Minggu pagi yang cerah, Samudra sudah pergi sejak habis Shubuh tadi, katanya sih ada teman yang menawarkan pekerjaan borongan, dan Samudra diajak untuk bantu-bantu.
Daripada dia berdiam diri di rumah, jadi ada baiknya Samudra memanfaatkan waktu liburnya untuk pergi mencari rupiah.Di rumah seperti biasa, Aisha akan berjalan ke depan untuk membeli sayuran di pagi hari setelah dia selesai mencuci pakaian.Hanya saja, ada yang berbeda pagi itu, ketika tiba-tiba Aisha melihat Santi dan suaminya tiba-tiba keluar dari kontrakan mereka sambil membopong tubuh mungil Shaka, putra mereka."Ya ampun, Mbak Santi, Shaka kenapa?" Tanya Aisha yang jadi khawatir karena Shaka terlihat mengeluarkan darah dari hidung dan mulutnya."Aku juga nggak tau, tiba-tiba begini. Aku ke rumah sakit dulu ya Aisha. Titip rumah,""I-iya Mbak, nanti kalau ada apa-apa, kabar-kabarin ya Mbak,""Iya,"Menatap prihatin punggung kedua tetangganya itu, Aisha merasa begitu iba.Akhir-akhir ini, Santi memang seringkali mengeluh padanya perihal kesulitan ekonomi yang dia derita sejak Shaka sering sakit-sakittan.Santi sendiri memang selalu bilang kalau Shaka sakit demam biasa, tapi kenapa jika memang hanya demam biasa, lantas penyakitnya seperti tak kunjung sembuh malah semakin menjadi-jadi.Itulah yang membuat Aisha menjadi bingung.Hari itu, usai memasak, karena Santi dan suaminya juga Shaka belum juga pulang sampai sore hari tiba, Aisha pun lekas menghubungi tetangganya itu.Sayangnya, beberapa panggilan teleponnya tak juga dijawab oleh Santi.Sampai akhirnya, Samudra pulang sesaat sebelum waktu maghrib tiba.Lelaki itu membawa tentengan belanjaan di kedua tangannya."Assalamualaikum,""Waalaikum salam," sambut Aisha seraya membuka pintu. Menerima barang belanjaan yang dibawa sang suami dengan kerutan di keningnya yang menjelas. "Beli apaan nih banyak banget?" Tanya Aisha membawa serta kantong belanjaan itu ke tikar di ruang tamu. "Baju?" Gumamnya ketika melihat isi dari kantong belanjaan itu.Samudra baru selesai melepas sepatu, berjalan menghampiri Aisha yang duduk lesehan di atas tikar."Iya, tadi aku mampir ke pasar dulu sekalian pulang, aku beliin baju gamis buat kamu. Baju-baju kamu itukan udah pada lusuh, makanya aku beli beberapa yang baru, mumpung ada rejeki lebih," ucap Samudra sambil mengeluarkan satu persatu pakaian yang dia beli untuk Aisha."Aku tuh terima kasih banget loh kamu udah perhatian beliin aku baju baru, tapikan baju-bajuku masih layak pakai semua meski udah lusuh Mas. Harusnya kamu simpan aja uang kamu tadi, nggak usah dibuat beli beginian segala. Tetangga kita kena musibah hari ini, Shaka kayaknya dirawat, soalnya dari pagi dibawa ke rumah sakit sama Santi dan Bang Hendrik, tapi sampai sekarang belum balik juga. Kalau tadi kamu simpan uangnya, mungkin bisa buat bantu Mbak Santi kan?"Mendengar ucapan Aisha, Samudra mengesah berat. Sedikit kecewa karena ternyata, niatnya untuk menyenangkan hati Aisha hari ini gagal.Aisha memang berbeda jauh dengan wanita-wanita jaman sekarang yang akan menghalalkan segala cara demi tampil oke di depan umum. Bahkan ketika Samudra tahu jumlah gamis di dalam lemari milik Aisha hanya lima biji, tapi Aisha tak sekali pun mengeluh kekurangan pakaian.Dia selalu bilang..."Nabi Muhammad saja punya pakaian hanya dua pasang seumur hidupnya. Malah dia masih sedekahkan satu pasang untuk orang lain. Jadi, nggak ada alasan aku untuk mengeluh apalagi merasa kekurangan padahal aku punya pakaian lima pasang di lemari, iyakan?"Dan jika sudah begitu, Samudra hanya bisa bungkam suara.Tak mampu berkata-kata lagi.Seperti kali ini."Yaudah kalau kamu nggak suka nggak apa-apa, simpan aja bajunya atau kamu sedekahkan lagi ke orang lain," Samudra bangkit dari tikar berjalan menuju kamar mandi untuk bersih-bersih.Melihat raut kecewa dari sang suami, Aisha merasa bersalah atas sikapnya