Ini hari pertama Anya bekerja di restoran, pagi - pagi sekali Anya bersiap - siap untuk bekerja. Karena tempat pekerjaan dari rumahnya agak jauh, sekitaran jam setengah enam Anya berangkat dan sampai pada jam enam pas.
Anya bergegas pergi berjalan kaki menuju tempat kerjanya. Sesampainya disana, suasana restoran masih sepi, restoran pun belum dibuka oleh satpam yang biasa berjaga di sana.
Mungkin Anya terlalu bersemangat untuk bekerja. Anya menunggu sekitar lima belas menit, tiba - tiba satpam yang berjaga direstoran itu membukakan pintu restoran.
" Selamat pagi pak" menyapa satpam itu.
" Pagi" jawab satpam dengan singkat, lalu pergi meninggalkan Anya.
Sebari menunggu karyawan yang lain datang, Anya masuk ke restoran dan langsung membersihkan ruang restoran tersebut. Lima belas menit Anya bersih - bersih karyawan lestoran pun bermunculan.
Salah satu karyawan perempuan menghampiri Anya yang sedang membereskan meja tamu.
" Karyawan baru?" ucapnya dengan nada sedikit jutek dan judes.
" iya kak" sebari menganggukkan kepalanya.
" Pantes rajin" ucap karyawan tersebut dengan muka judesnya sebari berjalan meninggalkan Anya.
Tiba - tiba seorang pria laki - laki berlari - lari dan menuju tombol yang mirip seperti kalkulator, ternyata itu adalah tombol absensi seorang karyawan.
Pukul tujuh mereka semua bekerja sesuai posisi mereka masing - masing.
Aku dipanggil oleh salah satu karyawan wanita yang berada di kasir.
" Karyawan baru, kesini." sambil melambaikan tangannya.
Anya pun langsung menghampiri karyawan tersebut.
" Ada apa kak" ucap Anya.
" Kamu buat absensi dulu ya, silahkan isi data diri kamu" katanya sambil memberikan pulpen dan kertas. Setelah selesai, Anya memberikan kertas tersebut.
"mari ke sini" sambil menunjukkan benda yang seperti kalkulator itu.
Karyawan kasir tersebut mengetik data - data Anya dan setelah itu Anya disuruhnya untuk absen menggunakan jempolnya sebanyak tiga kali.
" Kamu harus setiap hari absen, teken ini pakai ibu jari kamu sebanyak 3 kali, kalau kamu gak absen gaji kamu bakalan terpotong walau pun kamu ada di sini" ucapnya panjang lebar.
Anya hanya mengangguk mengiyakan ucapan itu.
" Kalau kamu gak paham sesuatu tanyakan saja padaku" katanya sebari tersenyum.
" Baik, kak." membalas senyumannya.
Anya langsung bekerja sebagai pelayan restoran, pekerjaan Anya adalah mengantarkan pesanan kepada para tamu. Dia bekerja dari pukul 7 sampai pukul 5 sore.
Sudah seharian Anya bekerja, jam menunjukkan pukul empat lewat tiga puluh menit itu artinya sebentar lagi dia akan pulang ke rumah. Sementara itu karyawan yang kebagian ship dua menuju pada absensi.
Di waktu kosongnya para tamu. Anya menghampiri karyawan kasir yang tadi, yang sedang membereskan tas Selempangnya.
" Sebentar lagi jam pulang, kamu harus absen pulang juga ya." ucapnya.
Belum Anya menjawab dia meneruskan pembicaraannya.
" Btw nama kamu siapa? dari tadi kita bicara sampe lupa kenalan." katanya.
" Anya kak, kakak sendiri siapa?" jawab Anya.
" Panggil aja Kania." ucapnya dengan tersenyum kepada Anya.
Mereka berbincang - bincang sampai akhirnya jam pulang pun berbunyi dan mereka berdua pun langsung menuju absen dan pulang.
" Kamu mau langsung pulang? Gak mau makan dulu?" Kata Kania.
Memang sedari tadi Anya menahan rasa laparnya, ia tadinya berniat untuk memasak dirumah. Tapi cacing - cacing di perutnya sudah sedari tadi rewel.
" Mau makan di mana kak?" katanya.
" Panggil Kania aja"
" Iya, Kania. Aku lupa " sambil cengengesan.
Anya mengikuti Kania yang bejalan di depannya.
Anya dibawa oleh Kania ke suatu tempat yang nyaman dan indah.
" Ini adalah tempat favorite aku, di sini menunya murah - murah kok" katanya sambil menarik Anya masuk ke tempatnya.
Pelayan melayani kami dengan hangat, kami memesan sebuah roti dan minumannya.
Roti itu terlihat besar dan enak sekali. Mereka berdua saling bertukar cerita satu sama lain, dan tak sadar bahwa sudah mau menuju magrib.
