Share

Sembilan

Author: Azu Ra
last update Last Updated: 2024-09-26 19:05:11

"Yeay! Selesai!" ucapku dengan semringah saat mengakhiri pembuatan kue spesial untuk Mas Ridho. Rasanya tak sabar sekali ingin memberikan kejutan ini pada lelaki yang kucintai setengah mati itu.

"Bagus sekali kuenya, Neng." Pujian Ibu membuatku tersenyum.

"Benar kah, Bu?" Ibu mengangguk dengan cepat.

"Tapi sayang, baru bisa bikin kue. Belum bisa masak yang lain, hehe." Aku berujar dengan sedikit malu, kurasakan telapak tangan Ibu mengelus lengan ini.

"Nggak apa-apa, Ibu dulu juga nggak bisa masak kok, Neng."

"Masa sih, Bu? Nyesel Asma ngga belajar masak dari dulu, soalnya Asma nggak nyangka bakal nikah di usia semuda ini. Dulu Asma maunya nikah di atas tiga puluh. Tapi memang takdir Allah nggak pernah disangka-sangka ya, Bu."

"Betul sekali, Neng. Kehendak Allah itu nggak pernah bisa ditebak, dan pasti semua rencana-NYA memang yang terbaik untuk kita. Nggak apa-apa Neng belum bisa masak, waktu untuk belajar masih panjang. Ibu saja merasa begitu bersyukur punya menantu sebaik Neng." Ibu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
bagus ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • MERTUAKU MISKIN   Sebelas

    Author PoV(Mohon maaf yaa saya ganti pakai PoV 3 biar bisa ceritain dari berbagai sudut)Ridho termenung melihat benda berwarna silver di hadapannya. Baginya memiliki benda mewah tersebut ibarat sebuah mimpi, bahkan setelah dia sudah berhasil menjadi seorang pengajar, laptop pemberian Asma tetap lah sesuatu yang mahal untuk ukuran seseorang sepertinya.“Masyaallah. Laptopnya bagus sekali, Pak Ridho.” Lelaki berambut ikal itu langsung menoleh, lantas memberikan senyuman terbaiknya.“Alhamdulillah, Pak Bagja.”“Gajian kemarin langsung beli laptop, ya?”“Ah, tidak. Ini kado dari istri,” ucapnya Ridho lalu tertegun seketika saat menyadari kalimatnya sendiri.“Masyaallah. Istrinya baik sekali, Pak.” Seorang wanita yang berprofesi sama dengannya ikut menyahut.“Nggak kayak Bu Uci, ya. Suami mau ganti sepatu futsal saja harus tunggu sobek. Hahaha.” Bagja berujar sehingga membuat semua orang yang berprofesi sebagai guru di ruangan tersebut ikut tergelak, sedangkan Ridho hanya ikut tersenyum.

  • MERTUAKU MISKIN   Sepuluh

    “Assalamualaikum, Sayang. Sehat kamu? Ridho sama Ibu juga sehat?” Sejenak aku terdiam mendengar suara Umi. Mendadak rindu di hatiku jadi menggebu.“Alhamdulillah, kami semua baik, Umi. Di sana bagaimana?” tanyaku.“Alhamdulillah, itu yang Umi harapkan. Kami juga sehat, Nak ....” Aku mengucap syukur dalam hati seraya mengusap air yang menggenang di pelupuk.Entah kenapa moodku hari ini buruk sekali, perkataan Farida masih terngiang-ngiang di telinga. Sebenarnya aku ingin sekali bercerita pada Ibu tentang hal yang terasa ambigu ini. Namun aku sadar, sekarang aku adalah seorang istri, tak boleh asal mengumbar masalah rumah tangga termasuk pada orang tua sendiri.“Sepertinya kamu nyaman di sana ya, Ma? Umi nggak dengar kamu ngeluh soalnya,” ucapnya diakhiri dengan tawa kecil, sampai aku ikut terkekeh.“Alhamdulillah, Asma nyaman sekali di sini, Umi. Ibu Mas Ridho sangat baik dan sayang sekali dengan Asma.”“Syukur lah, Nak. Anggap saja Ibu Zainab seperti Ibu sendiri. Jangan lupa bantuin b