tadi, hingga akhirnya dia pun lekas membawa semua gamis-gamis baru itu ke kamar untuk kemudian dia kenakan salah satu yang menurutnya paling bagus.Saat itu, gamis pilihan Aisha jatuh pada Gamis berwarna hijau tosca.Tak lama, Samudra menyusul masuk ke kamar, hanya dengan handuk yang melilit tubuh bawahnya saja."Gimana Mas, bagus nggak?" Tanya Aisha memamerkan pakaian baru yang dikenakannya pada sang suami."Bagus," jawab Samudra yang masih saja cemberut.Aisha terdiam sejenak, menatap aktifitas Samudra yang sedang berpakaian saat itu. Dari gelagatnya yang acuh tak acuh begitu, Aisha sudah bisa menebak kalau suaminya itu kini sedang ngambek.Itulah sebabnya, Aisha harus berusaha menghibur sang suami agar bisa kembali tersenyum."Mas, aku suka kok sama semua baju yang kamu beli. Jangan tersinggung apalagi salah paham sama omonganku tadi, Maaf..." Ucap Aisha seraya menggamit pergelangan tangan suaminya. Mengajak Samudra duduk di tepi kasur lantai mereka.Samudra hanya diam dan menurut, masih dengan ekspresinya yang datar dan bibir yang memberengut."Jangan marah, senyum dong?" Aisha mencubit gemas pipi chuby sang suami. Membuat Samudra jadi menahan tawa."Astaghfirullah! Aku kan udah wudhu! Kok malah kamu pegang-pegang sih?" Pekik Samudra seraya menepuk jidat.Sontak Aisha langsung menjaga jaraknya dengan Samudra. Wanita itu tertawa kecil. "Yaudah sana wudhu lagi," katanya sambil menepuk bahu sang suami.Samudra hanya mencebikkan bibir masih dengan raut wajahnya yang sewot."Awas ya, tanggung jawab loh habis ini! Udah pegang-pegang aku tadi," ancamnya sambil menahan senyum.Aisha hanya tertawa meladeni ucapan mesum suaminya itu.Selepas melaksanakan shalat maghrib berjamaah, sepasang suami istri itu pun makan malam bersama.Hari ini Aisha memasak masakan kesukaan Samudra yaitu sambal goreng ati kentang.Samudra makan dengan lahap sambil menyuapi Aisha.Inilah salah satu momen berharga yang selalu mereka ciptakan jika sedang makan berdua saja di rumah. Pasti, mereka akan makan satu piring berdua dengan Aisha yang akan meminta Samudra menyuapinya dengan tangan langsung.Bagi Aisha, bisa makan dari suapan tangan suaminya sendiri membuat makanan yang masuk ke mulutnya akan sepuluh kali lipat lebih enak rasanya.Baru masuk suapan ke lima, Aisha lekas menyudahi makannya.Berlari terbirit ke dalam kamar mandi, dan malah memuntahkan kembali isi makanan yang sudah masuk ke dalam perutnya tadi.Samudra yang khawatir langsung menyusul dan membantu Aisha muntah dengan memiijit-mijit lembut leher belakang Aisha."Kamu masuk angin ya? Mau berobat?" Tanya Samudra saat itu.Aisha buru-buru menggeleng.Menatap Samudra lekat setelah dia membersihkan mulutnya lalu meminum air putih yang diberikan Samudra.Aisha mengajak Samudra ke dalam kamar mereka dan memperlihatkan sesuatu."Ini, Mas," ucapnya dengan perasaan tak menentu seraya memberikan sebuah benda putih pipih yang terdapat dua garis berwarna merah di tengahnya.Harap-harap cemas melihat ekspresi sang suami.Hingga sebuah senyuman lebar merekah di wajah Samudra di detik terakhir dia menerima benda pipih tadi, Aisha jadi ikutan tersenyum."Kamu hamil?" Pekik Samudra dengan wajah berbinar.Aisha mengangguk dan menjadi terkejut saat pinggulnya di angkat oleh Samudra dan tubuhnya diputar-putar.Wanita itu menjerit geli."Kita bakal punya anak... Aku nggak sabar, Aisha..." Celoteh Samudra saat itu.Tawa riang bahagia keduanya terdengar memenuhi ruangan.Dan alam semesta pun menjadi saksi akan kebahagiaan mereka saat itu.