"Berlaku kasar? Silahkan saja, aku suka jika kau melakukannya di sini, agar semua orang tahu kita berduaan di sini, dan jangan lupa, ada Gina di luar yang kemungkinan melihat kita lalu berpikir kau selingkuh denganku!""Kau ini memalukan, sudah menikah pun masih mengejar mantan suami, apakah suamimu itu tidak bisa membuat kau puas hingga kau -""Ya! Tepat sekali! Kamu tahu sendiri, gairahku itu besar, hanya kamu yang bisa membuat aku merasa puas setelah melakukannya, Bara, aku juga berani bertaruh, kamu juga seperti itu, kan? Kamu tidak pernah puas dengan Gina, kan? Perempuan pasif yang hanya bisa diam di atas ranjang tidak berinisiatif sama sekali?"Bara tersenyum kecut mendengar cemoohan yang diucapkan oleh sang mantan istri. "Kamu mau tahu kenapa sekarang aku seperti sedang menahan gairah?" tanyanya dengan sorot mata tajam menatap wajah Karina."Karena kita bertemu, kan? Kamu membayangkan bagaimana hebatnya permainan kita di atas ranjang hingga Gavin lahir, tidak usah munafik, Bar
'Gina hamil? Yang benar saja! Dia hamil anak Bara!'Hati Karina bicara demikian dengan kemarahan berbalut kecemburuan mengikuti. Matanya mengarah pada perut Gina, seperti tidak rela jika Gina mengandung anak pria yang masih sangat dicintainya tersebut.Sementara itu, Bara mengajak Gina untuk kembali masuk ke dalam ruangan dokter untuk memutuskan memakai pil pada dokter di dalam."Gina benar-benar hamil, kah? Ini tidak boleh terjadi, kalau dia hamil, bagaimana dengan rencanaku untuk membuat Bara kembali padaku?" gumam Karina berulang kali. Ia menyembunyikan dirinya agar saat Bara dan Gina keluar dari ruang dokter tidak melihat dirinya.Beberapa saat kemudian, keduanya keluar dan Karina langsung masuk ke dalam ruangan dokter itu untuk melakukan interogasi."Aku Karina yang sudah membuat janji dengan Dokter kemarin!" kata Karina ketika dokter itu menatapnya seolah tidak suka ia mendadak masuk.Wajah sang dokter jadi sedikit tenang setelah tadi tidak terlalu suka ketika Karina masuk deng
Sementara itu, Gina yang tidak peduli apakah mereka melakukan hubungan intim tanpa mencegah kemungkinan ia akan hamil terus saja meladeni sentuhan yang dilakukan oleh Bara, sampai akhirnya, Bara melepaskan rangkulannya pada tubuh sang istri, seraya mengusap wajahnya dengan kasar. "Maaf. Sebaiknya tidak perlu dilanjutkan. Aku benar-benar sulit untuk mengendalikan diri."Bara bicara demikian sambil mengacak rambutnya sendiri hingga rambutnya menjadi berantakan. "Lakukan aja, enggak masalah kok. Aku ikhlas.""Gina. Kumohon, kamu tahu maksudku apa? Ini demi kebaikan kamu juga, ya?"Setelah bicara demikian, Bara mengecup kening sang istri, lalu beranjak turun dari tempat tidur, melangkah ke arah balkon dan berdiam diri di sana tanpa menyadari Gina memperhatikannya dengan perasaan yang bercampur aduk."Harusnya aku bahagia menerima perlakuan Bara yang seperti ini, tapi entah kenapa aku jadi sedikit sedih, aku khawatir dia benar-benar enggak mau punya anak dariku, padahal jelas-jelas itu e
"Yank, aku enggak papa kok kalau kamu emang mau," kata Gina dengan wajah yang terlihat malu-malu.Mendengar apa yang diucapkan oleh sang istri, entah kenapa darah Bara seketika mengalir lebih cepat. Namun, pria itu seketika teringat alasan ia buru-buru kembali ke kamar itu untuk apa.Bara mengusap wajahnya dengan kasar, tidak mau kalah dari hawa nafsu yang sangat mudah terpancing jika sedang didekat sang istri.Sementara itu, Gina menatapnya dengan sorot mata yang terlihat sayu hingga Bara benar-benar dibuat seperti mau gila rasanya karena ia ingin tapi harus menahan diri."Gina, aku ingin kamu tidak menyembunyikan apapun padaku, apapun itu, aku tahu mungkin karena kamu merasa itu bisa kamu hadapi sendiri, tapi aku harap apapun itu katakan padaku, karena aku suamimu."Dengan wajah yang terlihat sangat serius, Bara mengucapkan kalimatnya pada Gina, dan rasa berdebar Gina menjadi seketika musnah, lantaran pembahasan yang diucapkan oleh suaminya. 'Bara sedang menyadari sesuatu, kah?'Ha
"Arin, kenapa diam saja? Apa yang kau maksud dengan kejadian waktu itu? Apakah ada sesuatu yang terjadi pada Gina?" tanya Bara bertubi-tubi karena Arin tidak kunjung bicara dan justru bersikap aneh hingga membuat ia jadi semakin penasaran."Anu, Tuan. Maaf, saya bukan bermaksud lancang untuk melapor, mungkin lebih baik, Tuan bertanya langsung dengan Nyonya Gina."Arin yang tadi sangat yakin bisa membeberkan segalanya pada Bara jadi ragu untuk bicara, khawatir akan membuat masalah jika ternyata hal itu ingin dirahasiakan oleh Gina. "Kau tidak mau bicara? Bagaimana kalau bulan ini, gajimu aku potong?" ancam Bara dan tentu saja hal itu membuat Arin terkejut."Jangan, Tuan! Gaji saya jangan dipotong! Baik, saya akan bicara!" kata Arin dengan cepat, khawatir Bara tidak mau menarik kembali ucapannya tentang ancaman memotong gajinya bulan ini. "Ya, sudah! Katakan sekarang! Apa yang terjadi pada Gina tempo hari?" desak Bara masih dengan rautnya yang serius."Kami bertemu dengan selingkuhann
Bara mencekal pergelangan tangan sang istri dan menariknya hingga Gina terduduk di pangkuan sang suami dan itu cukup membuat jantung Gina berdetak abnormal kembali.Namun, Gina merasa harus mengantisipasi hal itu karena khawatir sang suami tidak bisa menahan diri dan akhirnya mereka jadi kebingungan lantaran tidak memiliki cara untuk menangkal supaya ia tidak hamil dulu."Gina, jangan seperti ini, aku bisa gila jika melihat rautmu yang seperti itu."Bara mengucapkan kalimat tersebut sambil mencium leher sang istri hingga itu menciptakan gelanyar aneh yang langsung dirasakannya dan membuat sekujur tubuhnya gemetar.Ketika Bara semakin intens melakukan hal itu pada lehernya, bahkan satu tangan sang suami menyelusup masuk ke balik pakaian Gina, Gina langsung menangkap lengan itu dan memegangnya erat agar tangan suaminya tidak membuat pergerakan lagi. "Kalau kamu mau, aku enggak keberatan, mau pakai pengaman yang sudah kamu buang itu, atau yang alami juga boleh, atau enggak usah dicegah