“Buka bajumu di depanku.” Keyland menyeringai sembari membuka sebuah koper di depannya, menunjukkan kepada Helena bahwa tumpukan uang di dalam koper tersebut yang akan membeli tubuh wanita itu.
Keyland menaikkan sebelah alisnya saat mendapati Helena yang masih mematung, hanya kedua tangan wanita itu yang tampak meremas ujung bajunya yang basah. Dia semakin dibuat bingung oleh Helena, sikap dan tindakan wanita itu seolah mencerminkan seorang wanita polos seperti dugaan awalnya. Tapi, logikanya membantah dengan cepat setiap kali mengingat kegilaan Helena akan uang.
“Harus berapa lama lagi aku menunggumu, hah?!”
Bentakan itu membuat Helena berjingkat, disusul dengan matanya yang kembali terasa memanas. Dengan tangan yang gemetar, dia mulai membuka satu per satu kancing bajunya. Terlihat matanya yang terpejam sembari menggigit bibirnya kuat-kuat, menahan isakan yang siap keluar. Hantaman rasa bersalah kini mulai menyerang, apalagi saat wajah Vian terus membayang di matanya.
“Oh shit!” umpat Keyland yang seketika bangkit dari sofa, membawa langkah lebarnya ke arah Helena. Dia menarik tengkuk gadis itu kasar dengan tatapan buas. “Kau sengaja mengujiku, hem?”
“Tuan, saya- emmpht….” Suara Helena menghilang, terbungkam oleh serangan bibir dingin Keyland. Matanya hampir terpejam saat tiba-tiba bajunya terkoyak oleh tangan kasar dari pria arogan itu. Kedua tangan Helena refleks menyilang di depan dada yang nyaris terpampang nyata, karena tali branya pun tak luput dari aksi kasar Keyland.
“Berhenti bersikap seperti wanita polos di hadapanku!”
“Aaarrkh!” pekik Helena saat tubuhnya didorong kasar hingga terlentang di atas ranjang. Dia beringsut duduk dengan wajah memucat, ketakutannya semakin menyerang.
Keyland tersenyum miring sembari melipat kedua tangan di dada. “Sebenarnya apa maumu? Apa kau pikir aku membayarmu hanya untuk terus berpura-pura seperti ini hah?!”
Helena menunduk dalam, berusaha sekuat tenaga mengendalikan ketakutannya. Dia sadar bahwa tubuhnya telah dibeli, dan tidak seharusnya terus bersikap naif seperti ini. Perlahan kedua tangannya mulai bergerak untuk menarik satu-satunya benda yang masih menempel pada tubuh atasnya, membiarkan kulitnya benar-benar terbelai oleh dinginnya udara di ruangan ini.
Mata Keyland berkilat penuh gairah, menikmati Sebagian tubuh polos Helana yang tampak begitu indah baginya. Tentu saja dia sudah terbiasa menyaksikan berbagai bentuk tubuh wanita, tapi entah kenapa lekuk tubuh mungil di hadapannya tampak begitu sempurna.
“Perfect,” gumamnya sembari melucuti pakaiannya sendiri. Kini dia bagaikan seorang predator dengan insting seorang pemangsa, mulai bergerak menaiki ranjang untuk menikmati tubuh yang telah dibelinya dengan mahal. “Kau harus memuaskanku, Helena.”
Tubuh Helena bergetar saat pria kekar kembali mendominasinya, tiba-tiba menarik roknya kasar. Rasanya setiap gerakan yang diciptakan oleh Keyland tidak pernah disertai oleh kelembutan, dan semakin membuatnya ketakutan. Dia pasrah saat sekarang tubuh mungilnya telah terkungkung di bawah tubuh kekar itu, terhimpit aura panas yang siap membakar.
“Biasanya aku akan lebih menikmati permainan wanita yang agresif,” bisik Keyland dengan bibir yang mulai menempel ringan di bibir Helena. “Tapi malam ini, aku lebih ingin memainkanmu sesukaku.”
Sekali lagi, bibir dingin Keyland menyerang dengan kasar, menciptakan panas membara di sekujur tubuh Helena. Pria mulai mencecap, menggigit dan melumat tanpa kelembutan, menggila di dalam mulut Helena. Tangan berototnya tak tinggal diam, menjelajah setiap jengkal tubuh Helena yang terasa begitu lembut baginya. Meremas pada tempat yang pas, sesekali memainkannya dengan begitu professional.
Helena tak berdaya. Ketakutan dan rasa bersalahnya mulai kalah, tertutupi oleh serangan gairah yang terasa mendominasinya. Tubuhnya menggelepar, serangan panas dari setiap sentuhan Keyland terasa menembus ke dalam jiwanya. Ini salah, tapi gelenyar nikmat yang dirasakan benar-benar tak bisa dijelaskan oleh kata-kata. Bahkan dengan tak tahu malu dia mengerang kala bibir Keyland telah melingkupi puncak dadanya.
