengerti.

Dariel hanya diam saja, Lucia yang melihat itu melanjutkan ucapannya.

“Jadi aku hanya ingin kita menjadi rekan yang baik selama satu atap, dan aku juga merasa senang setidaknya aku sudah tak punya ikatan dengan keluarga itu lagi walaupun aku merasa sedikit sedih ayahku yang seperti membenciku.” Ucap Lucia dengan kekehan ringan yang keluar dari mulut manisnya.

“Anggap saja aku menumpang nama untuk sementara waktu setelah itu aku bisa bebas sepenuhnya dan menjalankan pekerjaan dengan bebas. Sebenarnya itu yang aku rencanakan sebelumnya karena terikat dengan keluarga itu membuatku muak dengan kelengkapan keluarga bahagia itu sedangkan aku seperti sebatang kara. Ahh aku tak sadar terlalu banyak bicara denganmu, mari kita ke topik awal saja.” Ucap Lucia dengan tenang.

Dariel sejak tadi hanya diam seakan menjadi pendengar baik, namun tetap saja wajah yang ditampilkannya begitu dingin tak tersentuh seakan angkuh.

“Apa keuntunganku?” Tanya Dariel dengan datar.

Lucia tersenyum saat pria itu bertanya tentang keuntungan yang dia dapatkan.

“Keuntunganmu lebih banyak di banding denganku tapi itu sebanding jika kau tak mengurusi pekerjaan dan privasiku.” Ucap Lucia dengan ramah.

Dariel diam menunggu wanita itu melanjutkan perkataannya.

“Tapi sebelumnya bolehkan aku memegang pergelangan tanganmu?” Tanya Lucia dengan menatap tangan Dariel dengan tenang.

Dariel menaikkan alisnya, namun sedetik kemudian dia membuka tangan kirinya untuk wanita itu.

Lucia yang melihat itu langsung memegang pergelangan tangan Dariel dengan pelan, wajah Lucia seakan sedang memeriksa sesuatu dari tubuh Dariel. Beberapa waktu setelahnya dia tersenyum tipis melihat Dariel dengan pandangan penuh arti.

“Mari bercerai saat kau bisa berjalan dengan normal.” Ucap Lucia dengan tenang dan matanya seakan tak main-main dengan ucapannya saat ini.

Pupil mata Dariel sedikit melebar mendengar pernyataan dari mulut wanita itu, namun dia segera menarik tangannya yang masih di sentuh wanita itu dengan kasar.

“Omong kosong! Jangan bermain-main denganku, Lucia.” Ucap Dariel dengan dingin dan ingin berbalik pergi dari hadapan wanita yang mengatakan omong itu.

Ucapan Dariel bukanlah tanpa alasan, sudah banyak dokter yang merawatnya dulu hingga tujuh tahun berlalu namun sama sekali tak ada perubahan sama sekali dengan kakinya setelah kecelakaan berat dulu.

Lucia yang melihat itu hanya bisa tersenyum tipis.

“Jika aku berkata omong kosong bukankah aku akan selamanya terjebak olehmu disini dan merawatmu sampai kau tutup usia? Aku memberikan jaminan hidupku untuk kesembuhanmu, jadi apa yang aku ucapkan juga melibatkanku dalam hal ini, tak mungkin aku berbicara omong kosong.” Ucap Lucia dengan tenang.

Dariel langsung menghentikan kursi rodanya setelah mendengar ucapan wanita itu.

“Hanya sampai kau sembuh, Dariel. Setelah itu aku juga bebas dan dirimu bisa membalaskan dendammu pada keluarga yang mengucilkanmu, bagaimana? Bukankah tawaran ini sangat menarik bagimu?” Ucap Lucia dengan tersenyum miring.

Lucia sangat yakin pria itu tak mungkin menolak tawarannya saat ini, karena pria itu pasti juga memiliki dendam tersendiri pada keluarganya yang memperlakukannya seperti bukan manusia.

“Bagaimana tuan Dariel? apakah kau sudah memutuskannya?”

“Terserah kau saja.” Ucap Dariel dengan datar kemudian masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya.

Lucia yang melihat itu tersenyum miring, akhirnya dia bisa hidup seperti biasanya. Tapi ucapannya bukanlah main-main, dia memang bisa menyembuhkan Dariel walaupun tak bisa dalam sekejap. Karena otot kaki Dariel yang sudah lumpuh bertahun-tahun pasti tak bisa sembuh dalam satu bulan, dia membutuhkan waktu tiga sampai enam bulan agar pria itu bisa berdiri tegak dengan kakinya sendiri.

Karena hari sudah sangat larut, Lucia memilih untuk pergi ke kamarnya sendiri, karena memang kamar mereka berdua terpisah.

***********

Pagi menjelang, kicauan burung seperti biasa menjadi alarm bangun pagi untuk orang yang tengah tertidur pulas.

