Share

BAB 4

“Kau lama sekali, Cia.” Ucap seorang pria dengan pakaian serba hitam dengan topi di kepalanya dan masker di wajahnya.

“Aku punya tanggung jawab sekarang.  Apa yang kau butuhkan saat ini?” Tanya Lucia dengan serius pada pria itu.

Mereka saat ini berada di salah satu restoran mewah yang tertutup karena memang restoran tersebut hanya sebuah kedok, di dalamnya banyak orang yang memiliki kepentingan khusus tanpa diketahui oleh banyak orang umum.

"Aku membutuhkan ini." Ucap Zidan dengan memberikan sebuah kertas yang dilipat kecil dihadapan Lucia.

Lucia yang melihat itu langsung mengambilnya dan membacanya.

"Cukup sulit." Ucapnya setelah membaca apa yang tertulis di sana.

"Mereka berani membayar hingga tiga juta dollar jika kau menerimanya." Ucap Zidan dengan serius.

Lucia yang mendengar itu langsung terdiam, tiga juta dollar cukup besar untuk dirinya bisa hidup bergelimang harta tanpa bekerja selama lima tahun.

"Beri aku waktu, aku butuh waktu untuk memikirkannya." Ucap Lucia pada akhirnya, dia belum bisa memberikan jawaban pasti saat ini.

"Itu hanyalah pil sederhana yang bisa kau buat satu hari." Ucap Zidan yang tak puas dengan jawaban yang diberikan oleh Lucia.

"Bahan untuk membuatnya membutuhkan teknik khusus untuk membuatnya, saat ini aku belum bisa melakukan pekerjaan selama satu Minggu kedepan." Ucap Lucia dengan tenang sambil menyesap teh hijau miliknya.

"Sebenarnya kenapa kau tiba-tiba kau cuti, ku dengar adik tirimu yang menikah tapi kau seperti yang telah menikah." Ucap Zidan tatapan menyelidik.

Lucia berusaha untuk tetap tenang dengan tatapan Zidan yang seakan ingin mengulitinya dan ingin mengetahui apa yang ada di dalamnya. Namun Lucia sangat pandai menyembunyikan perasaan di hatinya.

"Kenapa kau ingin mencampuri urusanku, Zi? Aku akan mengerjakan itu tapi tidak di Minggu ini. Apa yang salah dengan hal itu?" Ucap Lucia dengan tenang.

"Mereka menginginkan pil itu secepatnya, karena anak mereka terkena penyakit yang belum ada obatnya dan hanya kau yang bisa mengobatinya dengan pil ciptaanmu itu." 

"Pilku bukan untuk menyembuhkannya secara total, tapi membuatnya bisa bertahan hidup minimal sampai umur enam puluh tahun." Ucap Lucia dengan serius.

"Ya pokoknya itu, mereka membutuhkannya segera." Ucap Zidan.

Lucia menghela nafasnya dengan pelan. 

"Aku akan menolaknya." Ucap Lucia dengan datar.

Zidan yang melihatnya sedikit panik, dia tahu jika Lucia adalah wanita yang sulit jika keputusannya sudah bulat.

"Baiklah baiklah, berarti bulan ini kan? Aku akan memberikan mereka pengertian." Ucap Zidan segera sebelum Lucia semakin tidak berminat dengan ini.

"Oke." Ucap Lucia dengan tenang.

Dia sebenarnya juga membutuhkan uang ini untuk membeli beberapa tanaman herbal langka untuk Dariel agar pria itu cepat sembuh dan mereka bisa segera berpisah. Karena tanaman-tanaman yang dia gunakan membutuhkan biaya hingga puluhan sampai ratusan juta untuk bahannya saja.

Mengingat Dariel, Lucia melupakan jika dia harus memesan makan siang untuk pria itu makan nantinya.

"Kau kenapa?" Tanya Zidan karena melihat raut wajah Lucia yang terlihat sedikit gelisah.