“Aku menyukainya,” desis Keyland yang terus menikmati kelembutan dada Helena, memainkannya tanpa jeda. Dia semakin menggila, apalagi saat jari jemari lentik itu mulai meremas rambutnya. “Kita benar-benar akan menikmatinya malam ini, Helena.”
Semuanya berlansung begitu intens, panas dan membara. Keyland tampak begitu buas, benar-benar tidak memberikan jeda sedikit pun bagi Helena untuk bernafas. Tubuh mereka menyatu erat, hingga perlahan milik Keyland mulai menelusup di balik lembah hangat milik wanita itu, mencari puncak kenikmatan yang diinginkannya. Namun, gerakannya terhenti seketika saat mendengar jeritan kesakitan dari Helena, diikuti dengan sebuah tahanan di bawah sana.
Mata Keyland terbelalak, menatap mata indah Helena yang kini memburam. “Kau- masih perawan?!”
Helena tak mampu menjawab, hanya isakannya yang seolah mengiyakan. Dia memang telah menikah, tapi sampai kecelakaan itu terjadi- Vian masih belum pernah menyentuhnya.
“Maaf, tapi aku tidak bisa berhenti,” desis Keyland dengan rahang mengetat, dan anehnya ada sebuah gelenyar bahagia yang kini menelusup masuk ke dalam hatinya. Demi Tuhan, dia belum pernah bercinta dengan seorang perawan seumur hidup, dan ini adalah pengalaman pertama yang mungkin tidak akan bisa dilupakan. Keyland terlihat semakin bersemangat, menjalankan bibir basahnya pada titik sensitive Helena. Dia ingin meringankan rasa sakit wanita itu sebelum benar-benar terbenam sepenuhnya.
“Mungkin akan sakit, tapi nanti kau akan menikmatinya,” bisik Keyland sebelum kembali melumat bibir Helena, dengan miliknya yang mulai memasuki Lembah sempit itu. Perlahan tapi pasti, terhimpit dalam kehangatan yang begitu ketat dan semakin membuatnya menggila.
“Oh shit! Ini terlalu nikmat,” rancau Keyland yang mulai menggerakkan miliknya teratur. Matanya tak bergeser sedikit pun dari wajah cantik yang merona sempurna di bawahnya. Bahkan, kini senyumnya mulai merekah saat melihat Helena mulai mengerang.
Helena tidak bisa mendeskripsikan apa yang dirasakan saat ini. Rasa tersayat yang baru saja menyerang perlahan berganti dengan kenikmatan tak tertahan. Naluri alamiahnya mulai terbangun, bahkan pinggulnya tampak ikut mengimbangi hujaman Keyland tanpa rasa malu. Dia benar-benar terlihat seperti seorang jalang, seolah telah lupa pada cintanya untuk Vian. Kini yang tersisa hanyalah gairah yang berhasil membakar habis harga dirinya.
To be continue….
Helena terlihat duduk pada sofa panjang di dalam ruang kerja Keyland, terlihat keningnya yang berkerut dengan mata menatap jengah pada beberapa jenis makanan yang tersaji di atas meja. Beberapa menit yang lalu Keyland meminta pada Joddy untuk membelikan makanan untuknya, tentu saja makanan tersebut akan sangat menggiurkan baginya saat dalam kondisi normal, tapi sekarang semua makanan itu malah membuatnya tak berselera.“Perutmu tidak akan kenyang hanya dengan memelototi semua makanan itu, Sayang….” Sindir Keyland yang duduk di kursi kebesarannya, tampak fokus dengan berkas-berkas di meja tapi tetap sesekali melirik ke arah Helena.“Aku benar-benar tidak ingin memakan semua makanan ini, dan malah membuatku mual,” balas Helena sembari menyandarkan punggungnya kasar.Keyland menghela nafas panjang, baru kali ini kesabarannya meningkat dalam menghadapi seorang wanita. Dia bangkit dari kursinya, berjalan cepat dan kini ikut duduk di sisi Helena. Sebelah tangannya menarik sisi wajah cantik
“Aku baru tahu kalau kamu punya banyak uang.”Seketika Helena menghentikan gerakan tangannya yang tengah menata tempat tidur. Dia memejamkan mata singkat untuk segera berpikir keras mengenai jawaban yang akan ditanyakan Vian selanjutnya.“Lina bilang kalau gajinya UMR,” tambah Vian yang kini duduk di kursi rodanya.Helena menoleh, memasang senyum kecil. “Sebenarnya aku sudah diangkat menjadi pegawai tetap di perusahaan, dan ternyata uang tunjangan di luar gaji lumayan besar.”“Apa kamu diangkat karena ada hubungan-““Nggak ada hubungannya,” sela Helena tegas, emosinya hampir tersulut kembali. “Aku diangkat sebagai pegawai tetap sebelum Keyland ke Indonesia.”“Oke, maaf,” balas Vian santai.Helena menghela nafas, kembali melanjutkan gerakan membereskan tempat tidur mereka. Setelahnya dia menghampiri Vian. “Ayo, waktunya kamu mandi-““Nggak usah,” balas Vian cepat, bibirnya tampak mengulas senyum manis tak seperti biasanya. “Aku nggak mau kamu telat ke kantor lagi gara-gara aku, jadi le
