Home / Fantasi / MY VAMPIRE QUEEN / Bab 5 : Selvia yang mengamuk

Share

Bab 5 : Selvia yang mengamuk

Author: Dranyyx
last update Last Updated: 2025-10-07 11:36:05

Selvia berdiri, wajahnya pucat. "Beast... utusan ayah..." katanya sambil menunjuk ke luar. Dia berbicara campuran bahasa Transilvania dan beberapa kata yang Jean tidak pahami.

"Kamu tidak perlu takut," kata Jean, meski tahu Selvia mungkin tidak mengerti. Dia mengambil sebatang kayu dari lantai. Kayu itu kokoh dan cukup berat.

Selvia menarik lengan Jean. "Tidak Jean! Ini berbahaya!" katanya dengan mata membesar. "Beast itu kuat... sangat kuat!"

Jean menggeleng. "Saya tidak mengerti semua yang kamu katakan, tapi saya tahu kamu dalam bahaya." Dia berdiri lebih tegak di depan Selvia. Matanya menatap tajam ke arah mahkluk itu.

Pintu gubuk berderak keras. Sebuah cakar besar muncul menerobos kayu pintu. Cakar itu seperti besi, panjang dan tajam. Makhluk itu mendorong masuk, memperlebar lubang di pintu.

Beast memasukkan kepalanya. Kepala serigala raksasa dengan mata merah. Sisik hitam menutupi wajahnya. Asap keluar dari hidungnya.

"Selvia, kamu akan menyesal melarikan diri," geram Beast dalam bahasa Transilvania.

Jean mengangkat kayu. "Pergi dari sini!" teriaknya dalam bahasa Indonesia.

Beast memandang Jean dengan hina. "Manusia tidak penting," katanya dalam Transilvania. "Pergi sebelum kau mati."

"Saya tidak takut padamu!" teriak Jean, meski tahu makhluk itu tidak mengerti.

Selvia berteriak sesuatu dalam bahasa Transilvania yang terdengar seperti permohonan. Beast menggeram menanggapi.

Jean tidak menunggu. Dia mengayunkan kayu ke kaki Beast. Kayu membentur sisik dengan suara keras. Beast bahkan tidak goyah.

"Bodoh," geram Beast. Dia menyapu cakarnya.

Jean melompat mundur. Cakar itu merobek lengan bajunya. Darah mulai mengucur dari luka di lengannya.

"Jean, berhenti!" teriak Selvia dalam bahasa Transilvania. Air mata mulai mengalir di wajahnya.

Jean berdiri lagi. "Selama saya masih bisa berdiri, saya akan melindungimu," katanya dengan suara rendah, lebih kepada dirinya sendiri.

Beast menghembuskan napas api kecil. Jean menyelamatkan diri ke balik meja. Meja kayu itu langsung terbakar.

"Tolong, saya akan ikut!" teriak Selvia kepada Beast. "Jangan sakiti dia!"

Beast tertawa kasar. "Dia sudah membuat saya marah. Dia harus dihukum."

Jean bangkit dengan susah payah. Bajunya hangus dan tangannya melepuh. Tapi matanya masih penuh tekad.

Dia berlari ke depan dan menusuk ujung kayu ke mata Beast. Beast meraung kesakitan dan mundur. Mata kirinya berdarah.

"Manusia sialan!" Beast mengamuk dalam Transilvania.

Dengan cakar yang lain, Beast memukul Jean di dada. Jean terlempar ke dinding dan jatuh dengan keras. Dia mendengar sesuatu patah di dadanya.

Darah mengalir dari mulutnya. Dia mencoba bangun tapi tidak bisa. Napasnya tersengal-sengal.

Selvia berlari dan berlutut di sampingnya. "Jean! Maafkan saya! Ini semua salah saya!" tangisnya dalam bahasa Transilvania.

Jean mengangkat tangannya yang berdarah dan menyentuh wajah Selvia. "Lari... selamatkan diri..." bisiknya dengan susah payah.