Sesampainya dirumah, Anya merasa senang sekali mempunyai teman yang baik seperti Kania. Dia malah sudah menganggap Kania sebagai sahabatnya sendiri walaupun dia baru saja berkenalan. Anya merasa nyaman dengan Kania, setidaknya dia bisa berkeluh kesah tentang apa pun pada Kania.
Ini adalah hari kedua Anya bekerja di restoran. Dia bergegas pergi untuk bekerja, kali ini Anya berangkat jam setengah tujuh, Anya melangkahkan kakinya masuk dan absen.Di lihat semua karyawan sudah berdatangan, dan jam kerja pun berdering, mereka semua mengambil posisi mereka masing - masing dan memulai bekerja.Jam menunjukkan pukul dua belas siang, itu artinya jam makan siang bergantian.Aku dan Ambar makan siang bergantian, Ambar terlebih dahulu makan siang sedangkan aku harus menunggu Ambar terlebih dahulu untuk makan siang. Ambar adalah salah satu pelayan yang satu ship dengan Anya.Di sela - sela pekerjaannya seorang Asisten koki menyuruh aku untuk memberikan makanan yang sudah dihidangkannya kepada tamu yang berada ditempat kosong lima." Antarkan ini kepada tamu kosong lima." ucapnya menyuruh.Anya mengangguk dan langsung memberikannya pada tamu tersebut." In, pak. Silahkan dinikmati." ucapnya." Saya ti
" Maaf, pak. Saya tidak mengenal bapak. Saya tidak mau pergi bersama dengan orang yang tidak dikenal." jawab Anya dengan tegas." Tapi, Nona...." belum sempat Abdi menyelesaikan kalimatnya Anya langsung kembali memotongnya. " Maaf ya, pak." katanya sambil berusaha untuk menutup pintu dan mengusir abdi secara halus.Abdi tahu bahwa ia tidak bisa memaksa Anya untuk ikut dengannya. Bagaimana pun juga, wajar saja jika seorang wanita bersikap waspada. Tidak seharusnya ia mengikuti pria tidak dikenal secara sembarangan.Namun Abdi juga tidak bisa pulang dengan tangan kosong. Ia segera menghentikan Anya sebelum pintu rumah tersebut ditutup, " Nona, tuan Arsyad meninggalkan kartu namanya untuk anda. Anda bisa menghubungi jika anda berubah pikiran." katanya sambil menyerahkan selembar kartu nama pada Anya.Anya merasa lega karena pria paruh baya di hadapannya ini tidak memaksanya untuk ikut bersama dengannya. Ia menerima kartu nama yang diberikan ole
Anya menatap gedung yang menjulang tinggi di hadapannya. Gedung itu terlihat sangat modern dan mewah. Ia merasa tidak pantas berada di sana.Atmajaya Group.Tulisan besar itu terpampang di bagian atas gedung, menandakan bahwa seluruh gedung itu merupakan milik keuarga Atmajaya.Semua orang yang keluar masuk dari tempat itu tampak sangat rapi. Para pria yang berlalu - lalang ditempat tersebut menggenakan jas atau kemeja lengan panjang dengan sepatu pentofel yang telah di poles hingga mengkilat. Sementara para wanita menggenakan gaun formal yang terlihat mahal dan sepatu hak tinggi yang membuat mereka tampak lebih anggun dan dermawan.Anya melihat penampilannya saat ini dari pantulan kaca gedung tersebut. Ia hanya mengenakan kaos biasa dengan celana jeans dan juga sepatu keds. Penampilannya benar - benar tidak sesuai dengan tempat yang ia datangi kali ini. Tetapi ia tidak peduli, satu - satunya yang ia pikirkan saat ini hanyalah biaya rumah sa
Hanya Anya dan Arsyad yang sedang berada di dalam lift. Itu karena mereka menggunakan lift pribadi milik Arsyad. Lift itu tidak bisa digunakan oleh sembarang orang. Hanya beberapa orang saja yang memiliki akses menuju lift tersebut, seperti Haris, asisten kantor Arsyad dan Abdi.Suasana di lift itu terasa sangat canggung. Atau lebih tepatnya, hanya Anya yang merasa seperti itu. Sesekali ia mencuri - curi pandang ke arah Arsyad, berharap pria itu akan memecah keheningan di antara mereka.Sayangnya, Arsyad tidak mengatakan apapun. Ia memandang lurus ke depan sambil menanti lift itu tiba di lantainya. Dibalik kacamatanya yang hitam, ia bisa melihat Anya yang terus menerus bergerak karena gelisah. Bibirnya sedikit melengkung, membentuk senyum tipis, ketika melihat gerak - gerik wanita di sampingnya itu.Hari ini, rambut hitam Anya yang biasanya bergerai tampak di kuncir satu, membuatnya terlihat lebih muda. Terkadang, tangannya menyisir anak - anak ram