"Aku melupakan sesuatu." Ucap Lucia dengan segera dan membuka ponselnya untuk memesan makan siang untuk Dariel saat itu juga.

Zidan yang melihatnya hanya diam dan mengamati.

"Kau sedikit berubah." Ucap Zidan dengan wajah yang serius.

"Kau terlalu banyak mengamati dan berpikir hingga otakmu selalu berpikiran buruk." Ucap Lucia dengan datar.

Zidan terkekeh, mereka melanjutkan obrolan mereka dengan topik yang lain karena mereka merupakan rekan kerja lama yang saat ini memiliki kesibukan masing-masing karena perbedaan pekerjaan yang diberikan oleh organisasi mereka.

************"

"Permisi! XFood! Permisi!" Suara dari luar Villa membuat Dariel mendorong kursi rodanya menuju ke pintu masuk Villa.

Saat membuka pintu dia melihat pria dengan menggunakan Helm merah dan jaket merah sedang membawa kantong yang berisi makanan disana.

"Atas nama tuan Dariel Filbert?" Tanya pria itu pada Dariel.

Dariel hanya mengangguk singkat.

"Ini pesanan anda, terima kasih telah mengorder di XFood. Ditunggu orderan selanjutnya." Ucap pria itu dengan ramah lalu pergi dari hadapan Dariel untuk menuju ke motornya.

Dariel menatap ke arah makanan tersebut dengan tatapan dalam lalu menutup pintu dan masuk ke dalam Villa.

Hingga di pukul tiga sore, suara pintu mobil yang tertutup terdengar di telinga Dariel yang sedang duduk tenang di kursi rodanya dengan menatap ke arah pemandangan sore di jendela kamarnya.

"Aku pulang!" Ucap wanita itu yang baru pulang ke Villa ini.

Dariel yang mendengarnya langsung keluar dari kamarnya, dia masih bisa melihat wajah lelah wanita itu yang tengah beristirahat di sofa.

Dariel hanya diam saja, karena dia tak ingin mencampuri urusan wanita itu.

"Untukmu." Ucap Dariel sambil menyerahkan kartu kredit untuk Lucia.

Lucia yang sebelumnya memejamkan matanya sambil menyandar di sofa langsung membuka matanya dan melihat ke arah kartu kredit yang dipegang oleh Dariel.

"Untuk apa?" Tanya Lucia dengan bingung.

"Untuk kebutuhan sehari-hari." Ucap Dariel dengan dingin.

"Tak perlu, kau lebih membutuhkannya. Simpan saja untukmu, aku tahu kau lebih membutuhkan dariku." Tolak Lucia dengan halus namun hal itu ternyata membuat Dariel tersinggung.

"Aku memang lumpuh tapi bukan berarti aku lepas tanggung jawab menafkahi mu secara lahir." Ucap Dariel dengan dingin lalu menaruh kartu kredit itu ke meja dengan kasar lalu pergi dari sana dan masuk ke dalam kamarnya lagi.

Lucia yang melihat itu hanya menghela nafasnya dan melihat ke arah kartu kredit berwarna hitam tersebut.

"Bagaimana dia bisa mendapatkan kartu kredit unlimited ini? Bukankah dia tidak bekerja dan dikucilkan keluarganya sendiri?" Gumam Lucia dengan terus menatap ke arah pintu kamar yang tertutup tersebut.

Karena tak ingin berpikiran macam-macam dan mereka sudah berjanji untuk tak mengurusi hal privasi masing-masing, Lucia memilih untuk menerimanya saja.

"Aku harus memasak untuk makan malam nanti." Gumam Lucia ketika melihat jam sudah cukup sore.

Dengan segera dia langsung masuk ke kamarnya untuk mengganti baju dan memasak makanan untuk mereka berdua santap di makan malam nanti.

**************

Sebuah mansion mewah yang berisi anggota keluarga inti Filbert tengah disibukkan dengan acara yang akan mereka gelar sebentar lagi.

Acara ulang tahun tuan Abert Filbert akan digelar besok lusa untuk merayakan ulang tahunnya yang ke delapan puluh tahun.

