William berdiri, lalu berjalan ke arah Mayleen. Menundukan Kepala lalu berkata, "Mulai malam ini dan seterusnya kau tidur sekamar dengan aku, maka aku akan izinkan kau menemui kakakmu. Jika patuh maka kapan kau mau bertemu dengan kakakmu akan aku beri izin." Mayleen menggigit ujung bibir bawahnya, William melihat ini dia pun menelan salivanya, menekan perasaan aneh dihatinya lalu berkata lagi, "Pikirkanlah penawaranku!" ujar William seraya pergi meninggalkan ruang makan. Reina meremas tangannya keras-keras, sampai-sampai kuku panjangnya menancap di telapak tangannya. Lalu dia pun ikut berdiri dan menyusul langkah William. Mayleen menahan sesak di dadanya, berpikir senjenak lalu memutuskan patuh pada pengaturan suaminya itu demi bisa bertemu dengan kakaknya.Anggap saja ini adalah jalan pintas untuk mendapatkan izin, karena jika tidak maka meski bertengkar sampai menangis maka William tetap tidak akan mengizinkan untuk menjenguk kakaknya itu. Mayleen pun meminta pelayan agar meminda
Mendengar hardikan Reina, Mayleen pun tertawa lalu berkata, "Apa kau tidak memiliki cermin?" "Aku adalah istri sah William, sementara kau. Hanya sebuah kertas yang tipis yang tidak memiliki ikatan apa-apa!" imbuh sarkas Mayleen. Mendengar kalimat hinaan dari Mayleen, tangan Reina dengan cepat ikut menambahkan jejak warna merah di pipi putih Mayleen. "Sakit kan!" imbuh marah Reina. "Jika masih tidak tahu diri, kau akan merasakan sakit yang lebih sakit dari ini!" ancam Reina. Mayleen mengeratkan rahang bawahnya, menahan marah dan sakit. lalu menstabilkan emosinya dengan cepat. Dia mendekati Reina, tapi bukan untuk membalas tamparannya. "Bukan aku yang tidak ingin melepaskan William. Tapi, dia yang tidak bersedia melepaskanku!" "Jika kau bisa merubah pikirannya dan membuat dia mau melepaskanku, maka dengan senang hati aku akan langsung pergi dari hadapan kalian berdua. Dan selamanya tidak akan muncul di depan kalian!" imbuh Mayleen seraya pergi meninggalkan Reina. Tubuh Mayleen ma
"Si Penguasa Tua!" jawab si kakek. lsgi-lagi wajah Mayleen berubah bingung, benar-benar merasa tidak tahu apalagi yang harus dia lakukan dengan si kakek asing. Mayleen berkata lagi, "Kakek jika nanti lapar, bisa menghubungi pihak hotel untuk memesan makanan, Ini menunya di sini. Nanti makanan akan diantar ke kamar kakek!" "Apa kakek mengerti?" tanya Mayleen. Si Penguasa Tua hanya mengangukan kepala sambil tersenyum puas melihat kamarnya yang luas. Mayleen berlata lagi. "Nah sekarang aku akan pergi ke kamarku ya!" "Mengapa tidak tidur di sini saja?" tanya si Penguasa Tua. "Ha ha ha... Kakek, kau ini sedang bercanda ya. Mana boleh kita tidur satu kamar!" imbuh Mayleen yang berpikir jelas tidak bisa sekamar dengan pria asing apalagi belum satu hari berkenalan. Dengan perlahan Mayleen menjelaskan. "Perusahaan sudah mengatur kamar untukku, jadi akan sia-sia jika aku tidak menidurinya!" Si Penguasa Tua pun menganggukan kepalanya. Mayleen pun pergi meninggalkan Si Penguasa
Mayleen menarik napas dalam-dalam lalu mulai bercertia dengan alaminya, semua rasa dihatinya dia keluarkan. Mulai dari awal mengapa dia bisa terpisah dengan kakaknya. Matanya sedikit memerah ketika menyelesaikan ceritanya. "Karena itu kau mau menolongku. karena kau tahu bagaimana rasanya kesepian?" tanya Si Penguasa Tua, Mayleen mengangguk seraya mengusap air matanya yang hampir saja terjatuh. Dia pun berdiri lalu berkata lagi, "Kakek, aku disini hanya beberapa hari saja. Jika Kakek sudah mengingat tempat tinggal kakek maka aku akan mengantar kakek pulang. Jika belum, dengan sangat terpaksa aku akan pergi melapor ke polisi dan menitipkan Kakek di sana, demi keamanan kakek!" Si penguasa Tua hanya diam saja, sembari memakan makan malamnya. Mayleen pun pergi meninggalkan kamar kakek asing itu. Merasa hari ini benar-benar lelah dan pusing bukan kepalang. Dia pun membuka laci dan mengambil toples kecil yang berisi garam. Garam Epsom, atau magnesium sulfat, telah lama digunakan untuk