Ruangan itu kembali sunyi. Hanya ada mereka berdua, ditemani dua cangkir teh yang terabaikan di atas meja.Arsyad duduk bersandar di sofanya dengan santai sambil menatap Anya yang ketakutan di hadapannya. Wanita itu seperti kelinci kecil yang gemeteran seolah Arsyad adalah harimau yang akan menerkamnya. Ia duduk dengan tegak, seolah takut jika lengah sedikit saja ia akan langsung di telan.Anya menyisir anak rambut yang berantakan di pipinya. Tanpa senghaja tangannya menyentuh luka karena tamparan Mona. Luka itu terasa perih, sehingga ia meringgis menahan rasa sakit.Arsyad memperhatikan semua gerak - gerik Anya. Ia bisa melihat Anya meringis saat menyentuh pipinya. Tubuh Arsyad langsung menegang saat memikirkan ada sesuatu yang terjadi pada Anya. Ia segera bangkit berdiri dari tempat duduknya, mencondongkan tubuhnya ke depan dan memegang dagu Anya sehingga ia bisa melihat wajahnya dengan jelas.Tangannya memegang dagu Anya sedikit keras kar
" Menikahlah denganku."Anya menatap Arsyad dengan mulut menganga. Ia yakin telinganya sedang bermasalah. Atau mungkin ia sedang berhalusinasi? Sepertinya hari ini ia terlalu kelelahan sehingga otaknya sedang tidak beres. Mana mungkin Arsyad melamarnya?Ia menggaruk garuk kepalanya walaupun kepalanya itu tidak gatal. Ia merasa sedikit bodoh, berpikir bahwa pria yang tampan, super kaya dan misterius ini melamarnya.Arsyad memperhatikan setiap gerakan Anya. Menantikan reaksi dari wanita itu. Namun, sepertinya Anya tidak mendengar apa yang ia katakan, atau mungkin ia tidak bisa mempercayai apa yang di dengarnya. Oleh karena itu, Arsyad memutuskan untuk memperjelasnya sekali lagi." Menikahlah denganku dan aku akan membantumu." kata Arsyad untuk kedua kalinya.Baru pada saat itu lah Anya menyadari bahwa tidak salah dengar, Arsyad memang benar - benar melamarnya!" Tapi....tapi..." Anya tergagap. Ia tidak menyangka bahwa hal s
Apa aku harus menikah dengan pria ini?Ini adalah pertemuan kedua antara Anya dan Arsyad. Mereka tidak saling mengenal dan tidak pernah bertemu sebelumnya. Bisa dibilang mereka berdua adalah orang asing..Anya tidak tahu apa pun mengenai Arsyad, ia tidak tahu latar belakangnya. Tidak tahu mengenai keluarganya dan mengenai pria itu sendiri. Ia hanya sedikit tahu bahwa ia adalah orang yang sadis dan kejam itu pun dia mengetahui dari internet, jadi dia sedikit waspada pada Arsyad. Bagaimana jika Arsyad bukan pria baik - baik?Arsyad menatap lurus kepada Anya, tetapi tidak Ada satu kata pun terucap dari bibirnya. Mulutnya tertutup rapat seolah ia tidak ingin memberi tahu Anya apa yang direncanakannya.Apa mungkin Arsyad ingin membalas dendam pada Natali karena tunangannya itu telah mengkhianatinya? Itu kah sebabnya Arsyad mau menggunakanya sebagai senjata untuk membuat Natali merasakan hal yang sama dengan apa yang ia rasakan?Sebenarnya,
Begitu lift mereka tiba di lobby, Arsyad dan Anya langsung melangkah keluar. Semua orang di lobby langsung menghentikan apa pun yang sedang mereka kerjakan dan langsung memberi hormat pada Arsyad.Anya merasa canggung saat melihat semua orang menunduk ke arahnya. Walaupun orang - orang itu tidak memberi hormat padanya, saat ini ia berjalan bersama Arsyad sehingga ia juga menjadi pusat perhatian semua orang.Saaat ia melirik ke arah resepsionis, wanita yang tadi menolak kedatangannya sudah tidak ada. Anya tidak tahu bahwa resepsionis itu telah kehilangan pekerjaannya karena tidak bersikap sopan kepadanya.Saat ini ia sedang memandang ke arah meja resepsionis, seorang pria bergegas menghampiri Arsyad. Wajah pria itu tampan dengan kacamata minus di matanya. Membuatnya terlihat pintar. Ia terlihat sangat rapi dari ujung kepala hingga ke ujung kaki, tidak ada satu helai rambut pun yang keluar dari tatanannnya. Tubuhnya tinggi semapai, hingga hampir meny