Share

3. POSITIF

Minggu pagi yang cerah, Samudra sudah pergi sejak habis Shubuh tadi, katanya sih ada teman yang menawarkan pekerjaan borongan, dan Samudra diajak untuk bantu-bantu.

Daripada dia berdiam diri di rumah, jadi ada baiknya Samudra memanfaatkan waktu liburnya untuk pergi mencari rupiah.

Di rumah seperti biasa, Aisha akan berjalan ke depan untuk membeli sayuran di pagi hari setelah dia selesai mencuci pakaian.

Hanya saja, ada yang berbeda pagi itu, ketika tiba-tiba Aisha melihat Santi dan suaminya tiba-tiba keluar dari kontrakan mereka sambil membopong tubuh mungil Shaka, putra mereka.

"Ya ampun, Mbak Santi, Shaka kenapa?" Tanya Aisha yang jadi khawatir karena Shaka terlihat mengeluarkan darah dari hidung dan mulutnya.

"Aku juga nggak tau, tiba-tiba begini. Aku ke rumah sakit dulu ya Aisha. Titip rumah,"

"I-iya Mbak, nanti kalau ada apa-apa, kabar-kabarin ya Mbak,"

"Iya,"

Menatap prihatin punggung kedua tetangganya itu, Aisha merasa begitu iba.

Akhir-akhir ini, Santi memang seringkali mengeluh padanya perihal kesulitan ekonomi yang dia derita sejak Shaka sering sakit-sakittan.

Santi sendiri memang selalu bilang kalau Shaka sakit demam biasa, tapi kenapa jika memang hanya demam biasa, lantas penyakitnya seperti tak kunjung sembuh malah semakin menjadi-jadi.

Itulah yang membuat Aisha menjadi bingung.

Hari itu, usai memasak, karena Santi dan suaminya juga Shaka belum juga pulang sampai sore hari tiba, Aisha pun lekas menghubungi tetangganya itu.

Sayangnya, beberapa panggilan teleponnya tak juga dijawab oleh Santi.

Sampai akhirnya, Samudra pulang sesaat sebelum waktu maghrib tiba.

Lelaki itu membawa tentengan belanjaan di kedua tangannya.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikum salam," sambut Aisha seraya membuka pintu. Menerima barang belanjaan yang dibawa sang suami dengan kerutan di keningnya yang menjelas. "Beli apaan nih banyak banget?" Tanya Aisha membawa serta kantong belanjaan itu ke tikar di ruang tamu. "Baju?" Gumamnya ketika melihat isi dari kantong belanjaan itu.

Samudra baru selesai melepas sepatu, berjalan menghampiri Aisha yang duduk lesehan di atas tikar.

"Iya, tadi aku mampir ke pasar dulu sekalian pulang, aku beliin baju gamis buat kamu. Baju-baju kamu itukan udah pada lusuh, makanya aku beli beberapa yang baru, mumpung ada rejeki lebih," ucap Samudra sambil mengeluarkan satu persatu pakaian yang dia beli untuk Aisha.

"Aku tuh terima kasih banget loh kamu udah perhatian beliin aku baju baru, tapikan baju-bajuku masih layak pakai semua meski udah lusuh Mas. Harusnya kamu simpan aja uang kamu tadi, nggak usah dibuat beli beginian segala. Tetangga kita kena musibah hari ini, Shaka kayaknya dirawat, soalnya dari pagi dibawa ke rumah sakit sama Santi dan Bang Hendrik, tapi sampai sekarang belum balik juga. Kalau tadi kamu simpan uangnya, mungkin bisa buat bantu Mbak Santi kan?"

Mendengar ucapan Aisha, Samudra mengesah berat. Sedikit kecewa karena ternyata, niatnya untuk menyenangkan hati Aisha hari ini gagal.

Aisha memang berbeda jauh dengan wanita-wanita jaman sekarang yang akan menghalalkan segala cara demi tampil oke di depan umum. Bahkan ketika Samudra tahu jumlah gamis di dalam lemari milik Aisha hanya lima biji, tapi Aisha tak sekali pun mengeluh kekurangan pakaian.

Dia selalu bilang...

"Nabi Muhammad saja punya pakaian hanya dua pasang seumur hidupnya. Malah dia masih sedekahkan satu pasang untuk orang lain. Jadi, nggak ada alasan aku untuk mengeluh apalagi merasa kekurangan padahal aku punya pakaian lima pasang di lemari, iyakan?"

Dan jika sudah begitu, Samudra hanya bisa bungkam suara.

Tak mampu berkata-kata lagi.

Seperti kali ini.

"Yaudah kalau kamu nggak suka nggak apa-apa, simpan aja bajunya atau kamu sedekahkan lagi ke orang lain," Samudra bangkit dari tikar berjalan menuju kamar mandi untuk bersih-bersih.