Helena tampak menggeliat dengan mata perlahan terbuka, merasakan sebuah lengan yang menimpa perutnya dengan begitu posesif. Dia tersenyum kecil, mendapati wajah tampan Keyland yang masih tampak terlelap di sampingnya, perlahan jari jemarinya terulur untuk membelai di sana. Entah sudah berapa lama dia tertidur, yang pasti kamar yang mereka tempati sekarang sudah tampak temaram karena lampu belum dinyalakan.“Tidurmu nyenyak?”Suara serak itu membuat gerakan jari Helena terhenti untuk sesaat, mendapati iris biru pucat itu mulai terbuka menatapnya. Dia mengangguk pelan, kembali membelai sisi wajah Keyland lembut. “Rasanya baru kali ini aku merasakan tidur yang begitu nyenyak setelah hampir satu bulan mengurus Vian di rumah.”“Kau memang terlihat sangat kelelahan,” ucap Keyland dengan tatapan lekat. “Tapi setelah ini kau akan lebih santai.”Helena mengerutkan kening. “Apa maksudmu?”Keyland tak menjawab kebingungan Helena, malah kini balik bertanya. “Kau ingin makan apa malam ini, hem?”“
“Hamil?!” pekik Keyland dengan mata berbinar. “Helena benar-benar hamil anakku?”“Helena memang hamil, tapi belum tentu juga itu anakmu,” jawab Cindy santai.“Jangan sembarang, sudah pasti itu anakku,” eyel Keyland dengan mata melotot. Sedangkan Cindy menedipkan mata, memberikan tanda padanya untuk melihat Helena, karena wanita itu hanya diam dengan mata memburam.“Helena, kau baik-baik saja?” Keyland sedikit membungkuk dengan sebelah tangan membelai sisi wajah Helena yang memucat. “Hei, kenapa kau diam?”Helena menoleh ke arah Cindy dengan tatapan tak bisa diartikan. “Aku- hami?”“Iya, Helena… dari hasil USG tampak kantung kehamilan, walaupun masih belum terlihat janinnya. Tapi kemungkinan besar kau memang hamil,” terang Cindy dengan senyum lembut.“Tapi- bagaimana mungkin? Aku masih dalam masa ber-KB,” cicit Helena dengan mata yang memanas.“Itu takdir, Sayang….” Keyland menangkup wajah Helena agar menatapnya. “Takdir memang menginginkan kita bersama.”Helena menggeleng kuat, membia
“Helena….” Keyland dengan wajah panik langsung masuk ke dalam bilik yang ditempati Helena, wanita itu terlihat berbaring di ranjang pasien dengan mata terpejam. Dia duduk di sisi ranjang, menggenggam tangan Helena yang terasa dingin. Mata Helena memang terpejam, tapi kening wanita itu tampak berkerut dalam menandakan bahwa tidak benar-benar hilang kesadaran.“Helena, kau bisa mendengarku?” tanya Keyland berganti membelai sisi wajah Helana yang kehilangan ronanya.Perlahan mata Helena terbuka, menatap pria itu sayu. “Kenapa kamu di sini?”“Astaga… aku benar-benar khawatir saat tahu kamu pingsan,” Balas Keyland sembari mengecupi punggung tangan Helena.“Aku baik-baik saja, hanya pusing.”“Kalau kau memang baik-baik saja, sekarang kau tidak akan berada di sini,” omel Keyland dengan tatapan tajam.“Kepalaku memang sedikit pusing, dan tadi aku sempat kehingan keseimbangan saat di kamar mandi. Tapi sekarang aku merasa lebih baik,” terang Helena dengan berniat menarik tangannya dari genggama
“Akhirnya selesai juga….” Helena menghela nafas panjang setelah baru saja menyelesaikan pekerjaan rumah yang semakin banyak. Setiap hari dia harus mengurus Vian yang memang belum bisa mandiri dalam hal apa pun, mulai dari mandi, buang air, berpakaian bahkan juga menyiapkan segala keperluan lain. Helena tidak akan mengeluh karena semua itu memang sudah menjadi tanggung jawabnya, walaupun dia menjadi sering terlambat datang ke kantor dalam beberapa hari ini.“Aku harus segera mandi,” gumamnya setelah mengeringkan cucian. Dia baru akan melangkah keluar dari laundry room saat tiba-tiba terdengar kegaduhan dari arah dapur.Prraaangg… ppyyaaarrrr….Helena berjingkat kaget, segera membawa langkahnya ke sumber suara. Matanya tampak melebar dengan wajah terperangah saat melihat semua masakan di atas meja makan terjatuh di lantai, meninggalkan taplak meja yang terjuntai tak karuan.“Aku benar-benar nggak berguna!” teriak Vian sembari memukul pegangan kursi rodanya.“Astaga, Yan… ini kenapa?” He