“Apa kakek akan mengundang dia?” Tanya Ernest Filbert, cucu tuan Abert yang menjadi satu-satunya kandidat terkuat untuk menguasai kerajaan bisnis Filbert yang sebelumnya menjadi milik Dariel karena merupakan cucu dari anak pertama tuan Abert.

“Panggil dia kakak, dia juga kakak sepupu mu meskipun begitu.” Ucap tuan Abert dengan dingin.

Ernest yang mendengarnya hanya mengangguk dengan wajah datar dan rasa kebencian yang dia sembunyikan dari kakeknya.

“Dia akan datang dengan istrinya, aku tak sempat melihat pernikahan mereka kemarin.” Ucap tuan Abert dengan tenang.

“Oh yang dari keluarga Moore? Ku dengar dia menerima perjodohan ini karena mereka sedang bangkrut.” Ucap Ernest dengan tenang.

“Jangan mengurusi urusan ini, pergilah. Jangan membuatku tidak menyukaimu.” Ucap tuan Abert dengan dingin lalu mulai berdiri dari duduknya dan pergi ke kamarnya dengan menggunakan tongkat untuk menyangga tubuhnya yang sudah renta.

Ernest yang melihat itu hanya mengepalkan tangannya dengan kuat tatapannya menyiratkan kebencian dan kemudian langsung pergi dari sana.

“Tuan anda akan pergi kemana? sebentar lagi makan malam akan tiba.” Tangan kanan Erenest mencoba mengejar Ernest yang akan pergi dari pekarangan mansion ini.

“Aku akan pergi dan makan di apartment, mood ku sangat buruk.” Ucap Ernest dengan dingin dan kasar lalu mengendarai mobil sport hitamnya dengan kecepatan penuh.

Kalman yang melihat itu hanya menghela nafasnya dan segera melaporkan masalah ini pada kepala pelayan disini lalu mengikuti tuannya yang lebih dulu pergi darinya.

***********

“Makanlah yang banyak, kau terlihat kurus.” Ucap Lucia saat melihat Dariel hanya memakan sedikit makanan yang telah di buat untuk pria itu.

“Aku bukan babi.” Ucap Dariel dengan dingin.

Lucia yang mendengar itu terkekeh pelan karena pria itu sangat mudah tersinggung sekali dengan ucapannya.

“Aku hanya ingin kau cepat bisa berjalan.” Ucap Lucia dengan tenang dan menyendokkan makanan ke dalam mulutnya.

Namun tanpa disadari oleh Lucia, Dariel tengah menatap dirinya dengan tatapan dingin.

Hingga saat mereka sudah selesai dengan makan malam mereka, Lucia mulai membersihkan piring dan alat makan lainnya. Sedangkan Dariel pergi dari area ruang makan dan menuju ke ruang keluarga.

Namun saat Dariel ingin menghidupkan televisi, suara ketukan pintu membuat dirinya mengurungkan niatnya dan menuju ke arah pintu.

“Selamat malam tuan Dariel.” Ucap pria dengan pakaian formal hitam pada Dariel dengan raut wajah datarnya.

“Ada apa?” Tanya Dariel dengan dingin.

“Ada undangan untuk anda, tuan besar mengirimnya langsung kepada anda.” Ucap pria itu.

Dariel hanya menerimanya saja hingga pria itu pergi dari sana. Kemudian dia masuk ke dalam dan di sambut dengan tatapan penasaran dari Lucia.

“Siapa?” Tanya Lucia dan menghampiri Dariel.

“Kakek akan ulang tahun besok lusa.” Ucap Dariel dengan datar lalu pergi ke kamarnya dan mengunci pintu tersebut.

Lucia yang mendengar itu menaikkan alisnya sambil menatap ke arah pintu yang tertutup rapat tersebut.

“Apakah akan ada masalah dengan ini? Kenapa dia terlihat tak senang?” Gumam Lucia dengan penasaran.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ida Nuryati
cerita semakin seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status