*****Penasaran?Vote dan komen yang banyak ya...Salam Herofah...Semenjak tahu bahwa Aisha kini tengah mengandung, sikap Samudra semakin perhatian saja.Apapun keinginan Aisha pasti akan dikabulkannya.Bahkan Samudra meminta Aisha untuk tidak mengerjakan pekerjaan rumah karena Samudra yang akan turun tangan mengerjakan semuanya.Meski hal itu justru seringkali membuat kehidupan rumah tangga mereka kerap dihantui pertengkaran-pertengkaran kecil.Seperti contoh, ketika Samudra melarang Aisha mencuci pakaian, alhasil Samudra sampai kehabisan pakaian ganti karena pakaian-pakaian itu yang belum dicuci."Terus aku pakai baju apa dong kerja?" Tanya Samudra yang jadi kebingungan sendiri."Makanya Mas, jangan lebay! Suruh aku jangan nyuci, tapi kamunya malah nggak nyuci-nyuci juga. Yaudahkan, habis pakaiannya! Nggak mungkinkan kamu ke kerjaan pakai sarung?" Tutur Aisha sambil menyembunyikan senyum. Padahal, Aisha sengaja menyembunyikan pakaian Samudra yang sudah rapi di tempat lain, hanya untuk membuat suaminya itu sadar bahwa dalam rumah tangga itu suami da
Hari yang berlalu kini terasa begitu lambat bagi Samudra.Sejak dirinya mengetahui penyakit yang diderita Aisha, Samudra jadi seperti orang linglung. Seperti kehilangan pijakan saat dirinya harus meniti langkah ke depan.Terseok dalam ketakutan.Terjebak dalam dilema berkepanjangan.Samudra terlalu takut kehilangan.Hingga membuatnya kerap termenung sendirian, menangisi keadaan.Terlebih ketika dia harus melihat Aisha yang merintih kesakitan, meski terkadang Aisha sendiri kerap bersembunyi dari Samudra saat dirinya tengah merasakan sakit itu.Beban dalam hidup Samudra sudah terlalu besar semenjak kehadiran Aisha dalam hidup lelaki itu, lantas, masihkan kini Aisha terus membuat suaminya itu bersedih akibat keadaannya?Sejauh ini, Dokter memang tidak menganjurkan pengobatan fibroid rahim atau tumor jinak selama masa kehamilan. Jika terjadi gejala tertentu, dokter hanya merekomendasikan pereda nyeri ringan, istirahat yang cukup, dan hidrasi.Perawatan intensif baru akan dilakukan setelah
Seperti kata Aisha, Allah tidak akan pernah memberi cobaan di luar batas kemampuan umatnya.Itulah satu hal yang menjadi pegangan Samudra saat ini.Cobaan yang dia alami saat ini memang berat, tapi dia masih diberi akal untuk berpikir dan diberi kemampuan untuk berusaha.Berusaha mencari uang untuk membayar biaya rumah sakit yang jelas tidak sedikit.Pagi itu, setelah mendapat penanganan serius di IGD, Aisya masih diharuskan menjalani rawat inap karena keadaannya yang semakin memburuk.Tumor di rahimnya sudah semakin membesar, itulah yang menyebabkan Aisha kini mengalami pendarahan meski hal tersebut tidak fatal karena lekas mendapat penanganan.Hanya saja, tim medis mengatakan, bahwa Aisha harus segera melakukan Operasi untuk mengangkat tumor, termasuk melakukan persalinan prematur, karena jika dibiarkan dan sampai tumor tersebut pecah di dalam rahim, maka nyawa Aisha dan nyawa sang janin tidak akan bisa diselamatkan.Mungkin, jika Samudra memiliki uang, dia tidak akan berpikir lama
"Ya ampun, Muti mana ada uang segini banyak Kak?" Pekik Mutiara saat Samudra baru saja memberitahunya bahwa dia membutuhkan sejumlah uang untuk membayar biaya operasi Aisha. "Kakak kan tau Muti masih sekolah. Paling Papa biasa kasih Muti uang untuk pegangan jajan sama ongkos sebulan aja. Selebihnya uang biaya sekolah ya Papa sendiri yang urus," tambahnya dengan wajah yang tampak prihatin.Mutiara mengeluarkan Kartu ATM dari dompetnya dan memberikannya pada Samudra. "Kayaknya masih sisa empat jutaan sih di sini. Nih, Kakak pakai aja, nanti Muti minta lagi sama Mama. Tapi, kalau untuk kasih tau Mama soal ini, Muti nggak janji ya Kak, soalnya kondisi kesehatan Mama juga lagi nggak stabil. Muti takut Mama jadi tambah down kalau tau keadaan Kak Sam sekarang,"Samudra mengesah. Jadi serba salah.Keadaan saat ini memang benar-benar sedang menghimpitnya.Setelah mencoba berpikir jernih, akhirnya Samudra memutuskan untuk tidak merepotkan Mutiara lebih jauh.Mendorong kembali ATM yang tadi diso