Lycus mendekat dan menggosok-gosok tubuhnya ke Jean yang terluka. Kucing itu mengeong dengan sedih.

Beast mendekat, langkahnya berat. "Akhirnya. Sekarang kamu pulang."

Tapi sesuatu berubah. Selvia mengangkat wajahnya. Mata ungunya mulai bersinar dengan cahaya aneh. Tangannya menggenggam erat tangan Jean.

Dia berbicara dengan suara yang berubah, lebih dalam dan bergetar. Beast berhenti, terlihat ragu.

Jean merasakan panas dari tubuh Selvia. Dia melihat perubahan di mata Selvia. Warna ungu berubah menjadi merah tua. Suara gemuruh datang dari dalam dada Selvia.

Dunia mulai gelap bagi Jean. Hal terakhir yang dia lihat adalah Selvia berdiri, dengan mata merah menyala dan sesuatu yang berubah pada giginya. Lalu segalanya menjadi hitam.

-

Jean tergeletak di lantai kayu yang basah. Darah masih mengalir dari mulutnya. Napasnya pendek dan tersengal. Matanya setengah terbuka, melihat bayangan Beast yang mendekat. Makhluk itu menggeram, mengucapkan kata-kata dalam bahasa asing yang tidak Jean pahami.

Selvia berlutut di samping Jean. Tangannya yang halus memegang wajah Jean. Air mata jatuh dari matanya yang ungu, bercampur dengan air hujan yang masuk dari atap bocor.

"Jean," bisik Selvia dengan suara serak. "Kau... untuk saya..."

Beast menginjak-injak lantai kayu. Suara cakarnya berderak. Makhluk itu mengangkat cakar, siap menghabisi Jean.

Tiba-tiba, sesuatu berubah pada Selvia.

Matanya yang ungu mulai bersinar terang. Warna ungu itu berubah menjadi merah tua. Tangannya memegang Jean lebih erat. Suara geraman rendah keluar dari mulutnya.

"Tidak!" teriak Selvia dalam bahasa Transilvania. Suaranya lebih dalam, lebih bergetar.

Beast berhenti. Matanya yang merah menyipit. Makhluk itu mengucapkan sesuatu yang terdengar seperti pertanyaan.

Selvia berdiri perlahan. Tubuhnya terlihat berbeda. Posturnya lebih tegak. Tangannya berubah - kukunya memanjang dan menjadi tajam. Di mulutnya, dua taring panjang muncul dari bibir atasnya.

Dia berbalik menghadap Beast. Wajahnya marah. Mata merahnya menyala dalam kegelapan.

"Kau sakiti dia," kata Selvia dengan suara mengerikan. "Kau sakiti orang yang melindungi saya."

Beast menggeram, tapi ada ketakutan di matanya. Makhluk itu mundur selangkah.

Tapi Selvia sudah bergerak.

Dia bergerak sangat cepat. Jean hampir tidak bisa mengikutinya dengan mata. Satu detik Selvia berdiri di sampingnya, detik berikutnya dia sudah menempel di punggung Beast.

Beast meraung. Selvia mencengkeram leher Beast dengan kedua tangannya. Kuku tajamnya menusuk sisik naga di leher Beast. Darah hitam mengucur.

Beast berusaha melepaskan diri. Dia mengibaskan tubuhnya dengan kuat. Dia mencoba membakar Selvia dengan napas api. Tapi Selvia terlalu cepat. Dia bergerak menghindar, lalu kembali mencengkeram.

"Kau tidak boleh menyentuhnya!" teriak Selvia. Suaranya bergema di seluruh gubuk.

Dia menarik lebih kuat. Suara retakan terdengar. Beast mengeluarkan suara mendesah terakhir. Tubuhnya yang besar bergetar, lalu diam. Beast jatuh ke lantai dengan suara berat. Matanya yang merah padam.

Selvia berdiri di atas tubuh Beast. Dadanya naik turun cepat. Darah Beast menodai gaun hitamnya. Mata merahnya masih menyala. Taringnya masih terlihat.