  • MERTUAKU MISKIN   Sembilan

    "Yeay! Selesai!" ucapku dengan semringah saat mengakhiri pembuatan kue spesial untuk Mas Ridho. Rasanya tak sabar sekali ingin memberikan kejutan ini pada lelaki yang kucintai setengah mati itu."Bagus sekali kuenya, Neng." Pujian Ibu membuatku tersenyum."Benar kah, Bu?" Ibu mengangguk dengan cepat."Tapi sayang, baru bisa bikin kue. Belum bisa masak yang lain, hehe." Aku berujar dengan sedikit malu, kurasakan telapak tangan Ibu mengelus lengan ini."Nggak apa-apa, Ibu dulu juga nggak bisa masak kok, Neng.""Masa sih, Bu? Nyesel Asma ngga belajar masak dari dulu, soalnya Asma nggak nyangka bakal nikah di usia semuda ini. Dulu Asma maunya nikah di atas tiga puluh. Tapi memang takdir Allah nggak pernah disangka-sangka ya, Bu.""Betul sekali, Neng. Kehendak Allah itu nggak pernah bisa ditebak, dan pasti semua rencana-NYA memang yang terbaik untuk kita. Nggak apa-apa Neng belum bisa masak, waktu untuk belajar masih panjang. Ibu saja merasa begitu bersyukur punya menantu sebaik Neng." Ibu

  • MERTUAKU MISKIN   Delapan

    MERTUAKU MISKIN 8Asma PoV“Alhamdulillaaah ....” ucapku lega seraya meletakkan karung kecil berisi bawang dua puluh kilogram.“Bu? Ibu?” panggilku sambil menyeret benda ini ke dalam rumah. Pasti lah Ibu sudah menunggu lama.Akhirnya aku memilih berhenti di antara ruangan tengah yang menghubungkan ke arah dapur. Sambil ngos-ngosan aku mengelap keringat di dahi dengan ujung kerudung.“Sudah pulang, Neng? Maaf, barusan Ibu dari belakang.” Wanita yang baru saja tergopoh-gopoh menghampiriku itu berujar, aku hanya tersenyum.“Iya, Bu. Maaf ya Asma kelamaan.”“Nggak, nggak apa-apa. Tapi, Neng Asma jadi beli bawangnya?” tanyanya dengan mata yang melirik ke sana-sini seperti mencari sesuatu.“Jadi, Bu. Ini bawangnya.” Sambil menarik ujung karung yang diikat itu aku menyahut.“I-itu bawang?” tanya Ibu seperti orang bingung. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum.“Neng beli berapa kilo?”“Bawang merah sepuluh kilo, bawang putih sepuluh kilo. Jadi dua puluh kilogram, Bu.”“Haaah? D-dua puluh kil

  • MERTUAKU MISKIN   Tujuh

    "Ini kunci mobilnya, Nak." Tanganku sedikit gemetar saat menerima benda tersebut dari Kiai Abdurrahim, pemilik yayasan yang memberikanku kesempatan untuk mondok sekaligus belajar di sini."Saya jarang pergi, kok. Hanya tiga sampai empat kali saja dalam seminggu. Saya hanya ingin Nak Ridho mengantar dan menjemput anak sulung saya setiap hari, karena dia selalu punya kegiatan setiap hari di luar rumah."Aku mengangguk sesopan mungkin, merasa mimpi saja bisa menjadi seseorang yang dipercayai orang paling berpengaruh di yayasan ini.Saat itu, ada sebuah info dari rois pesantren, katanya Kiai membutuhkan seseorang untuk menjadi sopir pribadi dikarenakan sopir dahulunya resign. Alhasil, banyak santri sekaligus mahasiswa sepertiku yang mengajukan diri.Karena banyaknya orang yang ingin menjadi sopir sang Kiai, akhirnya kami ditest satu persatu, dari mulai cara mengendarai mobil, kefokusan, dan masih banyak lagi. Beruntung aku pernah bekerja menjadi sopir truk walau tak terlalu lama, maka da

  • MERTUAKU MISKIN   Enam

    Ridho Pov “Hari ini, engkau bukan istriku lagi, Zainab. Kutalak engkau dengan penuh kesadaran hati dan jiwa ini ....”Aku masih sangat ingat, tatkala Bapak mengucap kalimat itu di hadapan kami, anak-anaknya yang masih membutuhkan kasih sayang dan tanggung jawabnya.Bapak pergi begitu saja, meninggalkan Ibu yang tengah terbaring tak berdaya. Bukannya menemani saat sang istri diterpa kesakitan, Bapak justru angkat kaki dengan begitu entengnya. Aku ingin berontak, aku ingin sekali meronta dan memakinya, namun cengkeraman Ibu saat itu membuatku hanya bisa diam dan menurut.Saat Bapak pergi, aku baru menginjak kelas satu Madrasah Aliyah. Sedangkan Farhan adikku duduk di bangku kelas lima Sekolah Dasar. Jangan ditanya seberapa nelangsanya kami saat ditinggal seseorang yang seharusnya bertanggung jawab atas kelangsungan hidup. Sebagai anak sulung, awalnya aku ingin berhenti sekolah dan memilih mencari kerja agar bisa membiayai pengobatan Ibu serta biaya sekolah Farhan.“Mau jadi apa kamu j

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status