Hari itu, Santi sudah menemani Aisha seharian di rumah sakit, namun sampai hari menjelang malam, Samudra tak kunjung menunjukkan batang hidungnya di rumah sakit.Bahkan setelah Santi sudah berulang kali menghubungi tetangganya itu, Samudra tak sama sekali membalas pesan yang dikirim Santi.Sampai akhirnya, Santi pun memutuskan untuk pulang karena dia pun khawatir akan kondisi Shaka di rumah, sementara Hendrik suaminya harus berangkat bekerja malam ini."Aisha, Mbak pulang dulu ya? Shaka nggak ada yang jagain di rumah, gimana ini?" Ucap Santi yang jadi tak enak hati. Tapi mau bagaimana lagi, dia tak punya pilihan lain, Shaka jelas membutuhkannya di rumah.Aisha yang memang sudah sadar sejak tadi siang hanya mengangguk pelan. Kondisinya masih sangat lemah.Setelah menitipkan Aisha pada suster jaga, Santi pun pulang meski saat itu dia sendiri berat meninggalkan Aisha sendirian.Untungnya, di depan rumah sakit, sewaktu Santi sedang menunggu angkutan umum, dia melihat Samudra di kejauhan y
Satu minggu berlalu sejak hari di mana Samudra ditangkap polisi atas tuduhan pencurian, Samudra tak sama sekali diizinkan keluar dari sel tahanan meski dia sudah berkali-kali memohon, menghiba hingga membuat onar dengan menjerit-jerit seperti orang gila, tetap saja, tak ada yang memperdulikannya.Frustasi, Samudra sampai tega melukai salah satu teman satu selnya dan menjadikannya tawanan, sebagai alat ancaman agar para polisi itu bersedia melepaskannya. Sebuah tali yang dia dapatkan dari tempat sampah, dia gunakan untuk mencekik leher salah satu napi itu, meski pada akhirnya, Samudra justru harus menerima hukuman di ruangan isolasi yang pengap dan berbau.Di dalam ruangan isolasi itu, Samudra yang sudah putus asa hanya bisa menangis. Bahkan dia sempat menyalahkan Tuhan atas takdir dan penderitaan yang harus dia lalui saat ini.Samudra sama sekali tak memperdulikan dirinya, karena sejauh ini, yang ada dalam pikiran Samudra hanyalah, bagaimana kondisi Aisha sekarang.Itu saja."Ya Allah
LIMA TAHUN KEMUDIAN...Hari ini keadaan pasar ikan di Penjaringan, Muara Baru, terlihat agak sepi.Semenjak pihak Pemerintah DKI melakukan survei tempat dan lokasi untuk perencanaan pembangunan Pasar Ikan Modern, mau tidak mau semua nelayan dan para penjual ikan terpaksa diungsikan ke tempat baru.Sayangnya, di tempat baru ini mereka banyak kehilangan para pelanggan karena akses jalan yang sempit, serta kesan kumuh dan jorok yang menjadikan pasar ikan dadakan itu kini sepi pengunjung.Para konsumen lebih memilih untuk pergi ke supermarket yang higienis dan nyaman, ketimbang bersusah payah datang ke tempat berbau amis yang dipenuhi lalat-lalat menjijikan seperti di pasar ikan dadakan ini.Banyak para pedagang yang mengeluh karena ikan-ikan mereka pada akhirnya busuk karena tidak segera di konsumsi."Ya mau gimana lagi, harus sabar-sabarlah, nanti kalau pasar ikan modern udah jadi, kita-kita juga yang enakkan?" ujar Pak Slamet salah satu nelayan ikan yang biasa menjajakan hasil tangkapa
Seorang Laki-laki bersetelan jas casual dengan gayanya yang terlihat maskulin, berjalan menuju sebuah kawasan kumuh di pinggir pelabuhan.Dia sangat hati-hati dalam melangkah, seolah takut sepatu hitam mengkilatnya kotor terkena lumpur. Sebab sepatu ini dia beli dengan harga yang cukup mahal dan baru dia pakai satu minggu belakangan ini.Langkah kaki laki-laki itu terhenti tepat di sebuah pemukiman yang menurutnya sama sekali tak layak dihuni oleh manusia. Selain tempatnya yang kotor, pemukiman itu seolah kelebihan muatan.Penghuninya banyak, sedang lahan yang mereka huni sangat pas-pasan. Jadilah mereka terlihat seperti hewan ternak yang hidup dalam satu kandang. Pasti tidur pun mereka harus terpaksa saling berdesak-desakan.Laki-laki itu menghela napas berat. Dia jadi tak bisa membayangkan jika dirinya berada di posisi Samudra sekarang, sudah pasti dia tidak akan sanggup."Permisi Bang, saya ada perlu dengan Samudra, orangnya ada?" tanya laki-laki itu pada salah satu penghuni yang s