Lycus mendekat dengan hati-hati. Kucing hitam itu mengeong pelan. Dia menggosokkan tubuhnya ke kaki Selvia.

Selvia memandang Lycus. Perlahan, sinar merah di matanya meredup. Taringnya menyusut kembali. Kukunya kembali normal. Dia terlihat lelah sekali.

Dia berbalik dan berlari ke Jean.

Jean masih tergeletak di lantai. Napasnya semakin lemah. Matanya hampir tertutup. Darah menggenang di sekitar tubuhnya.

"Jean!" Selvia berlutut di sampingnya. Tangannya yang berdarah memegang wajah Jean. "Jangan pergi. Tolong."

Dia menatap Lycus dengan panik. "Saya tidak bisa kehilangan dia. Dia... dia melindungi saya."

Lycus mendekat. Matanya yang hijau tiba-tiba bersinar dengan cahaya lembut. Kucing itu mendekati luka di dada Jean. Dia menjilat darah yang mengucur.

Sesuatu yang aneh terjadi.

Di mana Lycus menjilat, luka itu mulai menutup. Cahaya hijau samar terlihat dari lidah Lycus. Darah berhenti mengalir. Kulit yang robek mulai menyatu kembali.

Selvia tertegun. "Lycus... kau..."

Tapi dia tidak menyia-nyiakan waktu. Dia membantu Lycus dengan menekan luka-luka lain di tubuh Jean. Perlahan, semua luka mulai sembuh. Napas Jean menjadi lebih teratur. Wajahnya yang pucat mulai berwarna lagi.

Setelah beberapa menit, Jean terlihat seperti hanya tertidur. Lukanya sembuh total. Hanya darah yang mengering di bajunya yang mengingatkan pada pertarungan tadi.

Selvia memandang Jean yang tertidur. Dia tersenyum lemah. Tapi kemudian wajahnya berubah serius.

"Dia tidak boleh ingat ini," bisiknya pada Lycus. "Dia manusia biasa. Ini terlalu berbahaya untuknya."

Dia meletakkan tangan di dahi Jean. Matanya bersinar ungu lemah. "Tidurlah. Dan lupakan mimpi buruk ini."

Jean bergerak perlahan. Matanya terbuka. Dia melihat Selvia di atasnya. Wajahnya bingung.

"Selvia?" suaranya parau. "Apa... apa yang terjadi?"

Selvia membantu dia duduk. "Kau pingsan," katanya dalam bahasa Transilvania yang anehnya bisa Jean pahami. "Kelelahan. Hujan terlalu deras."

Jean mengusap kepalanya. "Saya ingat... hujan. Dan kita di gubuk ini." Dia melihat sekeliling. Tidak ada tanda-tanda pertarungan. Beast sudah menghilang. "Aneh. Saya merasa seperti melupakan sesuatu."

"Kau butuh istirahat," kata Selvia lembut. Dia membimbing Jean ke sudut gubuk yang lebih kering. Dia merapikan jaketnya untuk dijadikan bantal.

Jean berbaring. Matanya berat. "Kamu... kamu baik sekali, Selvia."

Selvia tersenyum. Dia duduk di samping Jean, membiarkan kepala Jean bersandar di pangkuannya. Tangannya membelai rambut Jean dengan lembut.

Lycus meringkuk di dekat mereka. Kucing itu mendengkur pelan.

Di luar, hujan mulai reda. Tapi dari kejauhan, terdengar suara sayap besar mengepak. Suara yang aneh dan tidak wajar.

Selvia menatap ke arah jendela. Matanya waspada. Dia tahu ini belum berakhir. Ancaman masih ada di luar sana.

Tapi untuk malam ini, dia akan melindungi pria yang rela mempertaruhkan nyawanya untuknya. Dia akan memastikan Jean aman.

Jean sudah tertidur di pangkuannya. Napasnya teratur. Wajahnya tenang.

Selvia membetulkan posisi duduknya. Dia tidak akan tidur malam ini. Dia akan berjaga.

"Tidurlah, Jean," bisiknya. "Besok... besok kita hadapi bersama apa yang datang."

