Home / Romansa / MENJEMPUT ISTRIKU / 005 Utara dan Selatan

Share

005 Utara dan Selatan

Author: Wolfy
last update Last Updated: 2023-01-02 10:41:27

**Bab 005: Utara dan Selatan**

Sejak zaman dahulu, sistem hierarki sosial yang kental, baik dalam pemerintahan maupun masyarakat, memperburuk kesulitan rakyat jelata untuk keluar dari belenggu gurun pasir dan sabana yang keras.

Awalnya, garam dan kulit hewan adalah komoditas utama yang menopang ekonomi Caihina. Namun, setelah ditemukan pertambangan besi, banyak masyarakat Caihina mulai mempelajari seni pandai besi. Kehidupan yang keras di wilayah ini memaksa mereka untuk menguasai berbagai keterampilan demi bertahan hidup.

Berkat ketangguhan masyarakatnya, meski Caihina terpencil dan sering terlupakan oleh pemerintahan kerajaan, wilayah ini tetap mampu mandiri.

Sebagian besar masyarakat Caihina sebenarnya tidak miskin. Namun, latar belakang mereka yang berasal dari rakyat jelata dan dikenal sebagai suku terbelakang membuat mereka selalu terpinggirkan. Padahal, garam dan kulit binatang dari Caihina sangat mahal di pasaran, meski sebagian besar orang luar tidak mengetahuinya.

Awalnya, perdagangan garam dan kulit binatang di Caihina dikuasai oleh pembesar-pembesar Nauruan. Namun, sejak Rowt mendapat gelar Baron, ia memperoleh akses kekuasaan atas jalur perdagangan, dan perlahan, monopoli perdagangan hasil bumi Caihina mulai berubah. Masyarakat Caihina akhirnya dapat menikmati hasil jerih payah mereka, baik dari menambang garam maupun mengolah kulit binatang. Namun, keberhasilan ini membuat Rowt dibenci oleh kalangan aristokrat, sebab kesuksesan itu mengancam dominasi mereka. Melihat kondisi ini, Rowt tetap mempertahankan gelar Baronnya meski harus membayar pajak tinggi.

Bagi para aristokrat, kejadian seperti ini menjadi pelajaran berharga. Mereka melihat Rowt—seorang rakyat jelata yang menjadi bangsawan—sebagai ancaman. Sejak saat itu, mereka terus mewaspadai dan menghalangi setiap usaha Rowt untuk bangkit kembali.

Meskipun Rowt dan Ash berjuang keras melawan elit bangsawan yang terus menekan mereka, mereka tak pernah menyerah. Mereka berusaha agar perdagangan Caihina tetap berjalan, meski harus menghadapi kondisi perbatasan yang semakin berbahaya, terutama di hutan yang berbatasan dengan Nauruan. Setiap kali dagangan mereka terkumpul, baik Rowt maupun Ash selalu ada di depan untuk memimpin perdagangan. Dan lebih membanggakan lagi, Atthy dan Ay pun mulai mengikuti jejak mereka.

Menjadi penambang garam, pemburu, pandai besi, dan pedagang adalah pekerjaan sehari-hari bagi keluarga Rowt. Bahkan Atthy, sebagai wanita, ikut terjun mengerjakannya. Bukan hanya keluarga Rowt, tetapi sebagian besar masyarakat Caihina menjalani hidup serupa. Pekerjaan ekstrem seperti berburu dan menjadi pandai besi bahkan dilakukan oleh wanita seperti Atthy. Ini bukan hal luar biasa di Caihina, sebab banyak remaja wanita Caihina lainnya yang dibesarkan dengan didikan keras. Sejak usia sembilan tahun, anak laki-laki sudah bisa berburu secara mandiri, sementara remaja wanita baru bisa berburu bersama saudara laki-laki atau ayah mereka setelah mereka berusia tiga belas tahun. Tradisi ini sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat Caihina.

Gurun dan sabana adalah wilayah yang keras dan tidak mengenal ampun. Tak hanya dibutuhkan fisik yang kuat, tetapi juga mental yang kokoh untuk bertahan hidup di tempat seperti ini. Karena itulah, wanita-wanita Caihina dikenal sebagai sosok yang tangguh dan berwibawa, tidak kalah dengan para pria. Meski wilayah ini terkenal dengan iklim yang terik, masyarakatnya tidak menjadi keras. Justru, mereka sangat terbuka dan saling membantu satu sama lain.