Melihat raut kecewa dari sang suami, Aisha merasa bersalah atas sikapnya tadi, hingga akhirnya dia pun lekas membawa semua gamis-gamis baru itu ke kamar untuk kemudian dia kenakan salah satu yang menurutnya paling bagus.

Saat itu, gamis pilihan Aisha jatuh pada Gamis berwarna hijau tosca.

Tak lama, Samudra menyusul masuk ke kamar, hanya dengan handuk yang melilit tubuh bawahnya saja.

"Gimana Mas, bagus nggak?" Tanya Aisha memamerkan pakaian baru yang dikenakannya pada sang suami.

"Bagus," jawab Samudra yang masih saja cemberut.

Aisha terdiam sejenak, menatap aktifitas Samudra yang sedang berpakaian saat itu. Dari gelagatnya yang acuh tak acuh begitu, Aisha sudah bisa menebak kalau suaminya itu kini sedang ngambek.

Itulah sebabnya, Aisha harus berusaha menghibur sang suami agar bisa kembali tersenyum.

"Mas, aku suka kok sama semua baju yang kamu beli. Jangan tersinggung apalagi salah paham sama omonganku tadi, Maaf..." Ucap Aisha seraya menggamit pergelangan tangan suaminya. Mengajak Samudra duduk di tepi kasur lantai mereka.

Samudra hanya diam dan menurut, masih dengan ekspresinya yang datar dan bibir yang memberengut.

"Jangan marah, senyum dong?" Aisha mencubit gemas pipi chuby sang suami. Membuat Samudra jadi menahan tawa.

"Astaghfirullah! Aku kan udah wudhu! Kok malah kamu pegang-pegang sih?" Pekik Samudra seraya menepuk jidat.

Sontak Aisha langsung menjaga jaraknya dengan Samudra. Wanita itu tertawa kecil. "Yaudah sana wudhu lagi," katanya sambil menepuk bahu sang suami.

Samudra hanya mencebikkan bibir masih dengan raut wajahnya yang sewot.

"Awas ya, tanggung jawab loh habis ini! Udah pegang-pegang aku tadi," ancamnya sambil menahan senyum.

Aisha hanya tertawa meladeni ucapan mesum suaminya itu.

Selepas melaksanakan shalat maghrib berjamaah, sepasang suami istri itu pun makan malam bersama.

Hari ini Aisha memasak masakan kesukaan Samudra yaitu sambal goreng ati kentang.

Samudra makan dengan lahap sambil menyuapi Aisha.

Inilah salah satu momen berharga yang selalu mereka ciptakan jika sedang makan berdua saja di rumah. Pasti, mereka akan makan satu piring berdua dengan Aisha yang akan meminta Samudra menyuapinya dengan tangan langsung.

Bagi Aisha, bisa makan dari suapan tangan suaminya sendiri membuat makanan yang masuk ke mulutnya akan sepuluh kali lipat lebih enak rasanya.

Baru masuk suapan ke lima, Aisha lekas menyudahi makannya.

Berlari terbirit ke dalam kamar mandi, dan malah memuntahkan kembali isi makanan yang sudah masuk ke dalam perutnya tadi.

Samudra yang khawatir langsung menyusul dan membantu Aisha muntah dengan memiijit-mijit lembut leher belakang Aisha.

"Kamu masuk angin ya? Mau berobat?" Tanya Samudra saat itu.

Aisha buru-buru menggeleng.

Menatap Samudra lekat setelah dia membersihkan mulutnya lalu meminum air putih yang diberikan Samudra.

Aisha mengajak Samudra ke dalam kamar mereka dan memperlihatkan sesuatu.

"Ini, Mas," ucapnya dengan perasaan tak menentu seraya memberikan sebuah benda putih pipih yang terdapat dua garis berwarna merah di tengahnya.

Harap-harap cemas melihat ekspresi sang suami.

Hingga sebuah senyuman lebar merekah di wajah Samudra di detik terakhir dia menerima benda pipih tadi, Aisha jadi ikutan tersenyum.

"Kamu hamil?" Pekik Samudra dengan wajah berbinar.

Aisha mengangguk dan menjadi terkejut saat pinggulnya di angkat oleh Samudra dan tubuhnya diputar-putar.

Wanita itu menjerit geli.

"Kita bakal punya anak... Aku nggak sabar, Aisha..." Celoteh Samudra saat itu.

Tawa riang bahagia keduanya terdengar memenuhi ruangan.

Dan alam semesta pun menjadi saksi akan kebahagiaan mereka saat itu.

*****

Penasaran?

Vote dan komen yang banyak ya...

Salam Herofah...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status