Tapi dalam hatinya, dia tahu bahaya masih mengintai. Dan dia harus melindungi Jean, meski harus mengorbankan segalanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MY VAMPIRE QUEEN   Bab 7 : Perjalanan Di penginapan

    Selvia mengangguk, meski ada sedikit ketegangan di wajahnya. “Desa… berarti banyak orang, ya?” tanyanya pelan, suaranya penuh kehati-hatian. Jean tersenyum menenangkan. “Tenang aja, mereka baik kok. Lagipula, aku di sampingmu yang akan selalu menjaga kamu. Kalau ada apa-apa, tinggal aku yang urus.” Ia menepuk dadanya dengan percaya diri, meski dalam hati ia sedikit khawatir bagaimana menjelaskan kehadiran Selvia kepada warga desa. Matahari sudah condong ke barat ketika mereka akhirnya tiba di desa kecil di pinggir hutan. Desa itu sederhana, dengan rumah-rumah kayu dan jalan tanah yang ramai oleh anak-anak yang bermain dan ibu-ibu yang membawa keranjang sayur. Di ujung desa, ada sebuah penginapan kecil dengan papan nama sederhana bertuliskan “Penginapan Bunga Hutan”. Jean menghela napas lega—"akhirnya, ada juga tempat untuk istirahat!" Jean tersenyum tipis." Jangan takut desa ini bukan tempat asing, aku akrab dengan warganya hehe." Ucap Jean. Sementara Selvia hanya mengangguk seola

  • MY VAMPIRE QUEEN   Bab 6 : Akhirnya keluar dari hutan

    Jean terbangun dalam keadaan setengah sadar. Kepalanya masih pusing. Dia merasa ada kehangatan di pipinya. Perlahan dia membuka mata. Selvia masih tertidur di sampingnya. Kepala gadis itu bersandar di bahu Jean. Tangannya masih memegang lengan Jean dengan lembut. Rambut hitamnya yang panjang berantakan menutupi sebagian wajahnya. Jean melihat sekeliling. Gubuk masih gelap. Hujan sudah berhenti. Hanya suara angin malam yang terdengar. Api unggun sudah padam, hanya menyisakan bara yang masih kemerahan. Dia mencoba mengingat apa yang terjadi. Ingatannya samar-samar. Dia ingat hujan deras. Ingat suara geraman dari luar. Tapi setelah itu... kosong. Seperti ada bagian yang terhapus. Dia melihat Selvia yang tertidur. Gadis itu menggigil kedinginan. Napasnya mengeluarkan uap putih di udara dingin. "Kasihan, mungkin dia kedinginan," gumam Jean pelan. Sembari menatap wajah Selvia hingga ia terpesona. Dia mencoba bergerak perlahan. Tangannya meraih selimut yang terlipat di dekatnya.

  • MY VAMPIRE QUEEN   Bab 5 : Selvia yang mengamuk

    Selvia berdiri, wajahnya pucat. "Beast... utusan ayah..." katanya sambil menunjuk ke luar. Dia berbicara campuran bahasa Transilvania dan beberapa kata yang Jean tidak pahami. "Kamu tidak perlu takut," kata Jean, meski tahu Selvia mungkin tidak mengerti. Dia mengambil sebatang kayu dari lantai. Kayu itu kokoh dan cukup berat. Selvia menarik lengan Jean. "Tidak Jean! Ini berbahaya!" katanya dengan mata membesar. "Beast itu kuat... sangat kuat!" Jean menggeleng. "Saya tidak mengerti semua yang kamu katakan, tapi saya tahu kamu dalam bahaya." Dia berdiri lebih tegak di depan Selvia. Matanya menatap tajam ke arah mahkluk itu. Pintu gubuk berderak keras. Sebuah cakar besar muncul menerobos kayu pintu. Cakar itu seperti besi, panjang dan tajam. Makhluk itu mendorong masuk, memperlebar lubang di pintu. Beast memasukkan kepalanya. Kepala serigala raksasa dengan mata merah. Sisik hitam menutupi wajahnya. Asap keluar dari hidungnya. "Selvia, kamu akan menyesal melarikan diri," ge