Sebagai seseorang yang pernah berada di dunia sosialita bangsawan, Rowt sangat mengerti betapa pentingnya pendidikan. Meskipun hidup dalam kemiskinan, dia yakin bahwa belajar adalah kunci untuk masa depan yang lebih baik. Pengalaman hidupnya yang penuh liku itulah yang membuat Rowt berhasil mendidik anak cucunya, meski hanya dengan pendidikan dasar. Ash, yang pernah mengenyam pendidikan akademi hingga lulus, memiliki pemahaman yang lebih luas dan memudahkannya untuk menikahi Laura. Pendidikan yang dimiliki Ash juga yang membuatnya mampu melawan intimidasi para bangsawan, aristokrat, atau pun pembesar-pembesar yang masih suka mengganggu masyarakat Caihina, khususnya pedagang, dengan mengatasnamakan hukum pemerintahan.

Atthy, meski tidak mengenyam pendidikan formal, mendapat pendidikan dasar seorang bangsawan dari ibunya yang dulu merupakan guru etiket sebelum menikah dengan Ash. Pendidikan tersebut menjadi bekal bagi Atthy untuk menjalani hidup meskipun dalam kesulitan.

Namun, saat ini Atthy belum memiliki keinginan untuk menikah. Di satu sisi, dia merasa terikat pada keluarganya yang membutuhkan, terutama Gafy. Keinginan adiknya untuk melihat dunia lebih luas membuat Atthy mulai mempertimbangkan masa depannya. Meskipun demikian, dia tahu bahwa kehidupannya tidak semudah yang dibayangkan Gafy.

Atthy sangat menyadari betapa kerasnya hidup mereka. Keluarganya memang bahagia meski hidup serba kekurangan, tetapi dia juga tahu bahwa kenyataan yang mereka hadapi jauh lebih sulit daripada yang tampak di luar. Namun, yang lebih mengkhawatirkannya adalah kesehatan Gafy. Atthy merasa jika memiliki lebih banyak sumber daya, dia bisa memberikan kehidupan yang lebih baik bagi adik-adiknya. Gafy dan Dimi berhak merasakan kehidupan yang lebih layak, dan Atthy berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan berusaha semampunya untuk mewujudkannya.

---

---

Alpen di utara tidak jauh berbeda dengan Nauruan di selatan. Kedua kota tersebut merupakan kota besar yang terletak di perbatasan Kerajaan Xipil, dan keduanya sangat dihindari oleh banyak orang karena medan dan kontur wilayahnya yang sangat berbahaya. Wilayahnya memang luas, namun banyak bangsawan yang enggan terlibat dalam urusan di Alpen, mengingat tingginya risiko konflik yang melibatkan wilayah-wilayah perbatasan kerajaan.

Namun, meskipun keduanya berbagi kesamaan dalam hal tantangan geografis, perbedaan mencolok antara Alpen dan Nauruan terletak pada siapa yang menguasainya. Alpen, yang beriklim dingin, dikuasai oleh seorang Grand Duke yang tegas dan berwibawa. Kepemimpinannya yang kuat menjaga stabilitas di wilayah tersebut meskipun sering kali dilanda potensi konflik. Sementara itu, Nauruan, yang memiliki iklim tropis hingga cenderung panas dan seharusnya bisa makmur dengan tanahnya yang subur, justru dilanda gejolak akibat penguasa yang sombong dan gemar berfoya-foya, yang lebih mementingkan kemewahan pribadi daripada kesejahteraan rakyatnya.

Pola kehidupan masyarakat di kedua wilayah ini pun sangat berbeda. Penduduk Alpen terkenal tenang dan teratur, seolah-olah hidup dalam harmoni dengan alam yang keras di sekitar mereka. Sebaliknya, Nauruan lebih semarak dan ramai, meskipun kenyataannya mereka jauh lebih miskin dibandingkan Alpen. Ketidakseimbangan ini sebagian besar disebabkan oleh Count Veraga yang selalu iri dengan kemewahan Xerces, ibu kota kerajaan yang berkilau. Untuk mengatasi rasa iri tersebut, Count Veraga penerima mandat kerajaan untuk mengurus Nauruan. Dia berusaha keras agar Nauruan bisa tampil serupa dengan megahnya Xerces, meski kondisi sosial dan ekonomi wilayahnya tidak mendukung. Sedangkan banyak bangsawan dan aristokrat yang merasa penilaian kerajaan tidak adil, akibatnya pemerintahan Nauruan kacau balau karena yang berkepentingan sibuk dengan kepentingan masing-masing dan tidak saling mempercayai.