Dariel yang sudah terbiasa melakukan apapun sendiri walaupun menjadi lumpuh dan berada di kursi roda, dirinya tetap mampu melakukan kesehariannya dengan baik bahkan untuk mandi dan menggunakan pakaian.

Setelah dia menggunakan kemeja putih dan celana kain berwarna hitam, dia keluar dari kamar untuk menghirup udara segar di pegunungan ini.

“Aku terlalu sibuk, besok aku akan kesana.” Suara wanita yang ada di kamarnya terdengar dari luar, karena memang kamar disini tak ada kedap suara hingga suara kecil akan terdengar dari luar.

“Iya, aku sudah ada tanggung jawab lain disini. Aku tak bisa sebebas dulu.” Ucap wanita itu yang sepertinya sedang mengobrol dengan seseorang melalui sambungan telepon.

Dariel yang tak peduli mendorong kursi rodanya menuju ke halaman Villa untuk menikmati sinar matahari pagi yang bagus untuk tulang.

Dariel memejamkan matanya untuk menikmati udara dan sinar matahari pagi yang hangat itu.

“Ternyata wanita itu cukup pandai untuk membersihkan halaman.” Gumam Dariel saat melihat halaman villa ini terlihat jauh lebih baik dari sebelumnya, bahkan dia bisa melihat indahnya pegunungan yang menjadi pemandangan luar Villa ini.

“Dariel, kau sudah bangun?” Tiba-tiba suara Lucia terdengar dari arah belakangnya.

“Apakah kau sudah mandi?”

“Ya.” Jawab Dariel dengan singkat.

“Apa kau sudah merapikan tempat tidur? Aku akan membersihkannya.”

“Ya.”

“Apa kau ingin sesuatu?”

“Tidak.”

Jawaban dari Dariel sangat singkat, Lucia yang mendengarnya menjadi sedikit kesal namun dia tak bisa berbuat apa-apa.

“Aku akan pergi sebentar lagi karena aku membutuhkan sesuatu di kota, apa kau ingin sarapan dengan sup seperti kemarin atau roti panggang?” Tanya Lucia pada pria itu.

“Aku bisa melakukannya sendiri jika aku lapar.” Ucap Dariel.

Lucia yang mendengar itu langsung mengangguk mengerti.

“Jika seperti itu aku akan bersiap dan memesan taxi.” Ucapnya lalu dia kembali masuk ke dalam meninggalkan Dariel yang masih menikmati udara paginya.

Dariel hanya diam saja tak menanggapi wanita itu, dia tak peduli apa yang akan dilakukan wanita itu. Dia sudah terbiasa hidup sendiri bertahun-tahun, jadi baginya Lucia adalah orang asing yang tak perlu dia pedulikan kehadirannya dan begitupun kepergiannya.

TIN! TIN!

Suara klakson taxi menandakan jika taxi tersebut adalah taxi pesanan Lucia.

“Dariel aku pergi dulu, aku sudah menyiapkan roti panggang dan segelas susu hangat untukmu. Dan jangan lupa meminum obat yang aku taruh di tabung kecil. Jika siang  aku belum pulang, kamu minum lagi obat itu yaa dan aku akan memesankan makanan untuk mu makan siang. Aku pergi dulu.” Ucap Lucia dengan nada yang sedikit tergesa-gesa seolah sedang dikejar waktu lalu dia langsung masuk ke dalam mobil taxi yang dipesannya.

Dariel sekali lagi hanya diam bahkan tak melihat ke arah wanita tadi, namun setelah Lucia pergi dengan mobil taxi Dariel baru melihat ke arah jalan beraspal tersebut.

Dia kemudian berbalik untuk masuk ke dalam Villa dan benar saja Lucia sudah menyiapkan sarapan untuknya saat ini.

“Apa dia tak dengar ucapanku tadi.” Ucapnya dengan dingin tapi dia tetap mengambil roti panggang tersebut dan memakannya dengan tenang.

Setelah menyelesaikan sarapannya, Dariel menatap ke arah obat yang dimaksud oleh Lucia tadi. Dia tak tahu obat apa ini, tapi saat dia membukanya dia mencium aroma herbal disana.

“Ini seperti beberapa tanaman herbal kualitas tinggi menjadi satu. Bagaimana dia mendapatkan obat semahal ini?” Gumam Dariel dengan rasa penasaran yang tinggi.

Karena tak ingin terlalu memikirkannya, Dariel segera meminum obat tersebut dengan sekali tegukan.

“Tuan.” Tiba-tiba suara pria yang sangat dia kenali terdengar dari belakangnya membuat Dariel langsung berbalik untuk melihatnya.

“Apa yang kau dapatkan?” Tanya Dariel dengan dingin.

“Dugaan anda tepat, tuan.”

Tangan Dariel yang sebelumnya lemas langsung mengepal dengan kuat, bahkan otot di rahang nya tercetak dengan jelas disana.

“Tunggu kehancuran kalian.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status