"Mati jadi hantu pun, kau tetap milikku!" imbuh William lagi. Gerakan tangan Mayleen terhenti lalu dia berkata, "Itu artinya kau sangat mencintaiku ya!" William terdiam sesaat, lalu berkata, "Jangan bodoh! Kau hanyalah boneka-ku, yang jika saatnya aku buang, meski pria lain ada yang menginginkanmu. Maka mereka juga tidak akan berani mendekat dan menyentuhmu. Karena kau adalah 'bekas' milik-ku!" Barang kepunyaannya meski sudah tidak dia pakai lagi, mana boleh dimiliki oleh orang lain. William lebiih memilih menghancurkannya. Mayleen melepaskan handuk basahnya, lalu mulai membesihkan luka di tangan suaminya itu. Pada saat ini asisten William datang membawa dokter bersamanya. Melihat itu, Maka Mayleen pun langsung berdiri dan mempersilakan dokter untuk mengobati tangan William. Mayleen mundur perlahan, wajahnya masih terlihat pucat pasi ketika tadi melihat darah mengalir jatuh dengan jarak yang sangat dekat dengan wajahnya. Napas Mayleen pun masih sedikit tersengal. Ingin menjel
Mayleen pun mendekat, "Bantu aku ke dalam!" imbuhnya sambil menunjuk ke arah kamar mandi. Tidak ingin membuat suaminya marah, Mayleen pun menyibak selimut seraya memapah William masuk ke kamar mandi. Mayleen bertanya kepada suaminya itu, "Apa ingin mandi?" "Menurutmu?" tanya William. Mayleen pun segera membukakan kancing kemeja suaminya itu, Tangannya sedikit gemetar, selama mereka menikah, berdekatan seperti ini, dalam damai hening adalah sesuatu yang langka. Pada dasarnya mereka menikah karena dendam dan benci. Mayleen pun menanggalkan kemeja itu pelan-pelan, berhati-hati agar tidak mengenai luka di telapak tangan suaminya itu. "Apa masih sakit?" tanya istrinya itu sambil meniup-niup luka di tangan William. Puncak kepala Mayleen berada tepat di bawah hidung William. Wajahnya memerah ketika mencium wangi dari rambut istrinya itu. "Apa mau mandi air hangat?" tanya Mayleen. "Eum!" jawab William sambil sedikit menahan napas. "Aku siapkan air panasnya!" imbuh Mayleen lagi de
"Tentu saja untukmu!" jawab Xue'er. Melihat bagaimana temannya ini hidup tertindas, maka Xue'er berpikir jika temannya ini pasti sudah lama tidak berdandan dengan cantik. Mayleen pun tertawa dan berkata, "Kau yang jadi model, kenapa aku harus juga ikut berdandan?" "Jika aku terlihat cantik, maka kau juga harus terlihat cantik!" imbuh Xue'er lagi. Mayleen pun tidak bisa berkata apa-apa lagi. Mereka pun tiba di butik designer kenalan Xue'er. "Mana orangnya?" tanya Hobbit. "Aku ingin kau merubahnya menjadi peri bumi untuk malam ini!" pinta Xue'er sambil mendorong Mayleen. Hobbit berjalan mengitari Mayleen, "Eum... sepertinya tidak sulit! Ayo cantik silakan ikuti aku!" Xue'er mengangguk, pada akhirnya Mayleen pun mengikuti langkah Hobbit yang berkata kepada mereka. "Aku memiliki baju yang kebetulan cocok untukmu!" Sambil menunggu Mayleen Fitting, Kak Yuze menyodorkan kontrak yang telah William tanda tangani. "Nah, tinggal kau yang bubuhkan tanda tangan!" Ketika mellihat, ta
"JiKa kau mau membantu, aku akan memberikanmu hadiah!" imbuh Mayleen yang sudah kehabisan cara untuk membujuk suaminya itu. "Hadiah?" gumam pelan William tanpa menggerakan bibirnya. "Bukankah kau menyukai tubuhku!" Imbuh Mayleen sambil bernjijit, berbisik ke telinga William. TIba-tiba saja wajah orang nomor satu di Grup Gu itu,terlihat memerah. Maykeen teringat waktu itu William sedang dalam keadaan mabuk, menggauli Mayleen, spontan berkata, "Tubuhmu, canduku!" kali ini Mayleen pun mengulang perkataan suaminya waktu itu, demi membujuk William agar mau menolongnya. "Bagaimana?" tanya Mayleen lagi dengan nada sedikit menggoda. Merasa ditantang, maka William balik berbisik ke daun telinga Mayleen. "Pakai gaun tidur terindahmu, aku akan pastikan kau tidak akan bisa tidur." "Bantu aku menemukan Xue'er!" jawab Mayleen. "Sepakat!" Imbuh William sambil mengencangkann rangkulan tangannya di pinggang istrinya itu. Mereka berdua pun berjalan kembali, menuntaskan peragaan busana yang