Wilayah Alpen, meskipun sangat luas, bahkan puluhan kali lebih besar daripada Xerces yang glamor, tidak menjadikannya kota yang penuh dengan kemewahan. Kota Alpen adalah kota yang makmur, namun kemakmuran itu berasal dari hasil tambang mereka, seperti batu bara, emas, dan berlian. Meskipun Alpen terletak di ujung negara, jauh dari hiruk-pikuk dunia, mereka tidak tertinggal berkat kepemimpinan Klan Griffith yang terkenal dengan tangan dinginnya. Kepemimpinan yang penuh ketegasan namun juga bijaksana ini menjadikan Alpen tetap bertahan dalam stabilitas meski dikelilingi ketegangan dan konflik.

Alpen memang luas, tiga kali lipat lebih besar dari Nauruan, namun wilayah tersebut sangat berbahaya. Letaknya yang bersinggungan langsung dengan tiga negara yang hingga kini masih enggan meraih perdamaian, menjadikannya wilayah yang rawan. Alpen, Skythia, dan Kargavs adalah tiga wilayah yang masih diperebutkan oleh enam kerajaan besar. Perang perebutan wilayah ini sudah berlangsung lebih dari dua abad, sejak era kepemimpinan Grand Duke Griffith generasi sebelumnya yang secara tegas dan mutlak menguasai Alpen setelah mengalahkan Zorthen dan Karzeth. Hingga saat ini telah menjaga Alpen dan Klan Griffith tetap mengendalikan wilayah ini dengan penuh kewibawaan.

---

---

Pagi itu, keluarga Galina menjalani rutinitas mereka seperti biasa. Atthy, seperti hari-hari sebelumnya, bangun lebih pagi untuk membersihkan rumah dan mencuci pakaian. Rowt, dengan kebiasaannya, mulai menyiapkan sarapan, dibantu oleh Gafy yang dengan cekatan mengatur bahan-bahan yang diperlukan. Dimi, si bungsu, mengurus hewan peliharaan mereka serta memastikan stok protein hewani untuk keluarga cukup. Sementara itu, Ash dan Ay bertugas mengolah hasil buruan mereka, mengurus daging, kulit, dan bulu hewan yang mereka tangkap.

Berburu adalah keahlian utama penduduk Caihina. Kulit dan bulu binatang buruan menjadi komoditas unggulan yang sangat dihargai, menjadikan mereka terkenal di kalangan para pedagang. Kualitas kulit dan bulu yang mereka hasilkan sangat unggul, membuatnya dihargai lebih tinggi dibandingkan dengan produk serupa dari wilayah lain.

Setelah sarapan, saat mereka duduk bersama di ruang makan, suasana hening sejenak. Hanya terdengar dentingan sendok beradu dengan piring dan suara napas yang tertahan. Atthy menggenggam erat ujung pakaiannya, merasa tekanan di dadanya semakin berat. Namun, ia tahu bahwa ia harus mengatakannya sekarang, sebelum keberaniannya goyah.

"Ayah, Kakek," panggilnya, suaranya terdengar mantap meskipun ada ketegangan yang terselip di dalamnya. "Aku sudah memikirkan mengenai lamaran pernikahan itu."

Ash, yang semula hanya menikmati sarapannya dengan diam, langsung mengangkat wajah. Sorot matanya tajam, penuh dengan evaluasi. "Atthy, jangan terburu-buru mengambil keputusan. Pikirkan dulu baik-baik!" serunya, suaranya sarat dengan kekhawatiran. "Baru semalam kami memberitahumu... Tidak ada keharusan untuk memutuskan secepat ini."

Atthy menghela napas panjang, seolah mencoba menenangkan diri. "Aku tahu, Ayah... Aku tidak tahu apakah keputusan ini terlalu terburu-buru atau tidak. Tapi, Ayah, aku merasa sudah memikirkannya dengan matang, dan aku memutuskan untuk menerima lamaran pernikahan itu."

Rowt, yang sejak tadi diam, kini menatap cucunya dengan serius. Tatapan pria tua itu tidak menyiratkan kemarahan, melainkan sorot tajam yang menguji keyakinan Atthy. "Atthy, kau yakin dengan keputusanmu?"