  • MY VAMPIRE QUEEN   Bab 4 : Ancaman Dari Negeri Asal

    Selvia melihat gaun hitamnya yang sudah kusam, lalu menatap Jean dengan mata berbinar. Dia ingin menjelaskan, tapi tahu itu tidak mungkin."Mungkin hanya hewan hutan," gumam Jean, tapi dia juga mulai merasa tidak nyaman. Meskipun ia tahun Selvia tak paham yang ia ucapkan. Mereka terus berjalan, tapi sekarang dengan kewaspadaan yang lebih tinggi. Hutan yang awalnya terang oleh sinar matahari mulai berubah lebih gelap, meski hari masih siang. Awan hitam mulai berkumpul di langit."Sepertinya akan hujan," kata Jean sambil melihat ke atas. "Kita harus mencari tempat berteduh."Mereka berbalik arah menuju gubuk tempat Selvia tinggal. Baru saja mereka sampai, hujan mulai turun dengan deras. Butiran air menghantam atap daun dan kayu reyot, menciptakan suara gemericik yang konstan.Jean berhasil menyalakan api kecil dengan ranting-ranting kering yang dia kumpulkan. Cahaya api menerangi sudut gubuk, menciptakan bayangan yang menari-nari di dinding kayu. Aroma asap kayu bercampur dengan wangi

  • MY VAMPIRE QUEEN   Bab 3 : Pertemuan dengan pria Asing

    "Dasar peta murahan... tersesat lagi aku," gumam seorang pria yang muncul dari balik pepohonan. Dia mengenakan jaket hiking berwarna biru tua dengan celana cargo, ransel besar terlihat berat di punggungnya. Pria itu tertegun ketika melihat Selvia. Matanya membulat, seolah tidak menyangka menemukan seseorang di tengah hutan terpencil. Selvia sendiri membeku, siap untuk melarikan diri kapan saja. "Eh... halo?" kata pria itu perlahan, mengangkat tangannya seperti menenangkan hewan liar. "Saya tidak bermaksud buruk." Selvia tidak memahami kata-katanya, tapi dia bisa merasakan nada suara yang ramah. Lycus, yang awalnya menggeram, sekarang mulai mendekati pria itu dengan penuh rasa ingin tahu. "Wah, kucing yang cantik," kata pria itu, berjongkit dan mengulurkan tangan untuk membelai Lycus. Dengan santainya, Lycus menggosokkan kepalanya ke tangan pria tersebut. Selvia memperhatikan bagaimana pria itu memperlakukan Lycus dengan lembut. Ada sesuatu tentang caranya tersenyum yang memb

  • MY VAMPIRE QUEEN   Bab 2 : Pertemuan pertama

    Selvia masuk ke portal, melewati ruang dan waktu yang berbeda. Hingga ia tak sadarkan diri akibat perjalanan itu. Selvia de Dracul masih setengah sadar, tangannya memegang gaun hitamnya yang telah sobek di beberapa bagian, rambut panjangnya terurai menutupi bahu. Nafasnya pelan, tubuhnya lelah setelah menempuh perjalanan menembus portal ajaib yang hanya bisa dibuka dengan segel kelelawar dari penjaga Darkbat. Wajahnya yang cantik dan pucat, dengan bibir mungil yang sedikit gemetar, membuatnya tampak seperti boneka rapuh di tengah kegelapan. Ia menunduk, memejamkan mata sejenak. Ia terdampar di dunia manusia meninggalkan Negeri Transylvania Tak berapa lama, tiba-tiba di telinganya terdengar suara imut dan tak asing. Ia memperhatikan sekelilingnya. Mencari sumber suara. "Lycus...? " Seketika seekor kucing hitam meloncat ke pangkuan Selvia. Wajah Selvia yang awalnya bermuram durja, seketika menjadi ceria dengan senyum manis dan indah yang ia pancarkan. "Ihhh kamu ikuti aku ya...?

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status