Atthy menelan ludah, tapi matanya tetap teguh. "Eum," jawabnya sambil mengangguk. "Ayah, Kakek... Seperti yang kalian katakan, ini adalah kesempatan langka. Lagi pula, dia seorang Grand Duke yang sangat disegani, dengan wilayah besar seperti Alpen..." Ia mengucapkannya dengan keyakinan yang dibuat-buat, meskipun ada sedikit kegelisahan yang mengintip di balik matanya.

Rowt tidak langsung menjawab. Ia hanya menatapnya, seolah mencari celah dalam keyakinan cucunya. "Atthy, apa kau yakin tidak mau memikirkannya lagi?" tanyanya sekali lagi, suaranya dalam dan penuh tekanan. "Masih ada waktu sebelum kita memberikan jawaban."

Atthy menatap wajah ayah dan kakeknya satu per satu, memastikan mereka melihat keteguhan dalam dirinya. "Ayah dan Kakek memintaku untuk memikirkannya, dan aku sudah melakukannya. Keputusan ini aku ambil setelah semalaman berpikir." Ia berhenti sejenak, sebelum melanjutkan dengan suara yang sedikit lebih lembut, "Tapi... seandainya nanti kalian menemukan bahwa dia bukan pria yang baik untukku, aku akan menerima keputusan kalian. Kalian bisa menolaknya tanpa harus bertanya padaku."

Suaranya terdengar kuat, tetapi di balik ketegasannya, ada sesuatu yang tidak terucapkan—sebuah ketakutan halus yang berusaha ia sembunyikan. Ia mencoba memberi ruang untuk keputusan keluarganya, meskipun hatinya sudah mantap dengan pilihannya.

Rowt dan Ash saling berpandangan. Keheningan yang menyelimuti ruangan itu terasa semakin berat. Mereka mengenal Atthy dengan baik—anak ini tidak akan mengatakan sesuatu dengan setengah hati. Namun, keputusan ini bukan sesuatu yang bisa diambil dengan mudah.

Di tengah keheningan itu, Atthy kembali melanjutkan makannya dengan tenang, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang berselimut dalam dirinya. Tapi, meskipun ia terlihat tenang di luar, dadanya terasa sesak.

Ia tahu, keputusannya hari ini akan mengubah hidupnya selamanya.

''Baiklah kalau itu keputusanmu,'' ujar Ash, menatap lama wajah putrinya. Matanya yang biasanya tajam kini dipenuhi rasa khawatir yang sulit disembunyikan. Hatinya berat, tetapi ia tahu Atthy sudah memutuskan dengan tekad yang bulat. Dalam diam, ia merenungkan semua kemungkinan yang akan datang, sementara Atthy memandangnya dengan keyakinan. Begitu banyak yang dipertaruhkan, dan ia tak ingin Atthy merasakan beban keputusan ini sendirian.

''Atthy, kuharap ini akan jadi keputusan terbaik untukmu...'' ujar kakeknya, Rowtag, dengan suara berat, sambil menepuk kepala Atthy dengan lembut. Ada kehangatan dalam sentuhannya, namun juga kekhawatiran yang tidak bisa disembunyikan. Usianya sudah lanjut, tetapi semangatnya tetap menyala, meski ia tahu setiap langkah Atthy membawa mereka lebih jauh dari kenyamanan yang mereka kenal.

Atthy tersenyum tipis, meski di dalam hatinya, ia merasa seolah ada gumpalan ketegangan yang mengganjal. ''Terima kasih, Kek...'' jawabnya, matanya sedikit berkilau, namun senyumnya mengandung sedikit keraguan yang hanya bisa dirasakannya sendiri.

Ash bangkit dari sofa tua di ruang keluarga dengan gerakan cepat, memutus keheningan yang menggantung. ''Baiklah...'' ujarnya, suaranya penuh perintah yang biasa terdengar di rumah ini, meskipun ada kecemasan yang masih mengerling di matanya. ''Ay, kabari yang lain. Kita akan melakukan konvoi!''

''Baik, Ayah,'' jawab Ay dengan suara tegas, tetapi ada kerutan tipis di dahinya, menandakan pikirannya melayang, mengkhawatirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia tahu betul keputusan ini bukan hanya soal bisnis. Ini adalah keputusan yang bisa mengubah hidup mereka, terutama kakaknya.

''Kak, aku akan membantumu,'' ujar Dimi dengan wajah semringah, langsung mengejar kakaknya. Meskipun ceria, ada kilatan kecemasan di matanya yang tak terucapkan, merasa terjebak di antara rasa hormat pada keputusan Atthy dan kecemasan yang menggelayuti hatinya.

''Baiklah, aku mempersiapkan barang dagangan kita,'' ujar Atthy dengan keyakinan yang ia coba tunjukkan, meski di dalam hatinya, ada suara kecil yang bertanya-tanya apakah ia telah membuat keputusan yang tepat. Dia berpamitan pada kakeknya dan juga Gafy yang sudah mulai sibuk dengan meja makan.

''Kak, aku akan segera membantumu setelah aku membereskan meja makan...'' sahut Gafy dengan semangat, dan Atthy mengangguk dengan senyum di bibirnya. Melihat adik bungsunya begitu penuh semangat sedikit membantu meredakan ketegangan di hatinya, meskipun dia tahu, keputusan besar sedang menunggu mereka di luar sana.

Namun, dalam diam, Atthy merasakan ketegangan yang semakin menggelayuti pikirannya. Keputusan ini bukan hanya tentang pernikahan. Ini adalah pintu yang akan membawanya ke dunia yang jauh lebih besar, dengan potensi bahaya yang tak terlihat. Meskipun ia mencoba menenangkan dirinya dengan senyum, di balik tatapannya, ada ketidakpastian yang menyelimuti hati kecilnya. Apa yang akan terjadi setelah ini?

---

Wolfy

Hai, aku wolfy... Penulis cerita ini. Simak juga ceritaku yang lainnya... WANITA UNTUK MANUSIA BUAS (sudah tamat tapi sulit sekali mendapat kontrak dari GOODNOVEL) PAMANKU SUAMIKU MENJEMPUT ISTRIKU DUNIA MANUSIA BUAS SUAMIKU YANG BERBAHAYA KARENA KEBODOHANKU, AKU HAMPIR KEHILANGAN SUAMIKU SINGA BETINA MILIKKU (sequel lanjutan dari WANITA UNTUK MANUSIA BUAS, hanya saja kali ini wanita dari DUNIA MANUSIA BUAS yang terlempar ke DUNIA MODERN dan bertemu dengan CEO gahar.

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MENJEMPUT ISTRIKU   100 Penginapan

    **Bab 100 Di Penginapan**Di Pintu Stasiun NauruanAngin hangat Nauruan berembus pelan, membawa aroma besi rel kereta, dan di sekitar stasiun terlihat hiruk pikuk lalu lalang pedagang dan para penumpang. Di antara kerumunan itu, Ash berdiri tegak, matanya segera menangkap sosok Saihan, Kevin, dan seorang wanita yang berjalan di samping mereka. Sejenak, matanya sedikit menyipit, sebelum akhirnya melangkah maju."Saihan," panggil Ash begitu mereka keluar dari pintu stasiun. Suaranya terdengar tenang, tapi ada ketegangan samar yang sulit disembunyikan.Saihan, yang awalnya sibuk memperhatikan sekitar, segera menoleh. Alisnya terangkat sedikit, jelas terkejut melihat pria itu ada di sana. "Tuan Ash, Anda di sini?" tanyanya.Ash mengangguk, lalu menjawab singkat, "Helena mengabariku."Baru saat itulah tatapan Ash beralih ke Kevin. Dia menilai pria itu dari ujung kepala hingga k

  • MENJEMPUT ISTRIKU   099 Julius Amshel

    **Bab 099 Julius Amshel**Kerumunan di stasiun Nauruan tetap ramai, namun kehadiran seorang pria berseragam militer di antara mereka perlahan menciptakan ruang kosong di sekitarnya.Tatapan Julius Amshel begitu dominan.Sosoknya tegak dan berwibawa, mantel militernya menjuntai sempurna tanpa ada satu pun lipatan yang tidak pada tempatnya. Dia tidak tergesa-gesa, tetapi tatapannya menuntut perhatian.Saat matanya menangkap sosok yang dicarinya, bibirnya menyunggingkan senyum tipis, bukan kehangatan, melainkan otoritas."Lady Athaleyah."Athaleyah, yang tengah berjalan bersama Saihan dan Kevin, segera berhenti.Sesaat, matanya membesar karena terkejut, tetapi hampir seketika juga ia kembali tenang, menyembunyikan reaksinya di balik ekspresi lembut yang tak terbaca.Dari sudut matanya, Saihan dan Kevin bertukar pandang s

  • MENJEMPUT ISTRIKU   098 Kedengkian Seorang Wanita

    **Bab 098 Kedengkian Seorang Wanita**Hanya tiga stasiun lagi sebelum kereta mencapai Nauruan. Perjalanan panjang mereka hampir berakhir. Besok pagi, mereka akan tiba di stasiun utama Nauruan, mengakhiri perjalanan yang penuh ketegangan terselubung dan pertemuan tak terduga.Saat kereta berhenti di Stasiun Velgrad, salah satu persinggahan terakhir sebelum perbatasan Nauruan, para penumpang turun untuk meregangkan tubuh atau mencari makanan. Seperti biasa, Athaleyah memilih duduk di salah satu kedai kecil, menikmati secangkir kopi sambil membaca koran.Ketenangan sesaat itu kembali terusik."Hei."Suara yang akrab itu terdengar di sampingnya. Tanpa perlu menoleh, Athaleyah sudah tahu siapa yang datang. Adrian Velmore.Dia tidak bergerak, hanya melirik sekilas dari sudut matanya sebelum kembali menatap lembaran koran. Sejak pertemuan pertama mereka beberapa har

  • MENJEMPUT ISTRIKU   097 Memancing di Air Keruh

    **Bab 097 Memancing di Air Keruh**Setelah percakapan dengan Adrian dan Casandra berakhir, Athaleyah dengan tenang melangkah kembali ke kompartemen mereka. Saihan dan Kevin sudah lebih dulu berjalan di depannya, tidak memberikan komentar apa pun tentang interaksi yang baru saja terjadi di ruang tunggu Stasiun Grevin.Saat mereka memasuki kompartemen, Kevin duduk lebih dulu dengan santai, menyandarkan kepalanya pada dinding gerbong sambil menghela napas panjang. "Akhirnya, kita bisa kembali duduk dengan tenang. Aku tidak mengira kita harus berhenti selama ini hanya karena longsoran salju."Saihan tetap diam, memilih untuk duduk di dekat jendela, menatap pemandangan bersalju yang mulai bergerak perlahan saat kereta kembali berjalan. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa pun, seakan tidak tertarik dengan percakapan sebelumnya maupun kondisi perjalanan mereka.Athaleyah mengambil tempat duduk di sebera

  • MENJEMPUT ISTRIKU   096 Pertemuan

    **Bab 096 Pertemuan**Saat menunggu keberangkatan kembali di Stasiun Grevin, Athaleyah duduk dengan anggun di salah satu kursi kayu yang berjejer di ruang tunggu kelas atas. Matanya menatap jendela besar yang memperlihatkan hamparan salju di luar, seakan menikmati ketenangan sebelum perjalanan kembali berlanjut. Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama."Athaleyah?"Sebuah suara yang akrab namun membawa kenangan masa lalu menyapanya. Athaleyah menoleh dan mendapati seorang pria berpenampilan rapi berdiri di hadapannya. Rambut hitamnya tertata dengan sempurna, mantel panjang berwarna gelap membungkus tubuhnya dengan kesan aristokrat yang khas."Adrian Velmore," jawab Athaleyah dengan senyum tipis, menampilkan kesopanan yang terlatih.Adrian menatapnya dengan ekspresi yang sulit dibaca. Ada keterkejutan, ada rasa penasaran, dan ada sesuatu yang lebih dalam di balik sorot matany

  • MENJEMPUT ISTRIKU   095 Memancing di Air Keruh

    **Bab 095 Syal**Udara di ruang kerja Hugh berat oleh kelelahan yang tidak diucapkan. Matahari musim dingin menyusup pelan melalui celah jendela tinggi, memantulkan bayangan panjang di atas lantai batu. Di belakang meja kayu besar, Hugh duduk membungkuk sedikit, tangan kirinya menopang pelipis, sementara tangan kanan menelusuri dokumen dengan gerakan lambat, nyaris malas. Bukan karena ia lengah, tapi karena pikirannya sudah jauh melampaui tinta dan lembaran-lembaran kertas itu.Di hadapannya, Alwyn berdiri seperti biasa, ramping, rapi, tak tergoyahkan. Sementara di samping Alwyn, Helena berdiri dengan sikap tenang, namun matanya mengamati Duke muda itu dengan kecemasan yang tak ia tunjukkan secara terang-terangan."Helena, ini saja yang kita dapatkan?" tanya Hugh. Suaranya tidak keras, tapi cukup untuk menghentikan detak jarum jam di ruangan itu."Ya, Tuanku," jawab Helena pelan, tapi mantap. "Tuan A

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status